Part 41

1.1K 53 0
                                    


Siapkan hujatan untuk dea...

Maaf typo banyak...

~Selamat membaca~




                  ~My girls bestie~

•maya😼

Alinka, jelasin yang tadi

Finaa😹

Tau lo lin, jelasin ke kita sekarang!

Me
Jelasin yang mana?

Maya😼

Wah pura pura lupa lo ckck

Finaa😹

Gw smkin yakin klo saga
Sama alinka ada hbs.

me
Hbs apaan fin?

Finaa😹

hubungan special 😌

Me

Yaampun mana ada aku saga saga, enggaklah enak aja kamu.

maya😼

Ngeles aja lo kayak
Bajay @Alinkahrmn

me
Oh yang itu ya,


*Drrtt.. Drrtt...

Alinka mengangkat video call dari maya dan fina,

"Hayokloh lo ada hubungan apa sama saga lin", ucap fina. Alinka tersenyum masam.

"Aku gak ada hubugan apa apa sama saga", balasnya tenang.

"Ck kalau gak ada hubungan, gak mungkin saga yang dikenal dengan julukan kulkas berjalan itu bisa seakrab sama lo akhir akhir ini lin", ucap maya dengan menupang dagu.

"Kalau itu sih aku sama saga-",

"Tuhkan apa gue bilang, benerpan kalian ada hubungan ih gak bilang bilang ya lo lin, lo anggap kita sahabat gak sih". Ucap fina kesal terlihat dari vicall mereka fina cemberut.

"Heh dengerin dulu, aku belum selese ngomong tahu!". Fina cengengesan, alinka mendelik kesal.

"Jadi sebenarnya itu, aku sama saga sahabat masa kecil".

"APAA?!", alinka memejamkan matanya ketika suara nyaring sahabatnya itu memasuki gendang telinganya, pasalnya ia tengah memakai earphone.

"Ish kalian bisa gak sih gak teriak, sakit tahu kuping aku". Ucap alinka mengusap usap telinganya, maya dan fina menyengir.

"Sorry deh", ucap keduanya.

"Jadi kalian itu sahabat masa kecil?", tanya maya tak percaya.

"Hmm.."

"Asli gue gak nyangka, kalau kalian itu sahabat masa kecil". Ucap fina sambil memakan snacknya, rakus.

"Gimana bisa kalian nyembunyiin itu dari kita lin? Wah tega bener ya lo sama kita kita", ucap maya. Alinka menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Aduh bukan gitu, aku juga baru ketemu sama saga kurang lebih baru tiga harian".

"WHAT?!", alinka melotot kearah mereka ketika gendang telinganya lagi lagi harus ngilu mendengar teriakan dari sahabat gesreknya itu.

"Kok lo gak kasih tahu kita sih?", ucap fina.

"Gimana mau kasih tahu coba orang-",

"ALINKA!!", alinka terlonjak kaget saat suara bass itu menggelegar dirumah besar ini.

"Ada apa lin?", tanya kedua sahabatnya barengan.

"Gak ada apa apa, aku tutup dulu ya telfon nya". Tanpa menunggu jawaban dari mereka, alinka memutuskan panggilannya dengan mereka. Lalu beranjak pergi dari kamarnya menuju asal suara yang terus memanggilnya.

"ALINKA KESINI KAMU!!",

"AL-",

"Aku disini yah", bima menatap alinka tajam. Alinka menghela nafas pelan, kenapa selalu tatapan tajam yang ia dapat dari ayahnya? Kenapa ayahnya itu tak pernah sekali saja wakau sekali menatap alinka dengan lembut dan penuh kasih sayang bisakah begitu?

"Sini kamu", bima menarik alinka keruang tamu. Ia menghempaskan tangan alinka sehingga alinka tak dapat menjaga keseimbangannya dan terjatuh dengan dahi terbentur ujung meja.

"Shh...", alinka meringis pelan, ia menatap lantai ubin yang putih terkenea tetesan cairan berwarna merah pekat.

"Kenapa kamu tumpahin kopi keberkas milik saya hah?!", alinka mengernyitkan dahinya.

"Maksud ayah gimana? Alinka gak ngerti deh", bima yang melihat alinka dengan dahi berdarah terkejut. Tapi ia segera menyembunyikan ekspresinya itu.

Bima berkacak pinggang, menatap alinka dengan raut datar.

"Ngaku kamu kan yang udah numpahin kopi ke berkas kantor saya, jangan pura pura polos hanya untuk mendapatkan perhatian saya alinka". Hati alinka tertohok mendengar ucapan ayahnya, kenapa ayahnya itu menuduhnya menumpahkan kopi ke berkas kantornya, sedangkan sedari tadi ia berada didalam kamar.

"Ayah aku nggak tahu apa yang ayah bicarakan, tapi sungguh alinka nggak melakukan apa yang ayah bilang sama inka". Jawab alinka dnegan sedikit bergetar, bima berdecih sinis.

"Ck sekarang apa yang mau kamu hancurin anak pembawa sial? Kamu sudah merenggut istri saya dari saya, dan ibu dari anak anak saya. Dan sekarang kamu juga mau menghancurkan bisnis saya?".

"APA KAU TAHU? BERKAS ITU SANGAT PENTING BAGI SAYA!! DAN SEENAKNYA KAMU MENUMPAHKAN KOPI KE BERKAS ITU SAMPAI BERKASNYA BASAH SEMUA DAN SOBEK ALINKA!!!",

"Ayah jika aku harus bersumpah, inka bakal lakuin yah. Alinka nggak pernah sama sekali menumpahkan kopi ke berkas kantornya ayah!". Bima memejamkan matanya, ia menarik kasar tangan alinka lalu ia menjambak rambut alinka sehingga wajah alinka mendongak..

"A ayah a ampun yah, lepasin rambut inka sakit yah", alinka mencoba untuk menghalau air mata yang sebentar lagi akan mengalir.

"Heh sekali sial tetap sial, orang kayak kamu harus diberi pelajaran biar kapok alinka!". Dengusnya, alinka memejamkan matanya.

"Pelajaran apa yang akan ayah berikan lagi sama inka? Ayah mau cambuk inka? Ayah mau pukul inka? Atau ayah mau tenggelamin inka dikolam renang lagi kayak waktu itu?". Rentetan pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir alinka, bima terkpaku sesaar ketika menatap mata alinka yang penuh dengan kesedihan.

"Lagi pula apa ayah lihat inka numpahin kopi itu ke berkasnya ayah? Apa ayah lihat alinka berkeliaran dilantai dua kah? Ayah sendiri yang bikin peraturan buat inka untuk nggak masuk kelantai dua, ayah tahu inka kapok ke lantai dua waktu itu terus inka disiksa sama ayah digudang, inka disana kapok dan gak pernah sekali pun menginjakkan kaki inka dilantai dua yah". Bima terdiam, benar. Alinka bahkan sangat takut bahkan hanya untuk menatap tangga lantai dua itu, karena saat ia berani memasuki kamar ayahnya alinka malah berkahir digudang dengan bekas luka yang tersemat diseluruh tubuhnya hingga ia tak bisa berjalan tiga hari karena ayahnya memukul kakinya dengan rotan.

"Apa ayah lupa kalau hari ini dirumah cuman ada inka, ayah, dan dea. Sama para pelayan lain, dan inka lihat lihat para pelayan berada ngebersihin taman belakang, sama bi iyem". Ucap alinka dengan bibir yang bergetar takut takut kalau ayahnya malah semakin marah padanya, tapi apa salahnya membela diri kalau itu bukan kesalahan kita?.

Bima melepas tarikan rambut alinka dengan kasar, sehingga tubuh alinka oleng.

Bima berjalan meninggalkan alinka tanpa sepatah kata lagi, alinka menatap kepergian ayahnya dengan sendu.

Sedangkan orang yang sedari tadi menatap alinka dan bima dilantai dua tampak mengepalkan tangannya, hingga buku buku jarinya menancap pada tangannya.






ALINKA (END) {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang