PART 39 || Secarik surat dari Papa

2.4K 244 9
                                    

HAPPY READING ALL!

_________________,,,,,__________________
_________

Note : Kalau ada typo tandain, yah, sobat. 🙏

*🎼🌨🌨

.
.
.

Di pagi yang sunyi, di satu hari setelah kepergian Papa. Rasya pergi ke kamar Papa nya. Rasanya, dia benar-benar ingin menangis keras dengan memeluk barang peninggalan Papanya. Pikiran nya kacau, hatinya perih, jiwanya pun seakan menghilang. Menghilang di kelabu kan kehilangan.

Kehilangan yang membuat dirinya melemah seketika, kehilangan yang membuat dirinya tidak berdaya, kehilangan yang membuat dirinya menginginkan hilang. Hilang mengikuti Papa yang sudah tenang.

Jiwanya terasa hampa, kosong, tidak ada apa-apa. Dipikirnya, untuk apa hidup? Rasya tidak sekuat itu untuk hal seperti ini. Ia gadis lemah. Sangaattt lemah. Kelabu kini menyelimuti kehidupan nya. Kabut tebal telah menutup semua cahaya yang berniat masuk. Hanya ada hitam, pekat, dan sedikit abu-abu yang terlihat begitu pilu.

Namun, semua pikiran hampa nya kini mulai sedikit mengurang. Ketika ia menemukan sesuatu. Sesuatu yang membuat nya menyeka sedikit air mata yang telah membuat matanya sembab dan memerah.

Sesuatu itu ialah secarik kertas yang Rasya temukan di kamar Papa. Setelah dirinya dengan orang tidak tahu asal mengobrak-abrik lemari karena ia merasa dirinya sangat marah, kacau, dan tentunya tidak baik-baik saja.

Surat itu dibalut dengan amplop, bentuknya masih seperti surat pada umumnya. Rasya tidak tau kapan surat itu Papa tulis, hanya saja, terlihat sudah agak lama karena warnanya yang sudah mulai melusuh. Kuning kecokelatan.

Dengan ragu Rasya membukanya, ia membuka dengan penuh rasa sakit, kelam dan kehilangan. Teringat bagaimana Papa dulu membesarkan nya sendirian, teringat tentang Papa nya yang harus memiliki dua peran untuk dirinya, teringat tentang segala perjuangan Papa yang tidak pernah Rasya ketahui seberapa besar rasa lelah nya.

"Maaf Rasya belum bisa bahagiain, Papa ...." lirih nya bersama air mata yang berjatuhan.

Kertas yang terlipat itu kini telah terbuka, Rasya mulai membacanya. Tak disangka, ternyata jawaban dari semua pertanyaan yang dipertanyakan oleh Rasya ada di selembar kertas tersebut.

Rasya membacanya begitu perlahan, rasa sakit di dadanya kembali. Bahkan terasa lebih sakit. Setiap kalimat surat itu sangat mengoyak-ngoyak perasaannya. Setiap kalimat nya sangat menusuk tajam ke ulu hati nya.

Rasya tau ini tidak baik. Tetapi dia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk melepas semua yang menumpuk di lubuk hatinya. Ia hanya bisa menangis dan menangis. Menangis adalah caranya untuk melepas semua bebannya, menangis adalah caranya untuk menghilangkan semua yang tidak sesuai dengan rencana nya. Walaupun terdengar lemah, menangis tetap menjadi cara terbaik untuk mengeluarkan segalanya.

Sampai 'tak terasa setengah sudah Rasya membaca surat itu. Rasya terus menangis kecil, ia terisak, terkoyak hatinya, dan tertampar oleh semua yang ada di sana.

Untung saja tidak ada siapa-siapa dirumah nya. Rasya dengan leluasanya menangis, karena tadi pagi Rasya menyuruh  Maya pulang, bahkan ia mengusirnya.

*

"Lo pulang aja, May."

"Gue, gak bisa ninggalin lo sendirian kalau gini. Oh, atau enggak nanti Mama gue, gue panggil kesini buat jagain, lo, ya?" Tawar Maya.

Albarasya || Lee Jeno √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang