Part 20

1.4K 60 0
                                    

Warning typo bertebaran readers!!

Angin sepoy sepoy menembrangkan rambut alinka yang tidak diikat, ia saat ini berada dilantai paling atas bersama saga. Namun saga membelakanginya,.

"Waktu itu, kenapa lo bisa ada dirumah om bima? dan manggil dia ayah?". Ucapan saga membuat alinka menegang, saga membalikkan tubuhnya.

"itu kamu gak perlu tau saga", ucap alinka menatap saga dengan pandangan yang sulit diartikan.

"gue perlu tau karena lo adalah pegawai gue dicaffe ini, data data lo belum cukup". Bohongnya, maafin saga Ya Allah ucapnya dalam hati. Saga mengucapkan itu karena ia merasa ada yang aneh saat pesta itu, bima terlihay sangat marah ketika alinka berada disana tapi alinka memanggil bima ayah, saga juga seringkali mendapati alinka pergi kesekolah dengan luka memar dibagian tubuhnya seperti tangan, kaki dan wajahnya. Pernah saat dikanti telinganya tak sengaja menangkap ucapan sahabat alinka 'ini pasti karena keluarga lo lagi kan lin?' kebetulan saat itu meja ia dan alinka hanya berjarak satu meja saja jadi otomatis ia mendengar semua percakapan mereka, saga ingin tak peduli namun entah kenapa nalurinya mengatakan bahwa ia harus membawa alinka dari kegelapan itu.

"Apa? Tapi bukannya-",

"jawab pertanyaan gue! Jangan mengelak alinka". Alinka meneguk ludah kasar, ia menatap saga dengan raut kesedihan yang mendalam. Saga yang melihat itu mendekat pada alinka,

"Jawab pertanyaan gue!",

"Bima adalah ayahku, dan aku berada disana karena itu rumahku". Ucapan alinka sukses membuat saga mengerutkan keningnya,

"Lo anak angkat om bima?", alinka mendongak.

"Aku anak bungsu dari ayahku dan bundaku yang sudah meninggal saga, apalagi yang mau kamu tau?". Alinka menahan sesak didadanya ketika mengatakan itu,

"ah maaf gue gak bermaksud, tapi setau gue om bima cuma punya tiga anak dan itu semua laki laki. Makanya gue gak tau",

"Iya ngga papa kok, wajar aja saga karena ayah gak pernah anggap aku dikeluarganya". Sedetik kemudian ia menutup mulutnya, saga terdiam mendengar ucapan alinka.

"Umm.. Itu gak usah kamu fikirkan, maksid aku ayahku adalah ayah terhebat didunia, dia sangat sayang sama aku, tadi aku cuma keceplosan karena aku lagi kesal sama ayah soalnya hehe", ucap alinka dengan kekehan diakhirnya. Tapi saga tidak terpengaruh dengan semua itu, entah mengapa ia ingin sekali memeluk tubuh ringkih itu, pundaknya seakan memikul banyak beban, dan entak kenapa saga ingin menjadi sandarannya, mengusap air matanya, ia tau alinka sedang menahan air matanya agar tida keluar.

"Kalau gitu aku lanjut kerja ya, permisi". Alinka meninggalkan saga yang berfikir keras tentangnya, tentang ia ingin menjadi sandarannya, tiangnya, entah mengapa saga selalu terhipnotis dengan mata coklat alinka yang meningatkannya pada gadis kecilnya lila.

                            ****

Alinka berlari ketoilet, ia menguncinya dari dalam.

"hiikkss.. Hiikkss bunda, in inka rindu bunda hikss". Entah mengapa melihat saga ia merasa ingin memeluknya dan menyurahkan segala keluh kesahnya, ia merasa dekat dengan pangeran kecilnya gaga. Tapi ia juga sangat merindukan bundanya, rasanya tidak sabar hanya sekedar melihat wajah cantik sang bunda.

*tookk tookk tookk...

Alinka buru buru menghapus air matanya, ia membasuh wajahnya lalu membuka pintu toilet.

"Eh alinka, mbak kira tadi siapa ada suara orang nangis kamu kenapa lin?", ucap seorang wanita yang juga akrab dengannya tapi tak seakrab dengan savita namanya mela.

"eh mbak mel, itu tadi mata aku kelilipan terus perih banget jadi aku nangis ini".

"yaampun lin kenapa bisa? Coba sini mbak lihat matanya".

"eh enggak papa mbak, mata alinka udah sembuh kok cuma merah merah yakan mbak?". Mela mengangguk sambil terus menatap iba mata alinka,
"Lainkali kamu kalau lagi bersihin atap harus pakek kacamata ya biar debunya ngga masuk kemata lin", ucap mela dengan khawatir.

"iyaa mvak makasih ya, aku mau lanjut kerja lagi deh mbak".

"yaudah hati hati loh lin",

"iyaaa mbaak mel".

                    
                            *****
Saat ini saga berada diruangannya, ia menatap foto seorang gadis berusia lima tahun dengan senyum lebar.

"Kamu dimana la?, pasti kamu cantik banget sekarang dari kecil aja cantik apalagi udah gedenya ya hehe, jadi gak sabar pengen nemuin kamu dimana la". Saga memeluk foto itu sambil memejamkan matanya, mengingat masa kecilnya dengan lila.

"Gaga pelan pelan dolongnya ih! Lila takut jatuh", teriak seorang gadis kecil itu rambutnya diikat dengan sebuah pita cantik.

"Hahaha... Kan biar kamu cepat bisa lila, ayok kayuh sepedanya!". Anak laki laki itu terus mendorong sepedanya sampai sepeda itu menabrak sebuah batu dan brruukk...

"Awwh.. Hikss gaga sakit hiks..", anak laki laki itu berjalan dengan panik.

"lila maafin gaga, gaga ngga sengaja".

"hikss.. Gaga lutut lila beldalah huaaa.. Bundaa sakitt huuu...", gaga menatap ngeri lutut lila yang berdarah. Gaga berjongkok didepan lila,

"ka kamu ngapaim hikss",

"ayok naik kepunggung aku lila",

"ngga ma mau Hikss nanti punggung gaga sakit hikss",

"ngga kok gagakan kuat, udah ayok naik". Lila menaiki punggung kecil itu, dan gaga langsung menggendongnya dengan ringan. Tubuh gadis kecil itu sangat ringan seperti tidak pernah dikasih makan berbulan bulan.

Mereka sampai disebuah warung kecil, anak laki laki itu mendudukkan lilanya ditempat duduk.

"Buu beli obat buat luka!", ucapnya. Ibu warung itu menyerahkan hanspalast dan betadine pada gaga,

"aduh temennya kenapa dek?", tanya ibu warung.

"lila tadi belajal sepeda tapi jatuh", jawabnya ia segera menghampiri lila yang sedang meniup niup lututnya.

"ini kapasnya dek, sini atuh biar ibu aja yang obatin".

"ngga biar gaga aja yang obatin lutut lila, makasih ya bu". Ibu itu mengangguk,

"yaudah kalo gitu",

"tahan bentar ya lila", lila mengangguk pelan.

"Aww... Gaga pelan pelan lutut lila pelih banget hikss".

"ini ngga akan sakit kok, sakitnya cuma sebentar ila" anak laki laki itu meneruskan aktivitasnya, sampai ia menempelkan hansaplat bergambar kucing dilutut lila.

"nah selesai,"

"makasih ya gaga, lila sayang gaga".

"iya sama sama, gaga juga sayang lila". Mereka tersenyum lebar.

Tak terasa saga tertidur setelah mengingat masa indahnya bersama lilanya.

ALINKA (END) {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang