Part 26

1.1K 58 2
                                    

Saat alinka hendak membuka pintu kamarnya, seseorang memanggilnya dengan keras membuat ia mengurungkan niatnya.

"Iya ayah ada apa?", bima berjalan menghampiri alinka dengan raut tak bersahabat.

"SINI KAMU!!!",

"Aww.. Ayah lepasin tangan inka sakit yah, ayah lep-",

*Plllaakk...

Wajah alinka tertoleh kesamping dengan mata yang berkaca kaca,

"Beraninya anak sialan seperti kamu menampar anak saya hah?!", dahi alinka mengerut.

"T tapi aku gak nampar kak zalvin atau kak revan ayah", elaknya. Bima hendak menampar alinka tapi sebuah suara mengintruksinya.

"AYAH JANGAN!!", alinka tersenyum miring. 'jadi dia? bikin drama kayak gini? bukan manusia banget'ucapnya dalam hati.

"Ayah aku nggak papa kok yah, dea mohon jangan siksa alinka yah". Ucapanya dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata,

"Jadi kamu yang udah nuduh aku nampar anak ayah itu? Licik juga permainan kamu dea, kamu sama aja dengan mama tiriku, lagian kamu itu hanya orang baru disini, kalau kamu mau nyari perhatian mereka gak gini caranya picik", dea menangus tersedu sedu mendengar ucapan alinka. Sedangkan bima mengepalkan kedua tangannya menatap alinka penuh benci.

"Hikss ak aku ng nggak bohong alinka hikss ka kamu nampar aku gara gara hikss kak zalvin sama kak revan lebih sayang aku daripada kamu hikss i itu yang kamu bi bilang disekolah tadi hikss". Alinka menatap dea dengan datar,

*brruukk..

*Duugghh....

"KAK ZALVIN, KAK REVAN!!".

"Selain ngadu sama temen temen lo itu, lo juga so polos hah supaya keliatannya lo yang tersakiti gitu?! Dan sekarang lo juga nampar adek gue dasar sialan!!!",

*Dduughh..

Sekali lagi revan menendang kepala alinka, sehingga sang empu meringis menahan sakit.

"Hiikkss... Kak revan, kak zalvin, aku gak pernah nampar dea!! Aku juga ngga so polos justru perempuan itu yang so polos dia ingin mengadu dombakan aku dengan kalian kak!! Hiikss...", zalvin menjongkok dan mencengkram rahang alinka.

"Berani lo ngomong kayak gitu? Lo harus inget posisi lo dirumah ini, lo itu ibarakan sampah alinka, yang beruntungnya keluarga ini pungut". Ucapnya, zalvin menatap alinka dengan tajam.

"Zalvin lepaskan dia, biar ayah yang urus anak tidak berguna ini". Ucap bima dengan nada dingin, zalvin melepas cengkramannya.

"A ayah mau ngapain?", ucap alinka terbata saat ayahnya mengayunkan sabuknya dihadapannya.

"Menghukum anak tidak berguna",

"Ayah alinka mohon yah jangan sekarang, tubuh inka lagi ngga kuat nerima siksaan dari ayah". Ucap alinka sambil menundukkan kepalanya, ucapa alinka sedikit menyentil hatinya namun ia singkirkan itu.

*Trasshhh...

"Saya tidak peduli mau tubuh kamu sehat atau tidak, hukuman adalah hukuman". Alinka mengatupkan bibirnya menahan perih dipunggungnya, revan dan zalvin yang melihat alinka dicambuk oleh bima untuk pertama kalinya merasa iba saat melihat raut kesakitan dari wajahnya, namun mereka juga mengira alinka pantas mendapatkan hukuman itu.

Dea yang berdiri dibelakang mereka tersenyum penuh kemenangan, ia menatap alinka yang juga sedang menatapnya. Dea mengangkat jempolnya keatas, lalu ia turunkan jempolnya kebawah dengan smirknya

"Kamu nggak akan menang dengan cara seperti ini dea, kamu lihat saja kebenaran akan selalu menang daripada kejahatan!!",

"DIIAAMM SIALAN!!!",

*Trasshh...

"Ayah lebih percaya sama dia daripada anak ayah sendiri?", bima terdiam dengan wahah dinginnya.

"Ya saya lebih percaya anak saya dea daripada pembunuh seperti kamu,"

"Ayah alinka anak ayah, dia cuman anak adopsi yahh!!!". Ini pertama kalinya alinka berteriak dihadapan ayahnya sendiri, alinka terdiam.

"Hoo...mulai berani teriak teriak kamu ya?!". Ucap bima, alinka menggelengkan kepalanya dengan rasa takut.

*Trassshhh...

Alinka memejamkan matanya saat sabuk itu mengenai punggungnya dengan sangat keras, ia menatap bima lalu ia tersenyum lembut. Bima yang melihat itu tertegun, 'senyum itu mirip dengan desy' tanpa sadar air matanya menetes.

"Ayah, ayah kenapa nangis?", ucap revan yang melihat gerak gerik ayahnya. Bima menggeleng ia melemparkan sabuknya kelantai dan berlalu kekamarnya, membuat semua orang terkecuali alinka merasa heran.

Zalvin berjalan menuju alinka, ia berjongkok mengelus rambut alinka lalu menariknya dengan kencang.

"Awwhh k kak le lepas sa sakit shh", zalvin menyeringai menatap wajah alinka.

"Kalau lo gak mau menderita dan terus disiksa sama keluarga lo sendiri, gue saranin cepet cepet mati biar hidup lo tenang". Ucap zalvin sambil menekankan kata 'mati' tepat dihadapan wajah alinka, alinka menatap zalvin dengan mata yang redup, zalvin melihat mata alinka entah kenapa ia merasa bertatapan dengan desy bundanya, ia merasa lemah dengan tatapan itu zalvin segera melepaskan tangannya dari rambut alinka ia pergi tanpa menatap alinka.

"Gue juga berharap lo mati secepatnya alinka, supaya orang orang merugikan kayak lo itu berkurang!", ucap revan lalu ia meninggalkan alinka tinggallah dea dan alinka diruang tamu itu.

Dea berjalan kearah alinka yang menatap kearah tembok lantai dua, dea melipatkan kedua tangannya didada.

"Uluh uluh lo denger tadi gak kata kakak kakak kandung lo itu?", ucap dea. Alinka menatap dea dengan datar,
"Mereka gak sayang sama lo bahkan mereka lebih milih gue yang notabennya baru dikeluarga ini, lo denger apa kata ayah lo? Sampah! Lo itu samp-"

*Pllaakk...

"Anj***!! Lo ya!!! Berani lo nampar gue hah?!!! ", dea memegang pipinya yang terasa perih. Ia menatap alinka dengan sorot yang tajam,

"Berani dong, orang kamu bukan tuhan aku, orangtuaku juga bukan. Kamu bukan siapa siapa disini ingat itu dea! dan ya rencana kamu bagus juga, kamu pasti menang deh kalau ikut kontes film antagonis".

"Lo!!-", alinka melihat sbeuah bayangan jangkung dilantai, ia tersenyum tipis.

"Kemenangan kamu hanya sesaat dea, jangan senang dulu. Kamu kira aku takut sama ancaman kamu ya? Sayangnya aku gak pernah takut dengan ancaman ancaman murahan kayak kamu". Ucap alinka ia mencoba untuk memancing emosi dea,

*Pllaakk...

"jadi seperti ini kelakuan anak adopsi kepada putri dikeluarga ini?", ucap seseorang dibelakang sana sambil menekankan 'anak adopsi'.

Dea berbalik, ia membulatkan matanya.

"Kak deon?, i ini bukan yang seperti kak deon lihat kok. Alinka yang nampar dea duluan kak dia-",

"Saya gak lihat memar atau bengkak dipipi kamu, justru saya melihat luka luka ditubuh adik saya alinka". Wajah dea kini pucat mendengar ucapan deon, ia kehabisan kata kata untuk mengelak perbuatannya.

Sedangkan alinka, ia merasakan hangat dihatinya ketika deon mengatakannya adik. Deon menghampiri alinka, ia menggendongnya kekamar alinka.

︶︿︶

ALINKA (END) {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang