Ansel ikut sarapan di rumah utama Bagaskara, sejak perdebatan makan malam waktu itu, Sandi dan Dizar menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Entahlah apa yang tengah mereka rencanakan tanpa dirinya.
Dwitama menyuruh Ansel untuk jangan muncul dulu sebelum dia memberi perintah. Pria itu berencana ingin mengumumkan siapa saja yang akan menjadi penerus Bagaskara.
Pria paruh baya itu lalu mengutus Ansel untuk mempelajari perusahaan di kantor cabang Bagaskara. Perusahaan baru yang jauh dari pusat kota, Ansel tahu ini termasuk ke dalam rencana mereka, tapi dia memilih untuk mengiyakan saja.
.
"Cari siapa, Tante." Ansel bertanya saat mendapati ibu tirinya sudah berdiri di depan pintu kamar sang mama.
"A, aku hanya ingin, mengunjungi ibumu?" Sarah sedikit terbata saat mengatakan hal itu.
Ansel menyentuh handle pintu, lalu menekannya hingga menimbulkan suara. "Mau masuk?" tanyanya.
Sarah terlihat ragu. Dia kemudian mundur satu langkah. "Tidak usah sekarang, lain kali saja."
Ansel menghela napas lega saat Sarah memilih untuk pergi. Dia tahu wanita itu hanya ingin memastikan apakah sang mama masih ada di dalam. Beruntung, dia dapat meyakinkan bahwa ibunya tidak kemana-mana.
.
Beberapa minggu bergabung di perusahaan baru sang papa, tidak ada yang tahu bahwa dirinya adalah anak dari pemilik tempat mereka bekerja.
Ansel berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, hingga mereka banyak yang menyukainya.
"Bro, makan dulu, yuk."
Rian, karyawan yang sering membantu Ansel mengajak untuk makan bersama, namun Ansel menolaknya. Dia berkata masih ingin meneruskan pekerjaannya sebentar saja.
"Udah lah ayo tinggalin dulu, nggak usah rajin-rajin bukan kita yang kaya. Lo kerja jungkir balik juga gaji lo segitu-gitu aja."
Ansel tertegun. Dia lalu menoleh, "memangnya kamu nggak mau naik jabatan?"
Rian mengibaskan tangan. "Alaah, rajin banget naik jabatan kaga, tipes gue."
Ansel tertawa, dia lalu menutup laptop di hadapannya, mengikuti teman-temannya ke sebuah kantin kantor, tempat mereka biasa menghabiskan waktu istirahat di sana. Menjadi karyawan biasa ternyata tidak terlalu buruk juga, dia bisa berbaur dengan para karyawan lain dan tidak canggung saat bercanda.
Berbeda ketika dia bekerja di perusahaan Justin, kenal dengan petinggi di sana membuat orang-orang merasa segan dan mencari muka kepadanya.
"Eh, Sel. Lo udah punya istri belum sih?" Wisnu, salah satu teman Rian bertanya.
"Kenapa?"
"Dapet salam dari Dewi, sekretaris Pak Wira tau nggak lo?"
Ansel menggeleng. "Tidak kenal."
"Entar gue kenalin."
"Em, tidak perlu. Aku sudah punya istri," ucap Ansel berbohong. Mungkin lebih tepatnya calon istri.
"Ooh, yaudah deh ntar gue bilangin."
Rian membawakan makanan pesanan mereka, lalu meletakannya di atas meja. "Kalian tau nggak, denger-denger Pak Dwitama mau pensiun gitu."
"Dua minggu lagi, dia mau ngumumin pewaris Bagaskara grup kan? Yah, paling Pak Dizar yang angkuh itu." Wisnu membalas, tangannya sibuk mengaduk mi ayam pesanannya yang dibawakan oleh Rian. "Kesel gue sama Pak Dizar, kerjaannya nyuruh-nyuruh doang," keluhnya.
"Ya bagusnya kita dipindahin ke sini ya. Nggak di kantor pusat lagi, males gue juga ketemu dia. Apalagi Pak Sandi, doyan banget godain perempuan." Rian menanggapi.
Mendengar teman-temannya bergosip, Ansel diam saja. Ternyata seperti itu lah pandangan mereka tentang keluarganya. Dia bahkan tidak menyadarinya.
"Tapi gosipnya nih, Pak Dwitama itu punya istri simpanan tau nggak, punya anak juga. Tapi nggak tau bakal ikut dapet bagian apa nggak."
"Bukan istri simpanan." Ansel yang tidak terima saat mereka membahas tentang sang mama, tanpa sadar ikut menanggapi.
Kedua temannya itu menoleh. "Lo tau dari mana?" tanya salah satu dari mereka.
"Em, dengar-dengar saja." Ansel beralasan, kembali menyibukkan dirinya dengan semangkuk mi yang temannya sudah pesankan.
"Tapi katanya sih pewaris Bagaskara grup cuma jatuh ke Pak Dizar sama Pak Sandi, anak perempuannya kan masih kecil."
"Kalian yakin?" Ansel sedikit antusias saat mereka membahas hal itu.
Rian mengangguk yakin. "Menurut gosip yang beredar sih gitu."
Ansel masih percaya sang papa akan mengumumkan tentang dirinya adalah putra ke tiga bagaskara. Dia tidak berharap menjadi pewaris tunggal di sana, setidaknya menjadi bagian dari mereka, itu sudah cukup bagi dirinya.
Demi meminta penjelasan tentang gosip yang beredar itu, Ansel berniat menemui sang papa di ruang kerjanya. Pintu ruangan itu sedikit terbuka, Ansel dapat melihat Dizar tengah berada di dalamnya.
"Papa yakin Ansel bakal diem aja, saat papa mengumumkan hanya aku dan Sandi lah pewaris Bagaskara grup?"
"Tidak mungkin Ansel berani bersuara, tidak ada yang mengenal anak itu. Para petinggi perusahaan tentu lebih percaya pada kalian."
Mendengar percakapan mereka Ansel memundurkan kakinya beberapa langkah. Hatinya hancur tentu saja, kenapa sang papa sampai setega itu pada dirinya.
***
Lanjut
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Bodyguard (Lengkap)
RomanceAnsel Bagaskara terpaksa harus menyelinap ke sebuah rumah besar pengusaha ternama, untuk mencari dokumen penting rahasia perusahaannya. Rencana yang sudah ia susun begitu rapi nyatanya tidak berjalan mulus seperti yang ia kira. Satu kesalahan membua...