Part 19

1.2K 66 0
                                    

Awas typo bertebaran!!

Keesokan harinya, bi iyem yang mendengar berita kalau alinka disiksa habis habisan oleh tuannya dari oara pembantu yang lewat membuat ia kalang kabut dan segera menemui anak majikannya itu yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.

Bi iyem menatap keadaan alinka sangat memprihatinkan, dengan kepala dan tangannya diperban ia berpikir siapa yang mengobati alinka? tidak mungkin keluarganya bukan apalagi para pembantu mereka pasti tidak ada yang berani, terbesit salah satu nama dipikirannya. Deon ya pasti anak itu yang sudah mengobati alinka dan membawanya kesini, bi iyem tersenyum tipis sambil mengusap surai alinka.

"Enngghh..", alinka mengerjapkan matanya. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing, ia melihat kearah sampingnya.

"bi iyem? Ini kok aku disini bi, bukannya aku ada digudang ya?". Tanyanya dengan suara yang serak,

"Ada seseorang yang membawa non kesini juga mengobati lukanya non inka non, non inka ada yang sakit? Coba bilang sama bibi biar bi iyem usapin hm?". Ucap bi iyem dengan suara yang tercekat,

"ngga kok bi inka cuma pusing dikit",padahal jauh dari lubuk hatinya semua badannya terasa remuk.

"Tapi bi Ssiapa ya yang gendong inka kesini dan ngobatin inka?, inka juga semalam mimpi kalau inka dibawa kesini sama kak deon terus dia bilang kak deon sayang inka gitu bi, rasanya kayak nyata banget walau ngga mungkin". Ucapnya dengan tersenyum miris, bi iyem tersenyum samar.

"udah ah jangan mikirin yang buat non inka nyesek, bibi bawa makan dulu buat non inka ya". Alinka mengangguk mengiyakan, kebetulan perutnya sangat lapar.

*cekllkrk...

Bi iyem mengunci pintu kamar alinka dari dalam, ia menghampiri alinka dengan sebuah nampan ditangannya.

"Sini bibi suapin ya non," alinka mengangguk. Ia mencoba untuk mendudukkan dirinya dan dibantu bi iyem.

"Makasih bi," bi iyem tersenyum lebar. Ia mulai menyuapi alinka suap demi suap, sehingga piring itu bersih bi iyem meminumkan air putihnya pada alinka.

*Dorrr dorrr doorrr...

"Uhukk... Uhukk..", alinka tersedak minumannya karena mendengar pintu kamarnya diketuk dengan sangat kencang membuat ia berkeringat dingin.

"nnon inka tenang ya non, biar bibi yang bukain pintunya, non jangan takut ya". Ucap bi iyem menenangkan alinka karena ia ketakutan tubuhnya masih sangat sakit ia tak siap untuk disiksa lagi, mending langsung mati ini ia disiksa berkali kali tapi ia masih hidup ucapnya dalam hati.

*Cekklekk..

"Dimana anak itu?!", bi iyem terlonjak kaget melihat feby datang dengan sapu ditangannya.

"A anu iitu nyonya non inka lagi-",

"Bi iyem yang udah bawa anak sialan itu dari gudang hah?! Berani sekali kamu! Ingat disini kamu hanyalah pembantu! Jangan so jadi pahlawan kesiangan, minggir!". Teriak feby, alinka yang mendengar feby membentak bi iyem bangum dari ranjangnya dengan tertatih.

"Tidak nyonya, non inka sudah cukup disiksa tuan bima, tolong pergi dari sini jangan ganggu non inka!". Balas bi iyem dengan nada tegasnya,

"Ooh udah berani kamu ngelawan saya hah?! Kamu itu hanya pembantu! Saya ini majikan kamu, saya bisa pecat kamu kapan saja ingat itu!".

