4 : 0

36K 2.7K 72
                                    

Melirik sekilas dan langsung membuang muka itulah yang dilakukan Cadenza saat melihat Raynar dan para sahabatnya sedang berdiri di parkiran motor dan tengah melihat dirinya yang berlari menghampiri Caera.

"Lo kenapa sih?" Tanya Caera risih saat adik tengilnya itu memeluknya secara tiba-tiba. Malah pelukannya kearah leher dan terasa sekali tangan adiknya itu mencekik lehernya dengan erat.

"Gue kangen sama lo," jawab Cadenza sambil cengengesan menatap kakaknya sekilas lalu menyembunyikan wajahnya di bahu gadis itu.

"Najis!" Sentak Caera mencoba mendorong tubuh Cadenza agar menjauh darinya. Namun pelukan yang terlalu erat itu malah membuat dirinya makin tersiksa apabila ia melawan."Lo mau bunuh gue? LEPASIN GUE, ANJIRR!" teriaknya seraya menepuk kepala Cadenza.

Cadenza meringis menahan sakit dikepalanya. Biarlah rasa sakit ini ia tahan yang penting tidak melihat atau bertemu Raynar untuk saat ini. masalah kemarin membuatnya sangat lah malu. Ingin rasanya ia menghilang dari bumi ini saat mengingat kejadian semalam.

Cadenza mendongak lalu menahan tangan kakaknya yang sedari tadi asik memukul kepalanya itu"Kakakku sayang, ayo ke kelas." Cadenza tersenyum kembali menyembunyikan wajahnya di bahu kakaknya itu. Ia tidak memperdulikan tatapan aneh dan beberapa orang pada dirinya.

"Kesambat apaan lo?" Caera menggelengkan kepalanya heran dengan sikap aneh adiknya itu pagi hari ini. Namun walaupun begitu ia membiarkan Cadenza nemplok di tubuhnya seraya berjalan menuju kelas. Walaupun Caera kesusahan untuk berjalan.

"Enza, kenapa? Aneh banget tu anak!" Riski menepuk pundak Raynar bermaksud bertanya pada cowok itu.

Raynar mengedikkan bahunya menjawab pertanyaan ditanya Riski itu. Ia tidak tahu pasti kenapa sikap Cadenza seperti itu. Kalau gadis itu marah tapi ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun pada gadis itu. Apa mungkin karna masalah kemarin malam.

"Udah kaya cupang diadu aja tuh kakak adek!" Cibir Raina melihat kearah Caera dah Cadenza yang saling berpelukan sambil berjalan.

"Bukan cupang, Na. Tapi teletabis!" Koreksi Riski seraya terkekeh geli.

"Lo apain lagi?" Kelima remaja itu langsung menoleh kearah Panji yang tiba-tiba saja berbicara.

"Nggak! gue apa-apain!" Jawab Raynar agak ketus. Mengerti sekali pertanyaan Panji, namun ia tidak senang mendengar pertanyaan itu.

"Samparin, Nar!" Seru Dimas seraya memukul bahu Raynar.

"Nggak ah," tolak Raynar membuat semua orang kaget. Tumben sekali Raynar mengatakan tidak kalau sudah membahas Cadenza.

"Loh.... Kok nggak mau?" Tanya Raina serius. Gadis itu mendekati Raynar lalu menatap wajah Raynar yang tampak aneh."Lagi berantem lo sama, Enza?" Terkanya.

"Nggak!" Jawab Raynar acuh.

"Terus, kenapa kalian saling menjauh kaya gini?" Tanya Dimas yang juga melihat gelagat aneh Raynar.

Raynar menghela nafas kasarnya lale menunjuk kearah Caera."Gue malas berurusan dengan dia!" Ungkap Raynar yang ahkirnya jujur.

"Lo takut sama, Caera?" Tanya Ikhsan menatap remeh Raynar."Cemen lo!" Cibirnya.

Raynar mendelik dan sebuah tabokan keras dari tangan Raynar melayang kearah kepala Ikhsan."Gue bukan takut! Enak aja lo. Gue malas aja harus adu bacot ama cewe. Coba aja kakak, Enza, cowok.... Udah gue terobos! Kalau adu bacot gue mundur tapi kalau adu otot, gue jabanin!" Jelas Raynar dengan menggebu-gebu tidak terima sekali ia diremehkan.

"Mau gue tolong nggak?" Tawar Raina.

"Boleh," jawab Raynar dengan semangat dan senyuman sumringah.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang