47

2.6K 586 63
                                    

Sena tersenyum saat Ansel terlihat mahir bermain bulutangkis dengan saudaranya.

Dari raut wajah pria itu yang terlihat amat bahagia, sepertinya Ansel belum pernah sedekat itu dengan keluarganya sendiri.

"Ayo! Menaaang!" Sena berteriak memberi semangat.

Permainan tampak imbang, Ansel yang mengaku tidak terlalu mahir nyatanya dapat memimpin skor. Abang kembar terlihat kewalahan.

"Menang! Menang! Menang!" Sena yang berlaku sebagai penonton kembali berteriak memberi dukungan, mengundang para istri pemain lainnya ikut mengampiri lapangan.

"Bang Jino makan dulu." Teriak Nara, istri Jino yang datang dengan Yara kaka iparnya.

Tidak berselang lama, Alea calon istri Arka yang ikut bergabung dengan mereka membawa beberapa air putih di tangannya.

Permainan berhenti dengan Ansel dan Arka sebagai pemenangnya. Sena menyambutnya dengan euforia yang berlebihan. "Yee, menang!" teriaknya.

Nino tertawa, mengacak puncak kepala adik perempuannya dengan gemas. "Seneng banget kamu kaya dapet apaan aja."

"Kalo Ansel menang aku jadi istri Ansel."

"Kalo dia tadi kalah?" Arka bertanya.

"Ansel jadi suami gue."

"Jeuuh. Sama aja." Kairan yang ikut mendekati kerumunan menanggapi.

"Nggak ada jaim-jaimnya lo jadi perempuan." Jino berpura-pura menoyor kepala adiknya.

"Biarin." Balas Sena dengan merangkul lengan kekasihnya.

"Tadi tuh harusnya gue yang menang, pacar lo cuma nerusin doang." Kairan

"Yakin gue kalah kalo mainnya sama lo mah." Dengan gemas, Arka menendang kaki Kairan.

"Ni sebagai abang nggak mendukung banget nih." Kairan mengomel.

"Bang Jino sama Bang Nino disuruh makan sama mami, Arka sama Kairan ikut juga nggak apa-apa." Nara menyampaikan amanah ibu mertuanya.

"Asik, ikutan ah. Mbak Yara yang masak ya." Kairan memang sering ikut makan di rumah sang tante, apalagi jika yang masak adalah koki terkenal seperti kakak iparnya.

"Kamu capek yah, minum dulu." Alea menyodorkan air mineral di tangannya pada Arka.

Sena ikut mengambil air mineral yang calon sepupu iparnya itu bawa, lalu memberikannya pada Ansel yang malah tertawa.

"Kenapa?"

"Kamu lucu tadi treak-treak terus."

"Orang nyemangatin kamu."

Selain dua pasangan itu, si kembar Jino Nino juga tampak seru mengobrol dengan istri masing-masih, membahas anak-anak mereka yang tengah bermain di kolam renang.

Hanya Kairan yang terlihat merana sendiri, pria itu lalu menjatuhkan tubuhnya pada pundak Sena.

"Kenapa, Bestie," tanya Sena dengan menahan tawa.

"Lemes, Bestie. Gue doang yang nggak punya ayang." Kairan merengek sedih, mengundang mereka semua untuk menoleh dan tertawa.

Arka lalu menarik leher adiknya dan membawanya melangkah masuk ke dalam rumah. Diikuti dengan mereka semua, meninggalkan Ansel yang masih berdiri di tempatnya.

Memiliki keluarga yang harmonis adalah impian bagi Ansel. Dan mereka semua adalah gambaran kehangatan sebuah keluarga yang tidak pernah ia dapatkan dari saudaranya.

Sena yang berjalan sembari meminum air putih di tangannya baru menyadari Ansel tidak ikut melangkah bersama mereka. "Mas pacar. Ayo!" Ajaknya.

Jino dan Nino ikut berhenti, keduanya lalu berbalik, masing-masing merangkul lengan Ansel dan membawanya masuk ke dalam rumah.

.

Acara makan bersama keluarga Adley tentu saja berbeda dengan suasana makan bersama dengan keluarga Bagaskara. Ditambah lagi ada Kairan, Arka juga calon istrinya.

Justin menyuruh Nino untuk memimpin do'a sebelum mereka mulai makan. Bersamaan dengan bacaan doa selesai, Tante Karin dan suaminya datang dengan membawa lauk dan Nasi dalam wadah besar.

"Mami tungguin di rumah malah makan di sini, yaudah mami bawa aja nasinya ke sini." Karin mengomel.pada kedua putranya.

Nena menyambut adik iparnya itu dengan gembira. "Ya ampun, Karin. Pas banget mbak kehabisan nasi. Baru mbak mau tèlepon kamu. Yaudah ayo makan bareng."

"Tumben rame banget." Ardi ikut duduk di sebelah Justin saat Jino dan istrinya berpindah untuk memberikan kursi pada omnya itu.

"Versi lengkap dong, Om." Sena menjawab dengan merentangkan kedua tangannya.

"Ante Sena. Jira mau duduk sebelah kak Aska." Jira, anak pertama Jino merangsek di antara Sena dan kekasihnya.

"Enak aja. Sana bareng mami kamu."

"Iih, nggak mau."

"Yaudah duduk sini aja." Ansel mengeser kursi di sebelah kiri yang kebetulan kosong, gadis kecil itu terlihat senang.

"Makasih, Ka Aska."

Mereka kemudian mulai makan. Hari minggu di kediaman Justin memang selalu seramai itu, Ansel pernah tinggal cukup lama di sana. Dan dia pun berharap bisa ikut bergabung dengan mereka selamanya.

"Askara?" Justin memanggil namanya saat pria itu justru terlihat diam saja.

"Iya, Om?"

"Kamu baik-baik saja?"

Ansel tersenyum, kemudian mengangguk. "Nggak apa-apa, Om."

"Makanlah. Setelah ini saya ingin bicara."

***
Lanjut

Lanjut

Fake Bodyguard (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang