Part 48

1K 45 0
                                    


Disini kalian harus siapin mental ya 😭😭😭

*happy reading*

Saga menatap sebuah foto yang berada diponselnya dengan senyum yang tak luntur, ia memperbesar fotonya.

"Gemes banget sih, lila lila gak nyangka gue lo bisa tumbuh se gemes ini". Kekehnya,

"Btw lo nggak berubah dari dulu, selalu ceria dan baik sama orang yang bahkan udah jahat sama lo",

"Kadang gue heran, hati lo terbuat dari apa la".

*Brraakkk....

"EH GOBLOK SUSTER NGOSET!!!",

"Bwhahaha.....", saga menatap datar ke arah kakaknya itu.

Ia mengambil handphonenya yang jatuh kelantai, saga melihat kanan kiri ponselnya.

Untung aja masih mulus, kalau ngga udah gue bejek tuh orang. Ucap saga dalam hati.

"Bisa gak sih bang ketok dulu kalau mau masuk!", gibran berdecak. Ia menidurkan dirinya diatas kasur saga.

"Kagak bisa", saga mendelik kesal.

"Lo ketemu sama temen kecil lo itu ga?", mata sata membulat.

"L-o  tau dari mana?", gibran tersenyum tipis.

"Gue sering denger lo nangis gak jelas pas tengah malem",

"Ngada ngada aja lo, mana ada gue nangis salah denger kali lo". Elaknya, namun raut wajah saga sudah gibran tebak.

"Gak usah gengsi gue nih abang lo gini ginu juga, gue tau apa yang setiap malem lo lakuin".

"Lo nangis nangis sambil lihat foto anak perempuan yang masih kecil, terus bilang gini 'hikss. Maafin gaga ya lila gaga nggak bermaksud buat ninggalin lila dan buat lila kecewa hikss pasti lila marah sama gaga", ucapnya meniru suara saga saat itu.

Saga melempar gulingnya pada gibran, ia menatap kakaknya itu dengan wajah memerah malu ketahuan menangis.

"Diem lo!", gibran terkekeh.

"Punya rasa malu juga lo ga", kekehnya lagi.

"Kalau gak ada rasa malu bukan manusia kali", gibran tertawa mendengar ucapan saga.

"Kenapa ketawa? Gak ada yang lucu", gibran berhenti tertawa.

"Ck lo emang ya gak bisa diajak bercanda orangnya dasar adek lucknut!". Saga mendelik.

"Bye ah gue mau ngampus dulu ada kelas sore",

"Sono lo ganggu aja!". Setelah gibran menghilang saga menggelengkan kepalanya.

****

Alinka yang baru membuang sampah dibuat heran karena keluarganya memakai pakaian rapi dan dhea terlihat memakai dress yang cantik.

"Kalian mau kemana?", bima menoleh sekilas pada alinka.

"Kita mau ke pestanya temen ayah", jawab dhea dengan sedikit senyuman sinisnya.

"Wah aku boleh ikut gak yah?", bima menatap alinka tajam itu membuat alinka menatap ayahnya takut.

"Kamu gak ada hak buat pergi sama saya, kamu itu lebih baik jagain rumah ini aja biar gak ada maling". Ucapnya tegas, alinka terdiam.

"Tapi kenapa yah? Kak revan kak zalvin ikut bahkan dhea, tapi kenapa ayah gak pernah mau bawa alinka pergi sekedar jalan jalan sama kalian, alinka juga anak ayah". Revan mendengus.

"Anak sialan iya", sahut revan.

"Revan jangan ngomong gitu sama alinka!", tegur feby.

"Beda kehadiran kamu membuat saya kehilangan kebahagiaan saya, saya gak mau kamu merusak suasana kebahagiaan keluarga saya lagi". Ucap ayahnya datar, alinka menautkan jarinya ia tersenyum getir.

"Ayah bisa nggak sekali aja anggap alinka sebagai anak ayah? Alinka juga pengen ayah sayang sama inka, bisa nggak sedikit aja ayah nger-",

"TIDAK BISA!",

"KAMU ITU HAMA DIKELUARGA SAYA ALINKA! BAHKAN MENYEBUT NAMAMU SAJA SAYA MERASA JIJIK!",

"KAMU TIDAK PERNAH DIHARAPKAN OLEH SAYA ATAUPUN KELUARGA SAYA!",

"TAPI AKU JUGA NGGAK MAU LAHIR KE DUNIA INI YAH!! AKU GAK MAKSA BUAT KALIAN MENGHIDUPKAN AKU! AYAH YANG BUAT ALINKA ADA DIDUNIA INI! JADI AYAH YANG BUAT ALINKA MENDERITA!".

*PLAAKKK....

"Alinka!", semua mata tertuju pada zalvin.

"Ekehm zalvin tunggu diluar yah", ucapnya lalu pergi, matanya menatap sekilas pada alinka yang terjatuh dilantai sambil memegangi pipinya.

"Sudah berani kamu melawan saya anak tidak tahu diuntung!!",

"Bangun kamu!", bima menarik tangan alinka untuk bangun.

*Bughh...

Bima memukul punggung alinka dari belakang, itu membuat alinka memejamkan matanya.

"Diajarkan siapa kamu sampai bisa melawan seperti ini sama saya?!",

"Kamu tidak tahu biaya yang harus saya keluarkan untuk bisa membuat kamu sekolah, makan bahkan tempat tinggal kamu!".

"Saya membuang buang uang saya hanya untuk anak tidak berguna seperti kamu alinka!", Bima menarik dagu alinka hingga menengadah.

"Seharusnya kamu berterima kasih sama saya, tanpa saya kamu mati!".

"Tapi itu yang alinka mau selama ini ayah! Alinka mau mati supaya kalian nggak nyalahin alinka terus atas kematian bunda!",

"Alinka gak minta ayah buat biayain kehidupan alinka, lalu kenapa ayah malah biarin alinka hidup?! Kenapa ayah biarin alinka hidup kalau ayah menginginkan alinka tiada didunia ini? Jawab yah!", lirihnya.

"ITU KARENA DES-",

"karena apa yah? Karena ayah kasian sama alinka? Tapi ayah selalu nyiksa alinka, itu bukan karena kasihan lalu karena apa ayah?!". Teriaknya, bima menatap tajam alinka.

Ia melepaskan cengkramannya pada wajah alinka, sehingga membuat alinka sedikit oleng.

"Ayok berangkat kita udah terlambat", ucap bima datar.

Dhea menatap puas pada alinka, ia menjulurkan lidahnya pada alinka.

Sedangkan revan menatap alinka dengan tatapan yang sulit diartikan, ia berhenti sebentar namun setelahnya ia menyusul bima.

"Hikss.. Hikss.. Hikss.. Bahkan ayah nggak bisa jawab pertanyaan kecil dari aku".

Sementara itu didalam mobil, zalvin mengusap wajahnya kasar.

"Gue kenapa sih?!",

"Jangan sampe gue luluh, gue gak bisa kayak gini terus tapi sampe kapan gue berlaku kayak gini sama dia, dia juga adik gue".

Revan memukul mukulkan kepalanya pada kursi mobil, tanpa sadar setetes air mata mengalir dari pipinya.







Siapa yang mau hujat zalvin?
Om bima?
Dhea?
Tante feby?
Revan?

Tulis kritikan kalian dikomen ya! :)

ALINKA (END) {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang