22 - Bersambut

242 32 7
                                    

Pukul setengah dua siang, Arjuna dan Zuney tiba kembali di posko. Zuney membuka pintu belakang posko, suasananya nampak tenang. Lalu ketika sudah sampai di ruang tengah, Zuney terkekeh ketika melihat teman-temannya sudah terbaring dengan formasi yang tidak beraturan.

           “Ssttt!” Zuney memberi isyarat pada Arjuna agar tidak berisik. “Anak-anak lagi pada tidur siang.”

           “Hm?” Arjuna yang masih pusing itu mengerutkan kening. Lalu tersenyum tipis. “Udah kaya pindang aja,” gumamnya.

           “Gue mau foto momen ini dulu, ah.” Zuney lantas mengeluarkan ponselnya. Pertama dia memfoto Hakim dan Ardana yang tidur berbagi satu guling yang mereka jadikan alas kepala. “Yaampun, gemes banget.”

           Lalu Zuney melihat Panji yang tertidur di paha Mahen. Sedangkan Mahen tertidur di pangkuan Jeno. Zuney terkekeh lagi. “Benar-benar simbiosis mutualisme.”

           Lalu yang paling menggelitik adalah ketika Charlo, Qistiya dan Vannesa tertidur di boneka besar milik Panji.

           “Ney, gue masuk kamar, ya? Mau shalat dzuhur dulu.” Arjuna terlihat membuka pintu kamar tengah.

           “Juna,” panggil Zuney dengan suara dipelankan.

           “Iya?”

           “Wudhunya dingin nggak?” tanya Zuney seraya menyembulkan kepala ke kamar Arjuna. “Gue bikinin air anget, ya?”

           “Nggak, gak usah. Gue kuat, kok,” jawab Arjuna seraya meraih sajadah dan membentangkannya di lantai. “Lo udah sholat? Kalau belum, berjamaah aja sama gue.”

           “Lo mau jadi imam gue, Jun? Yaampun.” Zuney memegang dadanya. “Gue deg-degan.”

           Arjuna berdecak lidah. “Imam sholat, ya, ini. Belum jadi imam keluarga!” tegasnya.

           “Be..lum?” Zuney melemparkan senyum jahil pada Arjuna seraya menaik turunkan kedua alisnya.

           Arjuna bergidig. “Merinding gue, digodain cewek kaya lo.”

           Tiba-tiba ada yang mendorong pintu kamar dari arah belakang Zuney, membuat gadis cantik itu terhuyung ke depan, hampir jatuh. “Syalan. Siapa, sih?”

           Ardana sudah melipat tangan di dada. “Bunda, Mas Una digodain tante-tante!” gerutunya seraya mengucek matanya yang masih mengantuk.

           “Ihhhh.” Zuney mencubit pinggang Ardana. “Tante-tante apaan? Gue masih imut gini dibilang tante-tante!”

           Arjuna hanya tertawa melihat itu. Lalu cowok itu memiringkan badan ketika melewati Zuney dan Ardana yang masih dalam pertikaian. “Misi, dong. Gue mau wudhu.”

           Zuney dan Ardana pun memberi ruang pada Arjuna. Mempersilakan cowok itu untuk ke kamar mandi.

           Tak butuh waktu lama bagi Arjuna untuk mengambil air wudhu. Lalu setelahnya, Arjuna kembali ke kamarnya. Di sana sudah ada Zuney yang sudah siap dengan handuk kecil yang berada di sebuah wadah.

           Lalu Arjuna juga melihat Mahen yang sedang membuat minuman di dapur. “Hen? Udah bangun, lo?” tanya Arjuna ketika melewati Mahen.

           Mahen berbalik. “Jun, ini.” Mahen mengulurkan satu gelas minuman itu pada Arjuna. “Gue buatin madu anget buat lo. Katanya lo sakit,” ucapnya dengan wajah penuh khawatir.

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang