51

2.6K 574 35
                                    

Ansel menceritakan tentang hal itu pada Justin saat dia berkunjung menemui Sena. Justin yang merupakan orang luar di keluarganya tentu tidak bisa berbuat apa-apa.

"Gimana kata papi?" Sena bertanya. Saat mereka berada di taman buatan dan duduk di bangku panjang sore itu.

Ansel menyandarkan punggungnya, kemudian menghela napas. "Kata papi kamu, jalan satu-satunya aku harus menghadirkan mama ke acara itu. Para petinggi perusahaan pasti banyak yang mengenal mama sebagai putri tunggal Andi Bagaskara."

"Masuk akal sih. Tapi Tante Anna siap nggak?"

Ansel mengangkat bahu, dia juga tidak tahu tentang kesiapan wanita itu. Merasa buntu, dia bingung harus apa yang dilakukannya setelah itu.

"Gimana kerja jadi karyawan biasa, kamu dibully nggak?" Sena penasaran apa yang Ansel lakukan selama beberapa minggu ini berstatus sebagai karyawan. Pasti banyak wanita yang mendekatinya.

"Kenapa dibully?" tanya Ansel penasaran.

"Biasanya anak baru kan gitu?"

"Nggak kok, mereka baik-baik semua."

"Pasti banyak cewek yang minta kenalan ya?"

"Kok kamu tau?"

"Ih, ngeselin banget."

Ansel tertawa, Sena terlihat dua kalilipat lebih menggemaskan dari biasanya saat cemburu. Dia menyukai itu.

"Ada sih yang deketin, tapi aku bilang udah punya istri. Galak lagi."

"Siapa istrinya?"

"Lasena Singa Maura."

Sena membulatkan mata. "Kok ada singanya," omel perempuan itu dengan mencubit lengan Ansel gemas.

Ansel tertawa. "Kan galak," balasnya sedikit menghindar.

"Iih. Nyebelin banget."

"Haha! Iya, maaf."

Sena melengos, mengarahkan pandangannya ke arah taman. Pura-pura kesal pada pria di sebelahnya.

Pulang kerja hari ini, Ansel memang langsung ke rumah Sena untuk menemui gadis itu juga mengobrol dengan Justin. Dia masih mengenakan baju kemeja biru, yang digulung lengannya sampai siku dan celana bahan berwarna hitam, setelan kerja yang sepanjang hari ini ia kenakan.

Sena sendiri hanya mengenakan celana pendek berbahan linen dan kaus hitam yang begitu pas di tubuhnya. Rambut panjangnya ia cepol asal, memamerkan leher jenjangnya yang putih bersih.  Penampilan sederhana itu terlihat semakin manis di pandangan Ansel, pria itu tanpa jemu memperhatikannya.

"Mas pacar?"

Ansel kelabakan saat tiba-tiba perempuan itu menoleh. "Iya?"

"Ada yang mau aku omongin tentang hubungan kita."

"Apa? Ngomong aja?"

"Nanti aja kalo masalah kamu udah selesai."

Ansel mengerutkan dahi. "Kamu bikin aku jadi penasaran, ngomong sekarang aja."

Sena menggeleng. "Nanti aja."

***

Beberapa minggu berlalu, waktu yang ditentukan pun datang. Dwitama mengumpulkan para petinggi perusahaan untuk mengumumkan penerus Bagaskara grup setelah dirinya.

Mungkin ini memang terlalu awal, tapi Dwitama beralasan ingin lebih mengenalkan mereka pada rekan-rekan bisnisnya.

Belum selesai Dwitama berpidato, pintu ganda di ruangan besar itu terbuka. Semua pasang mata menoleh pada kedatangan seorang pria muda yang mendorong kursi roda, wanita yang mereka kenali sebagai putri tunggal Andi Bagaskara duduk di sana.

"Nyonya Annanta."

Mereka semua kemudian berdiri, sedikit membungkukkan tubuhnya menghormati wanita itu.

Di podium yang tersedia dalam ruangan itu Dwitama terdiam, nyaris jantungan karena kedatangan istrinya yang membuatnya kehabisan kata-kata. Dia hanya mampu memandangi wanita itu dengan bertanya-tanya. Bagaimana bisa.

"Saya datang ke sini, untuk memperkenalkan putra tunggal saya." Anna meraih pergelangan tangan Ansel, mendongak kepadanya.

Putra tunggal? Kalimat itu tentu saja menjadi pertanyaan bagi mereka, lalu Dizar dan Sandi siapa.

"Mungkin kalian bertanya-tanya tentang keluarga kami, biar suami saya saja yang menjelaskannya."

Mendapat lemparan bola dengan tiba-tiba tentu saja Dwitama tidak pernah siap menerimanya. Dia mau tidak mau menceritakan pada mereka bahwa Dizar dan Sandi adalah anak dari istri pertamanya.

Mereka terdengar berbisik-bisik. Hingga Anna kembali berbicara dan membuat mereka diam semua. Wanita itu meminta bantuan pada mereka untuk membimbing putranya, begitupun pada sang suami juga Dizar dan Sandi. Dia berharap mereka bisa menerima putranya dan mau bekerja sama.

Mereka semua tentu menghormati keputusan wanita itu yang adalah putri tunggal Andi Bagaskara. Juga menerima Ansel sebagai pemimpin baru mereka.

Pertanyaan demi pertanyaan pun dilontarkan para petinggi perusahaan yang berada di ruangan itu. Salah satunya adalah kemana selama ini wanita itu menghilang.

Anna masih belum siap untuk menerima banyak todongan pertanyaan. Karena saat semua pasang mata mengarah kepadanya saja, dia merasa tidak nyaman.

Ansel menyadari hal itu, dia pun berkata pada mereka bahwa sang mama  masih perlu banyak beristirahat dan tidak boleh lelah. Setelah menyerahkan semuanya pada sang papa, dia kembali membawa pergi ibunya.

.

"Mama, mama nggak apa-apa kan?" Ansel bertanya khawatir saat mereka sudah berada di dalam mobil. "Paman, kita ke rumah sakit, cepat," ucapnya pada pria yang duduk di balik kemudi.

Ansel benar-benar khawatir saat wanita dalam pelukannya itu bergetar ketakutan. Dia terus berusaha untuk menenangkannya.

Sang mama memang belum siap untuk bertemu banyak orang. Tapi tekad wanita itu untuk membantunya begitu besar, Ansel bahkan tidak menyangka mamanya bisa buka suara di hadapan semua orang.

Sesampainya di rumah sakit, wanita itu langsung mendapatkan penanganan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Dokter hanya menyampaikan bahwa pasien butuh ketenangan.

..
Lanjut..











Fake Bodyguard (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang