HAPPY READING ALL!
_________________,,,,,__________________
_________Note : Kalau ada typo tandain, yah, sobat. 🙏
.
.
.
"Tadi gue liat Rasya dibonceng sama Bagus." ujar Boden pada Albar.
"Terus?" tanya Albar yang masih sibuk dengan buku-buku di atas mejanya. Besok, Albar, Boden, Rasya, Bagus, dan Lili, akan mengikuti Olimpiade, jadi mungkin Albar sedang sangat bersikeras belajar untuk terakhir kali sebelum lomba.
"Lo gak ngerasa kepanas gitu?" tanya Boden yang sedikit geregetan. Pasalnya, tadi Boden melihat begitu bahagia nya Bagus bisa bersama Rasya, Boden juga menjadi saksi bisu ketika Bagus menyelipkan rambut Rasya yang berantakan ke telinga gadis itu, dan lebih parahnya, Bagus tersenyum ke arah gadis itu! Boden benar-benar tidak suka, karena Boden tau jika sahabat ini mulai sedikit berbeda kepada Rasya.
"Buat apa gue panas sama dia? Bukan siapa-siapa gue juga." balas Albar acuh.
Boden membuang napasnya, laki-laki itu sedikit kesal pada Albar, ingin rasanya ia menjambak rambutnya atau membenturkan kepalanya ke tembok agar Albar bisa sadar dan membuka matanya lebar-lebar selebar alam semesta ini.
"Rasya itu sukanya sama, lo! Bukan sama si Bagus, Bar," kata Boden memberitahu.
"Ya, dan?"
"Lo harusnya beruntung, dong bisa disukai sama cewek kayak Rasya, apalagi sekarang gue tau kalau lo mulai ada rasa sama Rasya, lo harusnya nerima dia, lo harusnya jadiin dia ratu dikehidupan, lo," cerocos Boden. Yang biasanya sabar kini menjadi bar-bar. Boden sudah tidak tahu lagi harus berbicara bagaimana dengan Albar agar laki-laki itu bisa mengerti. Dan jalan terbaik menurut nya, Boden harus mengeluarkan semua unek-uneknya.
Tapi jangan salah juga, unek-unek Boden dikeluarin kalau dua curut—Aldi, Wawan lagi gak ada, ya. Soalnya kalau ada bisa berabe urusannya, dan satu hal lagi, kini mereka berdua—Albar dan Boden sedang berada di lab, jadi dengan otomatis jauh dari jangkauan Aldi dan Wawan, itu juga kalau mereka, gak nyamperin, sih.
"Gue gak mau jadi orang yang beruntung kemudian ngulangi kesalahan, gue, yang dulu, dan gue gak bisa ngejadiin seorang cewek ratu kalau gue nya juga bukan seorang raja." kata Albar.
Sejujurnya Albar memang bukan orang yang dari lahir dingin, cuek, acuh, dan bodoamatan. Jadi, jangan heran jika laki-laki dengan otak encer ini tiba-tiba berbicara terlalu banyak. Karena sebenarnya, dibalik diam, dingin, cuek, acuh dan bodoamatan nya itu, ada sebuah alasan yang menguatkan.
Boden memijat pelipisnya.
"Maksud ngulangin kesalahan yang dulu itu apa? Lo punya masa lalu? Siapa? Kenapa, lo, gak pernah cerita sama gue? Lo bilang gue sahabat, lo, kan? Terus gunanya gue sebagai sahabat, lo, apa kalau, lo, masih nutupin banyak dari gue, Bar? Lo anggap, gue, cuma sebagai temen biasa aja, hh?" tanya Boden dengan nada kecewa."Gue memang punya masa lalu." ujar Albar membuat Boden terdiam. Albar merogoh sesuatu dari tasnya. "Dia, Velsya." Albar menunjukkan sebuah poto polaroid pada Boden.
"Maksud, lo ...?"
"Dia cewek gue dan dia udah, gak ada."
"Karena, lo?"
Albar mengangguk lemah. "Dia nyelametin gue dari tabrakan."
"Maaf gue gak tau apa-apa."
"Gak papa, gue gak pernah cerita tentang ini sama siapa-siapa, jadi wajar." Albar menarik napasnya dalam. Kemudian menghembuskan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Albarasya || Lee Jeno √
Teen Fiction"Suka sama, lo, emang nyakitin, ya?" ________________________________________ ALBARASYA, sesuai dengan judulnya, kisah ini mengisahkan dua insan yaitu Albar dan Rasya. Yang melewati masa remaja madya dengan penuh suka dan cita. Sahabat, teman, dan o...