Ansel masih berada di dalam kamarnya, merapikan barang-barang dan ia masukan ke dalam tas punggung yang ia pinjam dari Bastian. Baju-baju yang ia pakai selama ini ditinggalkan di dalam lemari, karena itu bukan miliknya.
Pagi-pagi sekali Ansel menemui Paman Handi dan berkata ingin berhenti bekerja di rumah ini. Pria paruh baya itu menanyakan alasan kenapa dia ingin pergi. Dan Ansel hanya berkata ingin pulang kampung dan tidak akan kembali.
Suara ketukan di pintu membuat Ansel yang tengah menutup resleting tasnya itu lalu menoleh. Dia beranjak membuka benda itu, sedikit terkejut saat melihat Sena berdiri memunggunginya.
"Non Sena?"
Sena berbalik, sesaat terdiam dengan menatap lekat wajah tampan di hadapannya. "Lo mau kemana?"
Kini Ansel yang diam. Dia menebak mungkin Paman Handi sudah mengabarkan pada mereka, bahwa dia mengundurkan diri jadi pengawal gadis itu. "Saya -,"
"Gue punya salah sama lo?" Sena bertanya. Dan tidak mendapatkan jawaban dari pria di hadapannya. Sena mendorong pemuda itu hingga mundur satu langkah. "Bilang! Gue salah apa sama lo?" desaknya.
"Tidak, Nona. Bukan seperti itu."
"Lo masih punya utang sama gue ya, Askara. Masih inget kan?"
Ansel berpikir. "Hutang?"
"Hutang syarat buat dapetin maaf dari gue karena lo udah bohong kemaren." Sena menjelaskan.
Ansel terdiam, dia tentu saja masih ingat. Bingung harus berkata apa dia pun nemilih diam saja.
"Syaratnya lo nggak boleh kemana-mana."
.
Ansel tidak jadi pergi, di hadapannya Paman Handi terus berbicara menasihati. Membujuk pemuda itu untuk bertahan di sini.
"Bukankah mereka memperlakukanmu dengan baik?" Paman Handi bertanya seraya menghabiskan jatah sarapannya. Di ruangan yang sama, Ansel juga tengah berusaha menghabiskan makanan serupa.
Ansel diam saja, tugasnya sudah selesai sekarang. Dia tentu tidak punya alasan untuk tetap bertahan di rumah ini, kecuali janji pada Sena yang harus dia tepati.
"Kata Tuan, setidaknya bertahan sampai habis bulan. Jadi dia bisa memberimu gaji." Paman Handi berucap lagi. Hal itu membuat Ansel mendongak.
"Aku tidak perlu gaji," ucapnya santai, yang membuat pria di hadapannya itu menggelengkan kepala.
"Jika kamu memang tidak butuh uang, setidaknya itu bisa kamu berikan pada ibu dan adikmu."
Ibu. Ansel menghentikan pergerakan tangannya, justru dia khawatir dengan keadaan sang ibu, untuk itu dia ingin segera mengakhiri sandiwara ini. Apakah wanita itu tidur dengan nyenyak. Apakah makanannya sudah cukup layak.
Bertahun-tahun mereka berpisah. Dan saat dia sudah berada di sini, dia justru sulit menemuinya.
"Pikirkan baik-baik, Aska." Paman Handi menepuk pundak Ansel sebelum beranjak berdiri dan pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Bodyguard (Lengkap)
RomanceAnsel Bagaskara terpaksa harus menyelinap ke sebuah rumah besar pengusaha ternama, untuk mencari dokumen penting rahasia perusahaannya. Rencana yang sudah ia susun begitu rapi nyatanya tidak berjalan mulus seperti yang ia kira. Satu kesalahan membua...