“Aduh, gerah banget, gila!” Charlo tiba di posko dengan wajah yang memerah. Lalu dengan cepat pemuda itu duduk di dekat kipas angin. “Air belum nyala ya, ini? Nggak bisa mandi, dong?”
Arjuna yang baru saja melepas sendalnya pun menggeleng. “Gak bisa. Airnya diawet-awet buat wudhu sama pipis aja.”
Mahen datang dengan dua gulung karpet di tangannya. Lalu menaruhnya di sudut ruangan. “Gais, makasih ya, buat semangat di proker pertama divisi pendidikan.”
“Yo!” Charlo dan Arjuna menjawab bersamaan.
“Eh, urang mau beli es kelapa, nih, bareng Hakim, ada yang mau nitip?” seru Ardana yang baru saja mengambil uang dari kamar belakang.
“Gue dong, satu!” Charlo mengangkat tangan. “Jangan pakai gula, ya.”
“Oke. Ada lagi?”
Zuney yang baru saja tiba di posko melihat heran. “Mau beli apa tadi?”
“Es kelapa. Mau?” Kali ini Hakim yang menyahut.
“Es kelapa mulu lo. Mencret nanti, susah air gini, jangan mencret!” ujar Zuney enteng.
“Haha anying si Zuney enteng banget mulutnya,” ledek Hakim.
“Gue mau, dong.” Mahen kini mengangsurkan uang sepuluh ribu pada Hakim. “Berapaan emang?”
“Tiga rebuan.”
“Yaudah, gue beli dua.”
Kening Hakim berkerut. “Satunya buat gue? Uang jalan nih ceritanya?”
“Bukan.” Mahen menggeleng. “Buat Zuney. Kembaliannya buat lo, uang jalan.”
“EKHEM! KESELEK UANG JALAN!” seru Hakim dengan suara yang lantang. “Bercanda, uang jalan.”
“EKHEM, GUE NITIP DONG ES KELAPA RASA CINTA!” Charlo pun sama menyebalkannya.
“EKHEM!!” Hakim lagi-lagi berdeham kencang. “Es kelapa seger ya, Ney?”
“Segernya sampai ke hati!” tambah Ardana seraya menarik Hakim untuk segera keluar posko.
***
Pukul sembilan malam, ketika semua kegiatan sudah selesai, mereka kembali duduk melingkar di ruang tengah. Arjuna yang sedang menerima laporan keuangan dari Panji dan Vannesa itu nampak serius.
Sementara Zuney dan Mahen juga terlihat berdiskusi mengenai kelanjutan program kerja divisi pendidikan. Sementara Hakim asyik memetik senar-senar gitarnya, lalu diujung ada Charlo, Jeno, dan Ardana yang sedang melihat puluhan foto dari kegiatan Senja Cerita, sore tadi.
Qistiya dan Vannesa baru saja kembali ke posko, sambil membawa tentengan yang berupa jajanan yang mereka beli di warung Pak Amil.
“Gais, kumpul, yuk.” Arjuna kini membuka forum. “Eh ini pintunya biarin kebuka aja, ya? Gerah soalnya.”
Semua mengangguk setuju. Pasalnya, air belum juga menyala sampai malam begini, mengharuskan mereka untuk melewati jadwal mandi sore. “Kita bahas agenda besok sama evaluasi dari proker pendidikan, nih.” Arjuna kini melihat Mahen. “Oke, Hen, sekarang gue serahin ke lo, ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Novela JuvenilIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...