Pagi-pagi sekali, Lasena Maura yang sudah terbangun dari tidurnya itu langsung memikirkan cara untuk bisa keluar rumah malam ini.
Kedapatan pulang pagi dua hari yang lalu membuat Sena mendapat hukuman dari sang papi, untuk tetap di rumah dan tidak boleh pergi. Tentu saja hal itu adalah perintah yang amat berat untuk ia jalani.
Ketukan di pintu dan panggilan dari sang ibu, membuat Sena yang tengah mondar-mandir di depan jendela jadi menoleh. Gadis itu segera melompat ke atas kasur dan memasang selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya.
"Aduh mamii, sakit banget perut aku." Sena mengeluh saat seorang wanita paruh baya yang dipanggil mami, masuk ke dalam kamarnya.
"Karena dateng bulan?" Nena, sang mami yang membawa segelas susu hangat untuk putrinya itu lalu bertanya. "Biasanya juga nggak sakit," imbuh perempuan itu saat anak gadisnya terlihat mengangguk.
"Kali ini sakit, Mami." Sena yang beranjak duduk lalu merengek, menekan bagian perutnya dengan kedua tangan agar sang mami percaya bahwa dia tidak main-main dengan kesakitannya. "Mana aku kehabisan pembalut, aku ke minimarket boleh yah," imbuhnya.
Sang mami menatapnya curiga. Dia tentu saja tahu bahwa putrinya sering kali berdusta. "Bukan akal-akalan kamu biar bisa keluar rumah aja, kan?" tuduhnya.
Sena memberenggut. "Bukan ih, Mami. Nggak percayaan banget sama anaknya," sangkal gadis itu.
"Diminum susunya mumpung masih anget, kalo perut kamu sakit kan bagusnya emang istirahat di rumah, masa mau pergi," sindirnya.
Sena yang tahu bahwa bujukannya tidak akan berhasil, memilih untuk diam saja. Setelah menaruh segelas susu yang ia bawa ke atas meja, wanita itu mengusap kepala putrinya.
"Makanya, nurut sama papi. Jadi nggak dihukum."
Sena mendongakkan kepala, tatapannya tampak memohon. Namun sang mami hanya tersenyum kecil dan pergi meninggalkannya.
"Mami bikin jamu dulu, biar kamu nggak sakit perut."
Mendengar penuturan dari sang mami yang sudah kembali menutup pintu kamarnya, sena berdecak sebal. Setiap kali datang bulan wanita itu memang rajin menyuruhnya meminum jamu yang rasanya tidak enak itu.
Sena kembali memikirkan bagaimana caranya dia bisa keluar rumah nanti malam. Alasan mengerjakan tugas di rumah seorang teman, jelas dia tidak bisa menggunakannya. Sang papi pasti akan menyuruh mereka berkumpul di kamarnya saja.
Ketukan pada pintu kaca di balkon kamarnya membuat Sena menoleh. Benda itu pun terbuka, saudara sepupu yang tinggal di sebelah rumahnya itu masuk tanpa permisi dan merebahkan diri di ranjangnya.
"Gue numpang tidur ya, di rumah guenya disuruh-suruh mulu," ucapnya.
"Kebiasaan, ih." Sena mengomel saat pemuda itu menarik selimut dari tubuhnya. "Lo bisa nggak si kalo mau kabur tuh jangan ke kamar gue," imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Bodyguard (Lengkap)
RomanceAnsel Bagaskara terpaksa harus menyelinap ke sebuah rumah besar pengusaha ternama, untuk mencari dokumen penting rahasia perusahaannya. Rencana yang sudah ia susun begitu rapi nyatanya tidak berjalan mulus seperti yang ia kira. Satu kesalahan membua...