Part 22

1.2K 54 0
                                    

Selamat membaca  😉

Dikoridor sekolah banyak pasang mata khususnya ciwi ciwi yang melihat saga menggandeng tangan alinka dengan wajah dinginnya, tak jarang ada yang menatap alinka sinis dan tatapan lainnya.

Saga menaiki tangga menuju atap sekolah, yang memang jarang dikunjungi para murid kecuali ia dan sahabatnya.

"Saga lepasin tangan aku!", saga yang tersadar lalu menghempaskan tangan alinka sedikit kasar.

"Bisa biasa aja ngga sih lepasinnya sakit tau!",

"Sorry gue ngga sengaja, lo.. gak papa?", alinka yang meniupi tangannya karena pegangan saga cukup membuat tangannya perih ia mendongak menatap saga.

"Hmm ngga papa kok, saga kenapa kamu bawa aku kesini?".

"Em itu gue cuma refleks aja sorry lagi", alinka terkekeh dengan ucapan saga.

"kenapa ketawa? ada yang lucu?", ucap saga ia mengerutkan dahinya.

"Iya kamu lucu pas ngomong gini 'Sorry lagi' gitu hehhe", saga mendatarkan ekspresinya.

"Alinka gue-", ucapan saga tercekat.

"kenapa?", saga menggeleng pelan.

"nggak jadi". Alinka menaikkan alisnya,

"kok ngga ja-",

*Krriinggg....

"eh bel masuk bunyi aku duluan ya makasih udah nolongin aku saga", ucap alinka. Saat ia hendak membuka pintu rooftof saga memanggilnya.

"Tunggu! Kalo lo butuh sandaran gue ada buat lo, gak usah pura pura kuat". Alinka mematung mendengar ucapan saga barusan, tanpa menjawab alinka segera berlari dari sana meninggalkan saga dengan muka yang memerah.

"Huhftt kenapa nih mulut ngomong gitu sih? Gimana kalau dia Ck.. Ngapain juga gue ngomong gitu arrghh tau ah bangsul!", saga menendang kursi yang ada disana lalu pergi.

                          *****
Saat ini saga sedang rebahan dikasurnya king sizenya dengan shirtles.

"Kenapa sih tuh cewek gakbisa pergi dikepala gue?", saga memukul kepalanya berharap wajah alinka berhenti berputar difikirannya.

*cekllekk..

"Yaampun bang kamu ngapain mukul mukul kepala gitu, kalau mau bunuh diri dijalur kereta api aja sana jangan disini nyar bunda yang disalahin". Ucap ghavia membuat saga memutar bola matanya,

"Bunda apaan sih anaknya lagi pusing malah ngomong yang ngga ngga juga", ucap saga. Ghavia terkekeh garing, ia meletakkan pakaian anaknya dilemari.

"Oh kirain bunda kamu nau bunuh diri bang kan gak lucu kalau bunuh diri disini".

"Ck bunda mah",

"Dih ambekan, gak usah monyong monyong gitu bibirnya kamu udah mirip ikat cucut kok bang". Saga melotot apa ia disamakan dengan ikan cucut?  orang ganteng gini pikirnya..

"Emang kamu pusing kenapa hm?", ghavia mendudukkan dirinya disisi kasur saga.

"Alinka-", mata ghavia membulat ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Hah itu nama cewekkan bang? Siapa? Abang udah punya pacar? Kenapa ngga dikenalin kebunda hah?!". Saga memalingkan mukanya ia menutup mukanya dengan bantal, sial kenapa keceplosan gini sih ah ucapnya dalam hati.

" i itu bukan maksudnya saga lagi bingung mikirin caffe saga bun", ghavia memicingkan matanya.

"beneran elah bunda gak percayaan",

"bunda emang gak percaya sama kamu soalnya kalah percaya sama kamu musyrik", saga menganga dengan ucapan bundanya.

"Hehe.. Bunda bercanda, bunda kemarin udah cek ke caffe kamu kok, tapi gak ada masalah apapun tuh". Saga gelagapan, ghavia yang melihat itu merasa geli sendiri.

"Udah ah gak usah difikirin", ghavia mendengus kesal.

"eh iya bang waktu kemarin tuh bunda lihat cewek yang dorong kamu di supermarket sampe muka kamu penuh te-",

"udah deh bun, gak usah diperjelas juga". Ghavia terkekeh,

"iyaa iya, kemarin bunda lihat gadis itu pakek seragam caffe kamu bang, dia kerja di caffe arsa?". Saga mengangguk pelan,

"Ih kenapa gak bilang bunda sih?! Bunda tuh pengen kenalan tau sama dia kayaknya dia polos polos gimana gitu, terus bunda bisa-",

"Ck kalau bunda kenal sama dia, yang ada otak alinka kecuci bunda ntar gak polos lagi". Ucap saga memotong ucapan ghavia,

"Omo omo!! Jadi yang dari tadi kamu fikirin itu dia? Gadis itu namanya alinka?!", saga terdiam lagi dia keceplosan kalau sama bunda ia tidak bisa mengeram mulutnya.

"Hmm iyaa udah bun, saga mau ke caffe dulu". Saga mengambik handuk dilemarinya dan berjalan kekamar mandinya,

"bilang aja kamu rindukan sama gadis yang namanya alinka itu!! Cepet bawa kesini orangnya bang bunda setuju kok kalau kamu sama dia". Teriak ghavia saat saga sudah menutup pintu kamar mandi, ucapan ghavia membuat saga tersenyum simpul.

                          ****
"Alinka tolong bawain makanan ini ke mejo no. 05 ya", alinka yang sedang mengelap meja menghentikan aktivitasnya.

"Eh iya kak", alinka segera mengambil alih nampan itu, sebelumnya ia mencuci tangannya dulu.

Saat ia hampir mendekati meja itu oa mendengar suara yang tak asing, alinka menghentikan langkahnya.

"Haha... Apa sih yang ngga buat kamu sayang, jadi nama anak itu siapa?".

"Umm namanya dea mas, dia seumuran sama alinka".

"Oke kalau begitu, bawa dia besok ya sayang". Wanita itu mengangguk dan menyender didada suaminya,

Dahi alinka berkerut, 'itukan tante feby sama ayah mereka lagi ngobrolin siapa ya? kok bawa bawa nama dewi siapa dia?' ucap alinka dalam hati.

"Eh bang pinjem topinya dulu ya!", alinka meraih topi waiter itu tanpa mendengar jawabannya.

"eh tunggu lin itu-",

"udah mending kamu bawa piring kotor itu kedapur rizal", ucap mela membuat lelaki bernama rizal itu memberenggut kesal tapi tak ayal ia membawa piring kotor itu kedapur membuat mela tertawa pelan.

"Permisi pak, bu ini makanannya silahkan dinikmati". Alinka menunduk saat mereka mendongakkan wajahnya,

"Hm iya terimakasih", alinka mengangguk ia berbalik.

"Tunggu dulu!", tubuh alinka menegang mendengar suara bima.

"I iya pak?", ucap alinka sambil menunduk.

"Nama kamu siapa?",

"ah na nama saya al alya", alya memuji otaknya sendiri untung saja ia bisa beralibi, hampir saja ua mengatakan kalau namanya alinka.

"oh alya, suara kamu mirip dengan orang yang saya kenal kalau begitu kamu bisa kembali". Alinka berbalik dan berjalan tergesa gesa, tanpa sadar ia menabrak seseorang didepannya.

*brruuk..

"Eh maaf maaf sa saya gak sengaja",

"Bisa hati hati ngga sih?", saga membantu alinka berdiri.

"Kamu ngapain disini?",

"Emang gak boleh kalau gue kecaffe gue sendiri?", ucapnya. Alinka merutuki mulutnya yang bertanya seperti itu, jelas jelas ini caffenya dia malah bertanya 'ngapain kesini'.

"eh anu aku maaf saga, kalau gitu aku kerja lagi ya". Saga melihat punggung kecil alinka yang tertelan tembok, ia melihat dua pasang suami istri yang sedang makan bersama disana, saga menatap mereka datar.

ALINKA (END) {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang