5 : 9

30.6K 2.4K 284
                                    

Cadenza tersenyum pada Raynar saat peluru mengenai punggungnya seketika tubuh gadis itu merosot kebawah secara perlahan.

Raynar yang awalnya diam membeku pun tubuhnya tersentak disaat peluru yang satunya lagi mengenai dada kanannya. Tubuh cowok itu pun menyusul tubuh Cadenza yang saat ini sudah terbaring di atas lantai.

"ENZA!" teriak Arik berlari menghampiri kedua orang itu. Arik menggeleng kuat melihat darah Raynar dan Cadenza yang mulai membasahi lantai. Ia langsung berjongkok meraih kepala Cadenza untuk ia letakkan diatas pangkuannya.

"Ja-jangan sentuh Enza gue, Rik!" Ujar Raynar dengan suara lemahnya mulai bangkit untuk duduk lalu merebut kepala Cadenza kemudian ia letakkan diatas pangkuannya.

Julian yang melihat ketiga orang itupun langsung tertawa. Ia ingin menembak Arik tapi sialnya pelurunya habis."SIAL!" teriaknya lalu melarikan diri."Gue gak mau papa tahu! Gue harus pergi dari sini!" Ujarnya tertawa seperti orang gila seraya berlari keluar rumah ini.

Raynar meringis menahan sakit didada kanannya. Ia yang sudah berlinang air mata karna melihat begitu banyaknya darah yang keluar dari tubuh Cadenza."Tahan yah, sayang. Kita kerumah sakihtht, akhhh!" Raynar memegangi dadanya.

"Sa--sa-ki--kiht?" Tanya Cadenza menunjuk dada Raynar. Raynar mengangguk lemah lalu menghapus air mata yang menetes didamping mata Cadenza.

"Kalian harus bertahan. Gue janji bakal pastiin lo berdua baik baik aja!" Tegas Arik yang juga menangis ingin meraih tangan Cadenza tapi Raynar lagi-lagi menghalanginya."Nar! Gue mau gendong, Enza! Kita kerumah sakit sekarang!"

Raynar yang tadinya fokus menatap wajah Cadenza yang mulai pucat pun menoleh kerah Arik."Gue yang bakal gendong pacar gue!" Tekan Raynar. Ia sangat tidak sanggup apabila melihat Cadenza disentuh oleh pria lain selain dirinya.

"Nar!" Tegur Arik yang panik saat Raynar mulia berjongkok dan menarik kedua tangan Cadenza. Bukan bermaksud lain tapi keadaan Raynar saat ini sama dengan Cadenza. Hal itu bisa menghambat proses perjalanan mereka menuju kerumah sakit.

"Gue bisa, Rik!" Jawab Raynar dengan kekegannya. Ia sudah berhasil membawa tubuh mungil Cadenza kedalam gendongannya. Perkataan Raynar itu membuat Arik mau tidak mau harus mengalah.

Lalu dengan menahan mati matian rasa sakitnya ia bangkit lalu berjalan. Hembusan nafas Cadenza yang masih terasa itu membuat semangatnya berkobar. Air mata ketiga orang itu terus mengalir disetiap langkah mereka keluar dari rumah kecil itu.

"Kalau gak kuat, bilang sama gue, Nar!" Ujar Arik dengan suara bergetar. Cowok itu menahan tubuh Cadenza dari belakang karna ia yakin Raynar tidak akan kuat menahan beban tubuh Cadenza saat tubuhnya juga terluka dan kesakitan.

"Gue kuat, Rik! Jangan ngomong dulu! Gue mau hibur, Enza biar dia gak ngerasain sakit!" Jawab Raynar seraya terkekeh seolah-olah ia tidak apa apa. Ia tidak mau Cadenza yang terluka itu memikirkan dirinya.

"Kita mau kemana, Anar?" Tanya Cadenza seraya meringis memeluk pundak Raynar dengan eratnya.

"Kemana aja, yang penting sama kamu, sayang." Raynar menutup mata karna rasa sakit yang ia tahan mulia terasa sangatlah menyakitkan. Ia ingin sekali menutup mata saat ini. Untung saja Raynar melihat sebuah danau dan ia langsung melangkah kesana.

Raynar menurunkan Cadenza secara perlahan dibantu oleh arik. Setelah Cadenza berbaring kearah samping dengan sempurna diatas rerumputan itu ia juga ikut berbaring disamping gadis itu. Tubuhnya sudah tidak kuat saat ini. Arik pun juga sama ia juga ikut berbaring menjadikan Cadenza ditengah-tengah mereka.

"Ngapain berhenti disini? Kita harus kerumah sakit secepatnya!" Ujar Arik yang marah karna kedua orang ini malah melupakan diri mereka dan memilih untuk mengikuti hawa nafsu untuk ke Danau ini.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang