39

2.8K 608 115
                                    

Sena duduk di mobil sendirian  saat Ansel berkata ada yang tertinggal di kamar sang mama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sena duduk di mobil sendirian  saat Ansel berkata ada yang tertinggal di kamar sang mama. Selang beberapa lama  pria itu pun kembali dengan membawa buku tebal di tangannya.

"Itu apa?" Sena bertanya saat Ansel membuka laci dashboard di hadapannya, untuk menaruh benda itu di sana.

"Buku mama." Ansel mulai memundurkan kendaraan yang dia bawa, keluar dari parkiran dan bergerak menuju jalan raya. "Di sampulnya tertulis namaku, mungkin catatan mama buat aku," imbuhnya.

Sena hanya mengangguk, tidak tertarik membahas hal itu. Mereka lalu membicarakan tentang bagaimana pekerjaan Ansel di kantor papinya. Ansel menjawab lancar-lancar saja, abang kembar Jino-Nino selalu sigap membantunya.

"Jika saja Kak Sandi dan Kak Dizar seperti mereka, mungkin kita akan jadi keluarga yang kompak." Ansel berangan-angan.

Sena ikut prihatin mendengarnya. "Pas kamu masih kecil, pernah nggak sih kalian main bareng. Anak kecil kan nggak tau apa-apa."

Ansel tampak mengingat, kemudian menggeleng. "Tau nggak, pas salah satu dari mereka mengadakan pesta ulang tahun, aku bahkan nggak boleh keluar."

"Oyah?"

Ansel sedikit tertawa, tapi Sena tahu ada kesedihan yang ia sembunyikan di baliknya. "Atau kalo mau ikutan, aku jadi tamu undangan. Nggak boleh deket mereka."

Sena ikut sedih tentu saja, tapi pria itu pasti tidak suka jika dia menunjukkannya. "Kok kita sama."

Dengan raut tidak percaya Ansel menoleh. "Masa sih?" tanyanya dengan  kembali fokus ke jalan raya.

"Beneran." Sena menyerongkan duduknya menghadap pria itu. "Aku kalo kakak kembar ulang tahun pasti diumpetin sama mami, atau kalopun boleh ikutan, nggak boleh deket-deket sama mereka."

"Kenapa?"

"Soalnya waktu kecil, aku suka tiup lilin kue mereka."

Jawaban itu sontak membuat Ansel tertawa. "Rese, yah kamu."

"Banget. Makanya mereka ngejauhin aku. Kita sama kan."

Ansel menoleh lagi meski sekilas, dia tahu ada ketulusan yang terpancar dari kedua sorot mata Sena. Gadis itu hanya tidak mau Ansel merasa berbeda.

Dengan senyum yang terulas di bibirnya, Ansel lalu mengangguk. "Iyah. Kita sama."

"Jodoh."

.

Setelah sampai di tempat Tante Anna mendapatkan perawatan khusus, Sena ikut masuk dan menemui perempuan itu.

Mereka terlihat senang saat Tante Anna mulai bisa menyimak ketika Ansel berbicara, menunjuk foto-foto di dalam album dan menceritakan kapan sang mama mengambil gambarnya.

"Waktu itu kita main ke taman, mama inget nggak?" Ansel menunjuk foto dirinya saat masih sekolah dasar, wajahnya yang cemberut terlihat begitu lucu. "Waktu iku aku udah males difoto  tapi mama maksa. Inget kan, Ma?"

Sang mama mengangkat tangannya, ikut menunjuk foto Ansel kecil dan mengusapnya.

Diam-diam Sena mengambil gambar kedekatan mereka, jika nanti Tante Anna sembuh, dia hanya ingin menunjukannya dan berkata bahwa Ansel sangat mencintainya.

Setelah menjenguk sang mama, Ansel mengajak Sena untuk berjalan-jalan di taman yang tidak jauh dari sana.

"Jadi, kita lagi kencan nih ceritanya?" Sena bertanya menggoda saat mereka berjalan santai menghampiri ayunan besi, yang berada di tengah taman. Banyak pohon besar yang membuat tempat itu terlihat nyaman.

Ansel sedikit tertawa. "Kemana biasanya kamu diajak kencan? Aku nggak tau tempat-tempat romantis yang bisa didatangi."

"Ini juga cukup sih. Sebenernya bukan tempatnya, tapi sama siapanya."

"Seneng jalan sama aku?" Ansel bertanya dengan memiringkan kepala,  memperhatikan raut cantik Sena yang berjalan di sebelahnya.

Sena yang sedikit salah tingkah lalu melengos. "Seneng, lah," jawabnya.

Ansel tersenyum. "Buat minggu depan, kamu aja yang nentuin tempatnya. Kamu mau ke mana. Aku ikut."

"Tapi kamu harus jenguk mama kamu kan?"

"Jenguk mama tiap hari kok, petugasnya aja sampe bosen liat aku terus."

"Apa aku juga harus jadi petugas keamanan di sini, biar bisa ketemu kamu setiap hari?" Sena terlihat merajuk saat mengutarakan kalimat itu.

Meski hampir setiap malam mereka mengobrol lewat video, tapi tentu saja rasanya berbeda ketika mereka bertemu muka. Dia bisa menghirup parfum Ansel yang sepertinya sudah menjadi aroma faforitnya. Dan dapet bonus cium tentu saja.

"Nanti kamu bosen ketemu aku setiap hari."

"Mana ada." Sena menyangkalnya, "kamu jadi pengawal aku lagi aja sih. Nanti aku minta papi buat naikin gaji deh," usulnya.

Ansel tertawa. "Ngapain jadi pengawal kamu."

Sena menghentikan langkah,  menghadap Ansel yang juga melakukan hal yang sama. "Biar bisa ketemu setiap hari, lah."

"Mendingan kamu jadi istri aku aja."

***

Lanjut..














Fake Bodyguard (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang