Arjuna memasuki posko melalui pintu belakang, lalu terdengar suara Bunda yang sudah asyik mengobrol dengan teman-temannya.
“Cie yang ditengokin.” Zuney menyenggol bahu Arjuna.
Arjuna menoleh singkat pada Zuney, dan segera menuju ruang tengah. “Bun?” Arjuna lantas mencium punggung tangan Bunda. “Bunda sama siapa ke sini? Aku kok gak liat ayah.”
“Mas Una, sehat, Mas?” Bukannya menjawab, Bunda kini mengusap rambut Arjuna dan merapikan rambutnya yang menghalangi kening Arjuna. “Mas kok pucet? Mas lagi sakit?” tanya Bunda penuh kekhawatiran.
Arjuna menggeleng. “Enggak, Bun. Mungkin karena kepanasan aja.”
Hakim dan Mahen pun masuk ke posko. “Assalamualaikum! Eh, aduh ada Bunda Anin.” Hakim dan Mahen pun menyalami Bunda.
“Si ganteng,” puji Bunda pada Mahen.
“Bunda mah, Nana juga ganteng tapi gak dipuji-puji. Anak Bunda tuh Aku sama Mas Una atau Mahen, sih?” protes Ardana tidak terima.
Semua pun tertawa.
“Adek, yaampun. Maaf ya, semuanya, adek emang cemburuan.”
“Bun, Aku tadi tanya sama Bunda, ayah kemana? Kok enggak ikut?”
Bunda menghela nafas. “Ayah kalian tuh, selalu larang Bunda buat ke sini, jadi Bunda nekat aja nyetir sendiri.”
“Bun...” Arjuna menatap Bunda tidak percaya. “Ya Allah, Bunda. Bahaya lho nyetir sendirian ke luar kota gini.” Arjuna lantas mengeluarkan ponselnya. “Aku harus telepon ayah.”
“Ya... namanya juga kangen kalian berdua.” Bunda lalu menarik satu tas besar. “Ini Bunda bawa banyak makanan, biar gak usah masak. Nanti kalau gak habis bisa dimasukin ke kulkas.”
“Sini, Bun. Biar Zuney aja yang siapin.” Zuney dan Qistiya akhirnya mengambil alih tas itu.
“Makasih, ya, anak cantik.”
Zuney tersenyum mendengarnya.
“Halo, Ayah. Ayah lagi di mana? Ini kok Bunda bisa lolos nyetir sendirian, sih, Yah?” Arjuna berbincang dengan ayahnya melalui sambungan telepon. “Oh gitu? Oke deh, Yah. Iya, Aku sama Adek sehat, kok. Iya, Ayah. Oke. Waalaikumsalam.”
“Apa kata si Ayah, Mas?” tanya Bunda penasaran.
“Kata Ayah pulangnya jangan malam-malam, Bun.”
Bunda mengangguk-angguk. “Orang Bunda mau nginep di posko.”
“HAH?!” pekik Arjuna dan Ardana bersamaan.
***
Bunda mengajak anak-anak KKN untuk mengunjungi waduk Jatiluhur. Dan disinilah mereka semua berada. Di sebuah lahan luas, beralaskan tikar yang dibawa dari posko, mereka duduk melingkar di bawah naungan pohon. Semilir angin dan suara percikan air dari waduk pun menghiasi acara makan siang mereka.
“Dulu, Mas Una tuh pas kelas satu, ampun deh. Masa Bunda gak boleh pulang, padahal adeknya mah anteng-anteng aja sekolahnya.” Bunda mulai bercerita kepada para mahasiswa di tengah-tengah suasana makan siang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Teen FictionIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...