"Ansel?" Sena mengulang penyebutan nama yang pria itu akui sebagai panggilannya.
Setelah mengangguk dan tersenyum, Ansel kemudian menjawab. "Panggil saya Ansel," ucapnya.
Sena sudah berbaik hati memberikannya hadiah, entah kenapa Ansel ingin membalasnya dengan satu hal yang mungkin perlu diketahui gadis itu.
"Terus, Askara nama siapa?" Sena kembali bertanya sebelum memasukkan satu sendok makanan ke mulutnya.
"Nama keluarga."
"Oh, nama keluarga lo Askara. Di kampung ternyata ada nama keluarga juga ya. Keren namanya."
Kalimat itu membuat Ansel tertegun, baru ingat bahwa kehadirannya di rumah ini, untuk menggantikan keponakan Paman Handi dari kampung. Nyaris saja dia melupakannya.
"Kalo gitu gelangnya nggak jadi deh, biar gue ganti dulu jadi Ansel." Sena mengangsurkan telapak tangannya meminta.
Ansel menoleh, lalu mengusap gelang di tangannya. "Tidak perlu, saya suka nama ini," ucapnya.
Sena mengangguk, raut wajahnya tampak berpikir. Gadis itu lalu menggaruk rambut kepalanya yang tidak gatal. "Terus, gue manggil lo apa dong?"
"Terserah."
"Jangan terserah, entar kalo gue panggil Sayang ada yang marah." Sena berucap enteng, kembali sibuk dengan mangkuk yang entah kenapa isinya tidak kunjung habis. Melihat tanggapan Ansel yang hanya sedikit tertawa dia kembali menoleh. "Gue bercanda."
Ansel mengangguk. "Saya tau," balasnya.
Sesaat setelah kalimat terakhir itu, keduanya saling diam. Hanya denting sendok yang beradu dengan mangkuk yang terdengar memecah keheningan.
"Gue minta nomor hape lo, dong." Sena lebih dulu bersuara, saat teringat siang tadi begitu sulit menghubungi pengawalnya.
Ansel merogoh saku celana panjangnya, memberikan benda persegi yang ia ambil dari sana dan membuat seorang Lasena tercengang tidak percaya.
"I, ini hape lo?" Sena sedikit terbata saat mengutarakan kalimatnya.
Merasa tidak ada yang aneh dari hal itu, Ansel lalu mengangguk saja.
"Sumpah ini bukan kw super kan?" Masih tidak yakin dengan ponsel merk ternama keluaran terbaru yang terbilang amat mahal di negaranya itu, Sena membolak balikan benda di tangannya tidak percaya. "Lo punya hape semahal ini? Gaji lo sebelumnya berapa?"
Ansel mengerjap gugup, apakah seorang pengawal nona muda tidak sanggup membeli ponsel yang serupa. Dia tidak tahu persis berapa harganya, Paman Lim selalu mengganti gawainya sewaktu-waktu jika ada keluaran terbaru.
"Apa itu mahal?"
"Gue minta hape yang kaya gini, disuruh jadi cleaning service dulu di kantor papi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Bodyguard (Lengkap)
RomanceAnsel Bagaskara terpaksa harus menyelinap ke sebuah rumah besar pengusaha ternama, untuk mencari dokumen penting rahasia perusahaannya. Rencana yang sudah ia susun begitu rapi nyatanya tidak berjalan mulus seperti yang ia kira. Satu kesalahan membua...