"Saya lebih lama tinggal disini, saya yang mengurus segalanya dirumah ini, anda hanyalah orang baru nyonya feby jadi tolong pergilah dari kamar alinka, silahkan saja jika anda ingin memecat saya karena hanya tuan bima saja yang bisa memecat saya dan tuan bima tidak akan pernah memecat saya karena keinginan mendiang nyonya desy ingat itu! Nyonya feby". Feby membulatkan matanya ia hendak menampar bi iyem namun tangannya dicekal.

"Nah keluar juga anak haram ini",

"aku bukan anak haram, mama jangan seenaknya sama aku. Kamu bukan mama aku!". Ucap alinka dengan tegas,

"Wahh udah berani pula kamu sama saya hah? Saya juga bukan mama kamu jadi jangan panggil saya mama! Dan ya jika kamu berani sama saya, saya gak akan segan segan buat ngaduin pada ayahmu ingat itu anak sialan!". Alinka memberanikan diri untuk menatap feby dengan tajam,

"Silahkan aja, aku ngga takut. Aku hanya takut sama penciptaku, cara anda sungguh licik tante feby". Ucap alinka sambil menekankan 'tante'membuat feby murka ia segeta berbalik dari sana dengan menghempaskan tangan yang dicekal alinka dengan kasar.

"Waah non hebat banget bibi gak nyangka non", bi iyem bertepuk tangan dan memeluk alinka erat yang dibalas tak kalah erat dengan alinka.

"inka juga ngga tau bi, keberanian itu tiba tiba aja datang gitu bi", ucapnya dengan bergetar. Ia masih tak menyangka juga ia melakukan itu melawan feby.

                 ***
Dua hari kemudian luka alinka sudah mulai memudar hanya bekas memarnya saja yang terlihat, hari ini ia libur sekolah dan ia akan bekerja awal pagi dicaffe arsa.

Alinka melangkahkan kakinya menuju loker dan mengganti bajunya dengan seragam caffe arsa ditoilet.

Alinka mengenakan mangset agar memar ditangannya tidak terlihat,

"Eh alinka, tumben pagi banget datangnya".

"Kak vita, iyanih kak lagi pengen aja hehe". Savita membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'.

"eh kamu kenapa pakek mangset gini lin? Tangan kamu kenapa?". Ucap savita dengan raut khawatir takut takut kalau alinka terlukakan tapi emang benar kak..

"en enggak kok kak, ini cuma cuacanya aja lagi dingin jadi aku pakek mangset hehe".

"terus kepala kamu kenapa pakai hansaplast kamu jatuh dimana lin?", lagi savita bisa menemukan lukanya padahal hansaplatsnya sudah ia tutupi dengan poninya.

"anu itu aku kejedot paku kak iya paku hehe kak vita gak usah khawatir aku gakpapa kok ini cuma luka kecil".

"Ish lain kali hati hatilah lin, kamu ini ceroboh banget banyak jatuhnya. Kemarin kemarin kakak lihat kaki kamu yang memar terus kening terus juga tangan kadang juga pipi kamu memar kakak jadi curiga apa-",

"kakak jangan berpikir aneh aneh deh, ini semua murni karena aku ngga hati hati jadi ya gini, aku orangnya ngga hati hati gitu kak hehe udah gak usah khawatir". Ucap alinka dengan raut disemeyakinkan agar savita tak curiga,

"Ck kamu pokoknya kalau jalan harus fikus jangan lihat sana sini, nanti jatuh lagi kak vita gak mau loh lihat kamu luka luka gitu lin". Alinka mengangguk mantap,

"iyaaa kak vitaa...", mereka tertawa. Saga yang mendengar ucapan mereka dari awal merasa ada yang mengganjal, ia tak sengaja melewati ruangan loker dan ia juga tak sengaja menangkap pembicaraan alinka dengan savita.

"Alinka ikut saya", alinka terperangah kaget begitu juga dengan savita.

"saga kamu ngagetin aja, yaudah gih sana lin". Alinka dengan takut takut mengikuti langkah lebar saga menuju lantai paling atas caffe arsa.

ALINKA (END) {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang