3 : 5

38K 3K 232
                                    

Sedari tadi Liza bergerak risau bahkan wanita itu berjalan mondar mandir didepan pintu ruangan Cadenza. Ia khawatir karna Mia saat ini sedang berusaha membujuk putrinya itu untuk ikut ke Bandung bersama manta ibu mertuanya itu.

"Jangan, Bun." Dirga lagi lagi menahan istrinya agar tidak masuk kedalam ruangan. Takut kalau istrinya itu masuk maka hinaan lagi yang akan diterima. Walaupun ia juga khawatir sama seperti istrinya itu.

"Bunda nggak bisa nunggu gini, Pah! Bunda takut dia misahin, Enza lagi dari bunda." Liza bergerak risau seraya memainkan jari jemarinya.

"Percaya sama papah, Enza, nggak akan ninggalin, bunda lagi," ujar Dirga dengan penuh keyakinan. Wajah pria itu menatap mata istrinya dengan hangat dengan maksud menambah keyakinan istrinya dari kata katanya barusan.

Liza menghela nafas mulia sedikit tenaga. Ia mengangguk lirih menjawab perkataan suaminya, namun hati kecilnya tidak dapat di bohongi. Ia melirik Caera dan Arik yang sedang duduk bersama Raynar dan para sahabatnya. Hari ini dua sahabat baiknya tidak dapat menyempatkan untuk datang kerumah sakit.

"Gue lapar banget lagi," ujar Riski seraya memegang perutnya yang sedari tadi keroncong. Pulang sekolah mereka langsung kemari tidak menyempatkan untuk mengisi perut dulu.

"Cari makan yok," ajak Ikhsan yang juga sama keadaannya seperti Riski. Ini semua yang patut disalahkan adalah Raynar. Karna rasa cemburu yang berlebih ke Julian yang juga datang untuk menjenguk Cadenza jadilah ia mengorbankan para sahabatnya dengan datang kesini sebelum Julian datang.

"Gue juga ikut." Dimas bangkit lalu menarik tangan Raina."Ayo, Na. Lo harus makan juga," lanjutnya.

Raina menggeleng."Gue nitip aja," jawabnya.

"Kenapa gitu?" Tanya Dimas yang kembali duduk.

Raina mengarahkan arah pandang ketiga sahabatnya itu ke Raynar."Ini anak bisa aja ngamuk. Bahaya!" Jelas nya.

Karna sedari tadi tatapan intimidasi yang dilayangkan Raynar untuk Julian tidak pernah selesai. Mereka yakin pasti Cowok itu saat ini sedang emosi. Benar kata Raina bisa saja Raynar kapan saja atau sebentar lagi akan menunjukkan tanduknya lalu menyerang Julian.

Dimas menghela nafas lalu tersenyum untuk Raina."Yaudah. Mau apa, hmm?" Tanyanya sambil mengelus puncak kepala gadis itu.

"Apa aja," jawab Raina. Setelah itu tiga sahabatnya memutuskan untuk pergi kekantin.

"Lo lihatin, Caera mulu perasaan." Raina menepuk pundak Panji.

Panji menoleh sekilas pada Raina."Sok tau!" Jawab cowok itu dingin.

Raina menggelengkan kepalanya heran, tidak pernah ia merasakan atau mendengar Panji berbicara lembut padanya. Selalu saja dingin seperti itu. Tatapan gadis itu berdalih ke Raynar yang masih setia menatap tajam Julian.

"Copot entar tuh mata!" Tegur Raina.

"Benci banget gue sama dia!" Ujar Raynar tanpa menoleh ke Raina. Suara Raynar terdengar mengeram marah."Caper banget sama pacar gue!" Lanjutnya. Ingin sekali ia memukul wajah Julian yang sedang berbincang pada Caera dan Arik itu. Pasti sedang membicarakan Cadenza.

Tidak lama seseorang datang menghampiri Liza dan Dirga. Membuat semua orang berdiri melihat orang itu dengan serius.

"Anda jangan bawa anak saya!" Tegas Liza pada orang itu. Seseorang yang berpakaian rapi itu adalah teman Kevandra yang juga seorang pengacara. Ia pasti datang untuk membantu Mia untuk mengambil alih Cadenza dari dirinya.

"Saya juga ingin datangkan pengacara saya. Anda jangan berani-beraninya mengambil tindakan sebelum kuasa hukum saya hadir kemari!" Ancam Dirga pada pengacara itu.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang