2 : 6

34.8K 2.9K 150
                                    

Senyuman Cadenza perlahan memudar disaat motor yang ditunggangi oleh Raynar perlahan menjauh pergi. Mata gadis itu berkaca kaca mengingat sesuatu. Masih memandangi jalan rumahannya gadis itu ahkirnya meneteskan air mata. Ia menutup matanya menahan tangisan, telapak tangannya menempel di dada menahan rasa sakit.

"Lo selalu ngehibur orang, Za. Banyak orang yang udah lo hibur." Cadenza membuka perlahan matanya, menurunkan tangan dan bergerak membuka pagar rumah."Tapi kenapa hal itu gak bisa lo lakuin buat diri lo?" Cadenza tersenyum tanpa arti kemudian masuk.

"Banyak tamu pasti," gumam Cadenza menyeringit melihat dua mobil berada di halaman rumahnya. Gadis itu pun melangkah memasuki rumahnya.

Saat didalam rumah gadis itu melihat kakaknya sudah duduk sambil memakan cemilan di ruang tamu. Arik dan Julian juga bergabung. Julian tampak serius mengobrol dengan Liza.

Perhatian mereka semua langsung teralihkan pada Cadenza yang berjalan dengan santainya menuju tangga tanpa menyapa mereka.

"Enza," panggil Liza, seketika langkah Cadenza berhenti menoleh kearahnya.

"Apa bunda?" Tanya Cadenza menatap Liza malas. Ia melirik ke arah Julian sedang tersenyum manis padanya.

"Hai, Za," sapa Julian melambaikan tangannya.

"Enza, ganti baju dulu bunda," ujar Cadenza tanpa membalas sapaan Julian. Seketika senyuman Julian memudar dan Cadenza melihat hal itu tapi ia sama sekali tidak peduli. Keadaannya saat ini tidak memungkinkan untuk ramah atau sok asik pada siapapun.

"Tunggu dulu," cegah bunda."Sini duduk samping bunda, ngobrol sama, Julian. Dia nungguin, Enza, dari tadi siang," jelas Liza.

"Tapi Bun," tolak Cadenza,"Enza capek, mau istirahat," Cadenza berniat pergi tapi lagi lagi Liza menghentikan langkahnya.

"Udah, Enza, bunda minta duduk. Bukan joging. Jadi nggak akan capek. Malahan capek hilang karna duduk," balas Liza bersikeras.

Mau tidak mau Cadenza menurut. Gadis itu membuang nafas panjang bergerak menghampiri Liza dan yang lain. Mengalah dari pada berdebat dengan seseorang yang sudah tentu akan menang darinya.

Senyuman Julian mengembang saat mendapati Cadenza sudah duduk disampingnya. Cowok itu menggeser duduknya agak sedikit dekat dengan Cadenza setelah melihat Liza dan Caera memberikan lampu hijau untuk nya.

"Dari mana aja lo? Baru pulang jam segini!" Cerocos Caera memukul pelan paha Cadenza. Ia masih kesal dengan kejadian tadi.

"Apaan sih lo!" Sentak Cadenza mengelus pahanya."Sakit, bunda," adu nya manja.

"Caera!" Tegur bunda.

"Biarin, Bun. Dia bandel kalau disekolah, nggak pernah dengerin Kakak, Bun. Selalu aja ngelawan. Tadi aja dia lebih milih pergi sama geng berandalan dari pada sama kakak, Bunda," jelas Caera panjang lebar. Menumpahkan segala kekesalan yang ia pendam selama ini akibat ulah adik tengilnya itu.

"Malu boss udah gede masih aja caper!" Cibir Cadenza berhasil mendapatkan cubitan keras dari Liza di pahanya.

"Sakit bunda!" Gerutu Cadenza, ia sudah seperti korban aniaya. Gadis itu menghentak kakinya kesal menatap sinis Caera.

"Benar yang dibilang kakak? Kamu kaya gitu disekolah? Bunda dengar kamu sering main sama geng motor disekolah itu!" Tanya Liza bertubi tubi."Enza, bunda gak suka kamu kaya gitu yah! Gak suka!" Seru Liza memukul pelan berulang kali lengan Cadenza.

"Udah Tante, mungkin Cadenza masih nggak tahu apa yang dia perbuat, maklum masih tahap pubertas," cegah Julian menarik tangan Cadenza agar dekat padanya. Bermaksud agar pukulan Liza tidak mengenai tubuh Cadenza lagi.

RAYNAR ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang