Semua menoleh kearah Cadenza yang baru turun dari tangga menuju meja makan. Liza dan Caera seketika mengentikan perbincangan yang mereka lakukan sedari tadi. Begitu juga Dirga tersenyum simpul kepada Cadenza tapi gadis itu membalasnya dengan tatapan dingin.
Cadenza mengambil sebuah apel yang terletak diatas meja kemudian hendak pergi tapi tangannya dicekal Liza.
"Sarapan dulu baru, Enza pergi sekolah," ujar sang bunda dengan lembutnya. Tapi respon yang diterima wanita itu berbanding terbalik.
"Sarapan nggak sarapan, nggak ada urusannya sama bunda," jawab Cadenza menarik tangannya kasar.
Liza menatap putrinya sayu, sedih tentu saja ia rasakan saat ini."Jangan ngomong gitu nak, bunda nggak suka dengarnya." Liza mencoba meraih tangan Cadenza lagi tapi gadis itu dengan cepat menjauhkannya.
"Udah lah bunda." Cadenza menghela nafas menahan emosi."Aku mati atau nggak! Nggak ada peduli juga!"
"ENZAA!" teriak Liza murka. Wanita itu bangkit dengan nafas tercekat menatap nyalang Cadenza.
Melihat hal itu Dirga dan Caera juga ikutan berdiri. Dirga panik sendiri melihat amarah sang istri. Caera menghampiri bundanya mengelus pundak milik Liza guna menenangkan wanita paruh baya itu.
"Ngomongnya yang lembut sama anak, Bun. Jangan kasar gitu apalagi ngebentak," tegur Dirga.
Cadenza menyerkah air matanya. Tentu saja ia sedih melihat sang bunda yang baru kali ini membentak dirinya. Pandangan gadis itu teralih ke arah Dirga. Ia menatap nanar ayah tirinya itu, tersenyum getir.
"Anda jangan ngomong seolah anda merima saya dirumah ini! Saya tahu anda merasa keberatan kan, saya tinggal disini?"
"ENZA!" Caera berteriak membuat perhatian teralihkan padanya. Gadis itu. Berjalan menghampiri Cadenza."Nggak ada sopan satunnya Lo kalau ngomong sama orang yang lebih tua. Hormat dikit sama papa gue bisa?"
Cadenza berdecih meletakan tas biolanya diatas meja makan."Papa lo bukan papa gue kan, jadi jangan harap gue bakal hormat sama dia," tunjuk Cadenza pada Durga tapi arah tatapannya masih ke Caera.
Plak!
"BUNDA NGGAK PERNAH NGAJARIN KAMU NGGAK SOPAN KAYA GITU, CADENZA!" teriak Liza setelah melayangkan tamparan tepat di pipi kiri Cadenza
"Udah, Bun. Tenang." Dirga berlari menahan tubuh istrinya yang ingin mendekati lebih dekat lagi ke Cadenza. Istrinya saat ini sedang dikendalikan oleh amarah, kalau dibiarkan saja akan fatal akibatnya.
"Lo nggak papa?" Caera meraih wajah adiknya, melihat adiknya sudah menangis dengan pipi sebelah kirinya sudah memerah. Akibat tamparan keras dari Liza.
"LEPASIN GUE SIALAN!" sentak Cadenza mendorong Caera. Untung saja ada Dirga yang menahan tubuh Caera kalau tidak punggung gadis itu bisa saja mengenai ujung meja.
"ENZAA!" Bentak Liza diiringi dengan tangisannya.
"CUKUP!" teriak Dirga yang sudah tidak dapat menahan emosinya lagi."Kalau sikap kamu terjadi karna masalah tunangan itu, saya bisa batalkan itu."
"Tapi, Pah," protes Liza.
Dirga mengarahkan lima jarinya pada Liza, meminta istrinya itu untuk diam dulu. Kemudian pria paruh baya itu beralih lagi ke Cadenza.
"Saya bisa batalkan, asal keluarga ini tenang," lanjut Dirga.
Cadenza berdecih kemudian tertawa hambar, membuat yang lain bingung."Apa bisa ucapan seorang sahabat yang mengkhianati sahabatnya bisa dipercaya?"
"Gue bilang yang sopan kalau ngomong sama papa gue!" Sentak Caera mencengkam kuat lengan Cadenza.
"Lo diam!" Balas Cadenza menarik kasar tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAYNAR ( Selesai )
Teen Fiction( FOLLOW SEBELUM MEMBACA ) JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN KOMENYA. Tentang Raynar ketua geng Knights. Cowok anti penolakan. Apapun bisa ia dapatkan terutama para gadis gadis. Hanya karna ia tampan dan kaya. Temperamental adalah sikap buruk yang tidak pe...