3 : 4

36.7K 3.1K 305
                                    

"Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" Seru Liza menjawab tegas permintaan atau lebih tepatnya pertanyaan yang di lontarkan Mia. Raut wajah Liza yang awalnya sedih langsung berubah marah saat mendengar penuturan dari sang mantan ibu mertuanya itu.

"Saya tidak butuh persetujuan dari kamu!" Balas Mia."Saya tidak butuh itu! Hari ini saya bisa pastikan cucu saya akan saya bawa ke Bandung!" Tegas Mia berniat ingin masuk kedalam ruangan Cadenza tapi tangannya langsung dicekal Liza.

"Ibu mau kemana hah? Saya tidak mengizinkan ibu bertemu putri saya!" Liza menatap marah Mia dengan air mata yang dengan air mata yang masih saja berderai.

"Lepaskan saya!" Mia menyentakkan tangannya."Saya tidak sudi disentuh dengan wanita kotor seperti kamu!"

"JAGA LISAN ANDA KALAU BICARA DENGAN ISTRI SAYA!" Bentak Dirga menarik tubuh istrinya untuk berdiri dibelakangnya. Ia mulai hilang kendali saat sang istri dihina didepan semua orang.

Karna teriakan Dirga membuat keadaan menjadi mencengkamkan. Semua orang yang awalnya terfokus pada Cadenza langsung berdalih ke Dirga dan Mia. Terkecuali Raynar yang sangat setia memantau keadaan Cadenza dari kaca.

"Saya tidak salah berbicara, untuk apa saya jaga lisan saya?" Jawab Mia. Wanita tua itu menatap Caera dan Liza secara bergantian dengan sinisnya."Wanita kotor yang berselingkuh dengan sahabat suaminya!"

"Anda!" Dirga menahan emosi menunjuk wajah Mia. Nafas pria itu memburu membuktikan bahwa emosinya hampir meluap. Namun untung saja Caera dengan cepat menahan papanya itu."Jaga ucapan anda! Sudah saya tegaskan tadi!" Peringat Dirga.

"Kenapa saya harus takut pada anda? Saya mengutarakan hal yang sesungguhnya." Mia terkekeh sinis melirik kilas Caera."Anak haram ini lebih dipilih oleh wanita kotor ini dari pada, Enza. Cucu saya anak sah dari hubungan pernikahan bukan perselingkuhan!"

Caera terdiam dengan air mata yang tertahan dimatanya. Air mata yang tidak dapat jatuh karena ucapkan seorang yang dulu pernah ia dengar. Ucapan yang tentu saja menyakitkan, ucapan yang membuat rasa benci dan iri dalam dirinya kepada Cadenza. Mata gadis itu melirik kearah Raina dan para sahabat gadis itu. Wajah mereka penuh keterkejutan, ia yakin pasti abis ini berita tentang dirinya akan tersebar.

Raynar juga tentu saja kaget mendengar hal yang ia dengar itu. Namun ia tetap saja fokus pada Cadenza, tidak memperdulikan yang lain. Air mata cowok itu terhenti saat melihat gerakan tubuh Cadenza yang menggeliat cepat.

"ENZA!" teriak Raynar mengalihkan perhatian semua orang.

"Kenapa, Nar?" Tanya Raina panik. Mata gadis itu langsung melihat kearah Cadenza dan seketika kepanikan dan kekhawatiran menjadi satu.

Dirga langsung berlari memangil dokter saat melihat keadaan anaknya itu. Dan tidak lama seorang Dokter dan para perawat berlari menuju mereka. Para petugas rumah sakit itu langsung masuk kedalam ruangan Cadenza.

"Jangan kaya gini, nak. Bunda nggak kuat lihatnya. Bangun, Enza. Bangun....... Hiksss." Liza terisak saat melihat dokter menggunakan alat kejut jantung pada Cadenza. Rasa ingin mati saja ia rasakan saat ini. Ibu mana yang tega melihat anaknya berjuang untuk hidup didepan matanya.

"Nenek datang, Za. Bangun yah, kita rayain ulang tahun, Enza sama sama." Mia memainkan jari jemarinya sambil memantu sang cucu. Wajah wanita memerah menahan sesuatu.

"Tenang, Nar. Tenang." Raina mengelus pundak milik Raynar yang menegang.

Raynar sama sekali tidak memperdulikan suara kakaknya itu. Ia menempelkan telapak tangan kanannya di kaca membayangkan bahwa didalam sana ada dirinya yang sedang berdiri menggegam tangan Cadenza untuk menyemangati gadis itu.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang