3 : 1

34.7K 3.3K 249
                                    

Panji berjalan pelan mengikuti langkah Cadenza dari belakang. Hampir setengah jam mereka berdua seperti ini. Namun perjalanan yang dituju dengan berjalan kaki, Seperti tidak tahu tujuan yang akan di tuju. Saat pergi dari markas tadi, Cadenza sama sekali tidak be berbicara dengan lagi. Saat Panji menaiki motornya menunggu Cadenza untuk naik juga, gadis itu malah melewatinya saja.

Panji bisa melihat punggung gadis itu bergetar dan suara tangisnya juga terdengar memilukan. Hanya bisa diam ia lakukan saat ini. Ia mengerti bahwa Cadenza saat ini butuh waktu sendiri untuk menumpahkan segala tangisan dan beban yang ia tanggung hari ini.

"ENZAA!" teriak Panji berlari mengejar Cadenza yang tiba-tiba saja berdiri ditengah-tengah jalan. Panik saat saat dari ujung arah berlawanan sebuah mobil melaju kencang.

"LO NGGAK BOLEH KAYA GINI" teriak Panji saat berhasil menarik Cadenza hingga ke tepi jalan. Cowok itu langsung memeluk erat gadis yang dalam keadaan yang sangatlah hancur saat ini.

"Gue mau mati!" Lirih Cadenza tidak membalas pelukan Panji. Ia malah berusaha melepaskan pelukan cowok itu.

"Nggak! Nggak boleh, Za." Panji menggeleng sambil terus memberikan ketenangan untuk gadis itu melalui pelukannya.

"Nggak ada yang sayang sama gue, gue nggak mau hidup lagi, hiksss." Cadenza ahkirnya balik memeluk Panji. Menumpahkan tangisan di bahu cowok itu.

Panji mengeram tidak kuat mendengar tangisan seseorang yang ia sayangi. Tangannya terkepal saat mendengar dan merasakan kesedihan yang dialami Cadenza. Panji itu hanya bisa mengusap rambut belakang Cadenza.

"Gue sayang sama lo, gue, Za. Masih ada gue," ujar Panji menangkup wajah Cadenza. Jempolnya bergerak menghapus air mata gadis itu.

Cadenza menggeleng lirih menatap lekat Panji."Lo........ Sayang kakak gue!"

Panji menghela nafas pelan."Iya." Jawabnya."Gue sayang sama, Caera, cinta sama dia. Tapi gue sayang lo juga, karna lo adek gue," koreksinya.

Air mata Cadenza semakin deras saja saat mendengar suara Panji yang mengatakan hal yang amat berharga baginya. Ia melihat mata cowok didepannya ini sangatlah tulus saat mengucapkan hal itu.

"Lo nggak ingat janji lo, Za?" Tanya Panji dan Cadenza mengangguk."Janji selalu ada disamping gue, lo itu orang yang buat gue bertahan disaat laki laki yang menjadi pelindung gue dan mama pergi ninggalin kami berdua."

Panji dan Cadenza saling mengingatkan disaat mereka berumur tujuh dan enam tahun. Disaat itu adalah pertemuan pertama mereka. Disaat itu juga papa dari seorang Panji pergi meninggalkan dirinya dan mama tercinta akibat kecelakaan pesawat. Saat itu mama Arik, bunda Cadenza dan mamanya akhirnya kembali bertemu sebagai sahabat lama, mereka saling menguatkan.

"Maaf." Panji menunduk menahan tangis."Maaf, Za. Gue gak nepatin janji gue buat jagain lo, gue tau lo hari ini hancur, semua orang nyakitin lo. Maaf karna gue nggak ada disaat itu. Gue jadi cowok pengecut yang nggak nepatin janji, dan lebih milih menyendiri dalam kamar."

Panji tau hari ini Cadenza banyak sekali mendapatkan masalah, mulai dari pelecehan yang ia terima. Masalah besar dan ujung-ujungnya bundanya marah pada gadis itu. Untuk itu, ia mengutuk dirinya sendiri.

"Lo nggak salah," sangkal Cadenza membuat Panji mendongak menatapnya sayu."Lo sama kaya gue saat ini. Lo hancur saat mendengar kabar pertunangan mereka. Gue ngerti itu."

"Gue gak hancur, tapi gue bahagia ngeliat orang yang gue cinta dan sayang bakal bahagia. Walaupun kebahagiaan itu bukan sama gue." Panji memaksakan diri untuk tersenyum lebar. Tapi bukan kebahagiaan yang Cadenza lihat tapi rasa putus asa.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang