0 : 4

47.5K 4.5K 98
                                    

Cadenza menopang wajahnya menggunakan satu tangan seraya menatap sang guru yang masih saja menjelaskan pelajaran padahal dua menit lagi bell pulang.

"Kapan tuh bell bunyi?" Gerutu Rani pada Cadenza tapi matanya fokus pada sang guru.

"Dua menit lagi, sabar," jawab Cadenza melihat jam yang melingkar di lengannya.

"Oke anak anak, saya punya pertanyaan, siapa yang bisa menjawab akan mendapatkan tambahan nilai," ujar sang guru kepada semua murid yang tertunduk lesu. Dia kira muridnya akan bahagia mendengar perkataannya tadi.

"Waktu dua menit lagi buk, keburu emang?" Tanya salah satu murid yang tidak ada semangatnya sama sekali.

Melihat itu buk Wati seketika geram. Padahal ia sudah berbaik hati dengan membuat kegiatan penambahan nilai. Tapi kebaikan hatinya seperti tidak dianggap oleh murid muridnya itu.

"Saya tidak peduli! Kalau pertanyaan saya tidak ada yang menjawab jangan berani-berani nya kalian bergerak sedikit pun dari tempat ini!"

Serentak semua murid mendesah kecewa. Apa apaan ini? Ini adalah bentuk pemaksaan yang hakiki. Tapi mau marah atau Protes mereka juga tidak sanggup melakukannya.

"Dimulai dari pertanyaan yang paling gampang. Sebutkan tiga benda padat yang bisa dapat dicairkan?" Tanya sang guru.

Semua murid kompak mengangkat tangan mereka, tapi buk Wati lebih tertarik dengan Cadenza. Karna gadis itu juga murid baru. Maka dari itu buk Wati ingin mengetahui jawaban dari Cadenza.

"Cadenza, silahkan."

Cadenza berdiri lalu berdehem beberapa kali. Melirik seluruh orang lalu gurunya.

"Hmmm, benda padat yang dapat dicairkan adalah, BPKB, sertifikat tanah, emas," jawan Cadenza berhasil mengundang gelak tawa semua orang.

"CADENZA! Jawaban macam apa itu?" Hardik sang guru menatap marah Cadenza yang cengengesan.

"Itu jawaban saya buk, kenapa buk? salah? Perasaan jawaban saya benar buk," jawab Cadenza.

"Benar banget jawaban lo, Za. Mantap." Rani mengacungkan jempolnya kearah Cadenza seraya cekikikan.

"Nah, Benar kan? Kok buk Wati marah?" Tanya Cadenza pada semua orang sembari menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Sang guru hanya bisa geleng-geleng kepala. Mau marah tapi suara bell menghentikannya. Buk Wati yang masih jengkel melirik tajam Cadenza lalu mengemasi barang-barangnya kemudian pergi tanpa pamit.

"Dasar murid jahanam!" Umpat buk Wati saat keluar pintu kelas.

..........

"Udahlah, Nar. Maafin aja. Cewek itu," ujar Riski menepuk pelan bahu Raynar yang sedang duduk diatas motor.

"Diam lo!" Sentak Raynar menatap tidak suka Riski.

"Kaya cewek lo! Marah marah mulu!" Celetuk Riski lalu tertawa.

"Sekali lagi lo ngomong, gue lipat lidah lo!" Ancam Raynar berhasil menghentikan tawa Riski diganti dengan cengengesannya.

"Ampun bos." Riski menyatukan kedua telapak tangannya kearah Raynar.

"Ingat! Kakak lo cewek, nggak seharusnya lo mau nyakitin cewek!" Peringat Raina.

"Gue bilang KALIAN DIAM! Bisa? Emang siapa yang mau nyakitin dia hah?" Tanya Raynar menatap jengkel Raina yang berdiri dihadapannya.

Keempat sahabat Raina terpaksa diam. Sudah sangat lelah membujuk Raynar yang sangat bebal ini untuk tidak berurusan lagi dengan gadis yang bernama Cadenza itu. Mereka saat ini sedang berada didepan pagar duduk diatas motor mereka masing-masing. Raynar sengaja menunggu Cadenza ditempat ini agar gadis itu tidak ada peluang untuk kabur.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang