Sena berjalan lebih dulu menuju ruang kelas pagi ini. Sesekali dia menoleh pada Askara yang melangkah di belakang mengikutinya. Tatapan pria itu tidak terbaca, Sena tidak tahu apa yang kini tengah dipikirkannya.
Setelah menurunkan sedikit harga diri untuk meminta Askara mengantarkannya masuk ke dalam kelas. Pria itu memang menurut, tapi dia jadi bingung harus memulai percakapan apa, atau memang tidak perlu melakukannya. Kenapa dia jadi ingin mengajak pria itu berbicara.
"Makasih." Sembari masih melangkahkan kakinya pelan, Sena berucap demikian guna mengawali sebuah percakapan. Namun saat tidak ada tanggapan dari pria di belakangnya, dia pun menoleh. "Eh, kirain pergi," ucapnya sembari membuang tatapannya lagi.
"Setelah mengusir saya, lalu sekarang menyuruh saya untuk mengikuti, apakah kali ini Nona ingin saya pergi lagi?" Ansel bertanya tidak mengerti, sesaat tadi gadis itu mengaku tidak ingin diikuti dan muak melihat wajahnya. Kini permintaannya sedikit berbeda.
Sena melengos kesal, lalu kembali melangkah. "Tugas lo kan emang ngikutin gue, jadi kalo gue bilang jangan diikutin ya jangan nurut-nurut banget dong," omelnya.
"Ok, baiklah."
"Gue pikir lo tadi bakal berantem," gumam Sena.
"Saya jarang melakukan hal-hal yang tidak berguna." Ansel menyahuti. 'Kecuali mengikuti seorang Lasena Maura ke kampusnya.' Lanjutnya dalam hati.
"Tapi sebenernya gue lebih suka kalo tadi lo berantem, terus tonjok mukanya Bari. Kesel banget gue," ucap Sena berapi-api.
Ansel menghela napas pelan. "Apa perlu saya melakukannya?"
"Nggak usah." Sena berbalik, melangkah mundur menghadap pada pria itu. "Makasih tadi lo udah muncul terus bantuin gue ngadepin Bari."
Ansel mengangguk. "Memang sudah tugas saya melindungi Anda," ucapnya tanpa ekspresi.
Sena tidak dapat menangkap seraut rasa bangga di wajah pria di hadapannya. Padahal dia sudah berterimakasih dan memuji bahwa dia sedikit lebih berguna. Yaa, meskipun di dalam hati.
Sena masih melangkah mundur saat Ansel mengulurkan tangan dan menyentuh pundaknya. Dengan lembut pria itu menariknya.
"Sory!" Seorang pria yang tampak buru-buru meminta maaf saat tidak sengaja sedikit menabrak bahu Sena. Beruntung Ansel menarik tubuhnya menjauh.
"Berapa jam nona di dalam?" Ansel bertanya setelah memutar tubuh Sena hingga menghadap pintu kelas, yang perempuan itu sebutkan sebelumnya.
Sena menoleh. "Dua jam, lo mau ke mana? Apa ke tempat yang nggak bisa gue liat lagi?" tanyanya.
Sesaat Ansel tertegun, mungkin mencari jawaban yang meyakinkan untuk berbohong. Tapi sepertinya dia sulit menemukannya. "Saya akan kembali sebelum anda keluar dari ruangan ini." Tanpa memberikan alasan mau ke mana, Ansel berjanji pada gadis di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Bodyguard (Lengkap)
RomanceAnsel Bagaskara terpaksa harus menyelinap ke sebuah rumah besar pengusaha ternama, untuk mencari dokumen penting rahasia perusahaannya. Rencana yang sudah ia susun begitu rapi nyatanya tidak berjalan mulus seperti yang ia kira. Satu kesalahan membua...