Setelah berterimakasih pada Bastian yang sudah mengantarkannya pulang, Ansel masuk ke dalam rumah dan langsung mencari ibunya.
Seorang perempuan berpakaian rapi menghadangnya di bawah tangga. Ansel kenal wanita itu adalah suster yang merawat ibunya. "Nyonya sedang beristirahat, Tuan muda," cegahnya.
"Saya mau bertemu dengannya." Ansel yang tidak peduli lalu melangkah lagi, namun perempuan itu bergerak menghalangi.
"Nyonya sedang tidak bisa diganggu, Tuan muda."
Ansel tentu saja merasa kesal, belum sempat menanggapi perempuan itu, seseorang yang merasa terganggu dengan kehadirannya kemudian menyela.
"Ada apa sih ribut-ribut." Sarah, ibu tiri Ansel bertanya dengan melipat kedua lengan di depan dada. Raut wajahnya memang selalu tidak ramah saat bertemu dengan dirinya.
"Saya ingin bertemu dengan mama saya," ucap Ansel dengan sedikit enggan. Bagaimanapun juga, selain sang papa, wanita itu punya kendali penuh atas semua perintah.
Sarah menoleh pada suster yang merawat madunya, perempuan itu tampak menunduk. Sarah pun memberi perintah untuk membiarkan saja Ansel berbuat apa.
Pria itu menaiki anak tangga dengan sedikit berlari, membuka pintu kamar sang ibu yang tidak pernah sekalipun terkunci.
"Mama!" Ansel menjatuhkan tas yang tersampir di pundaknya, dengan cepat berlutut di hadapan sang mama yang kedua tangannya diborgol ke lengan kursi. Mengapa tega sekali mereka memperlakukan ibunya seperti ini. "Mama, apa yang terjadi."
Wanita itu menoleh dengan raut ketakutan di wajahnya. Dari mulutnya yang terbuka secelah seperti ada yang ingin dia katakan pada putranya.
Ansel menoleh saat suster yang merawat sang ibu masuk ke dalam ruangan, tentu saja dia begitu marah. "Apa yang kalian lakukan pada mama saya!" teriaknya.
Sang suster menunduk takut, selama bekerja di rumah ini, belum pernah dia melihat anak majikannya semurka itu. "Tu, Tuan Besar yang menyuruh saya melakukannya, Tuan muda," jawabnya terbata.
Ansel mengeratkan gigi, merasa marah sekali. Apa pengorbanannya selama ini belum cukup sampai dia harus menyakiti mamanya seperti ini, padahal wanita itu adalah istrinya sendiri.
"Akhir-akhir ini nyonya sering mengamuk, Tuan muda. Jadi Tuan besar menyuruh saya untuk memborgolnya."
"Kau mengatakan mama saya baik-baik saja saat saya bertanya." Ansel mengepalkan jemarinya, setiap kalimat yang keluar selalu penuh penekanan karena terlalu emosi. Kesabarannya terasa habis sampai di titik ini. "Apa yang kalian takutkan? Mama saya bahkan tidak bisa berjalan!" bentaknya kemudian.
"Maaf, Tuan. Saya hanya mengikuti perintah."
"Berikan kuncinya."
"Se, Saya–,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Bodyguard (Lengkap)
RomanceAnsel Bagaskara terpaksa harus menyelinap ke sebuah rumah besar pengusaha ternama, untuk mencari dokumen penting rahasia perusahaannya. Rencana yang sudah ia susun begitu rapi nyatanya tidak berjalan mulus seperti yang ia kira. Satu kesalahan membua...