0 : 2

63.2K 4.8K 85
                                    

Cadenza Shira gadis yang akrap disapa Enza itu baru saja menyelesaikan pelajaran matematika dihari pertama masuk ke sekolah barunya. Gadis itu menutup bukunya lalu memasukkan kembali ke dalam ranselnya.

"Kantin bareng yok?" Tawar Rani teman sebangku Cadenza.

"Oke," jawab singkat Cadenza.

Rani yang girang menarik tangan Cadenza.

"Za, lo kenapa bisa pindah kesini?" Tanya Rani berjalan beriringan dengan Cadenza menuju kantin. Ia melirik sekilas Cadenza yang hanya diam saja.

"Za, Cadenza!" Sentak Rani menarik tangan Cadenza.

"Apa?" Tanya Cadenza dengan setengah emosi. Pertanyaan yang diajukan teman barunya ini sangat tidak penting bagi dirinya. Karna itu ia hanya diam saja. Tapi tarikan tangan Rani membuatnya kesal. Kini gadis itu tahu kalau teman barunya ini adalah gadis yang kepo akut.

"Gue tadi nanya! Kenapa lo bisa pindah kesini? Gue dengar lo dari Bandung, kenapa nggak sekolah dibandung aja?" jelas Rani

Cadenza berdecak kesal."Suka suka gue lah!" Jawab Cadenza asal. Setelah ia ia memilih diam membuat Rani penasaran dengan sosok teman barunya ini yang wajahnya jutek tapi pendiam.

"Pendiam amat jadi orang lo!"

"Eh dengar!" Cadenza menghentikan langkahnya begitupun Rani."Masa iya baru kenal udah gue ajak gibah lo! Nggak mungkin kan?" Sentak Cadenza melanjutkan langkahnya.

Rani mengigit gigihnya menahan kesal. Padahal dirinya bermaksud ingin lebih akrap dengan Cadenza. Tapi Cadenza seperti menutup diri darinya. Udah gitu salah sangka lagi, gadis itu bukan pendiam melainkan tengil auzubilah.

Mata Cadenza memicing saat melihat seseorang yang sedang berjalan menuju toilet.

"Ran, gue ke toilet bentar," ujar Cadenza, tanpa menunggu jawaban Rani gadis itu langsung berlalu pergi.

Cadenza mempercepat langkahnya saat melihat orang itu hendak memasuki toilet pria. Dengan kasar gadis itu menarik tangan orang itu untuk mengikutinya.

"LEPASIN GUE!" Sentak pria itu menarik kasar tangannya.

Cadenza menghela nafasnya lalu menatap sendu pria itu."Bilang sama gue...... Kalau itu semua nggak benar, kak."

Pria itu tidak menjawab dan hanya tersenyum miring menatap Cadenza yang mulai menangis.

"Kenapa?" Cadenza memukul dada pria itu."Kenapa harus kakak gue, Kenapa? Kak Arik?" Tangisan Cadenza tidak bisa dibendung lagi. Air matanya tumpah sejadi-jadinya. Arik pria yang ia cintai sedari kecil sudah tidak mencintainya dan lebih memilih kakaknya. Dengan alasan tidak mau LDR-an.

"Dengar ya, Za. Cinta gue ke lo dulu itu cuma main main. Karna kita masih kecil jadi gue kira gue cinta sama lo yang selalu ada buat gue. Tapi gue salah dan gue sekarang udah nemuin cinta gue, yaitu Caera!" Jawab Arik kemudian berlalu pergi meninggalkan Cadenza yang masih menangis.

"Kenapa harus kakak gue? Kenapa harus dia yang ngambil lo dari gue?" Lirih Cadenza menatap kepergian Arik.

Mungkin benar kata Arik, sebuah kata cinta yang tumbuh disaat kita masih dikatakan masih kecil itu hanya main main semata. Tapi Cadenza tidak, ia sangat tulus kepada Arik. Sangat mencintai pemuda itu.

Andaikan Arik dan Caera mengatakan dari awal pasti Cadenza tidak akan sehancur ini. Fakta yang paling menyakitkan ini ia ketahui saat gadis itu baru tiba di Jakarta setelah lima tahun berada dibandung bersama almarhum ayah dan neneknya. Terlebih lagi Cadenza mendapat fakta itu bukan dari pendengarannya saja tapi dari pengelihatan dirinya saat melihat kakak dan Arik sedang bersama.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang