CHAPTER 17 | TRUTH BELIEF

271 25 5
                                    

Dhara menyimpan cokelat pemberian Liam di dalam tas sembari tetap melangkah keluar dari gedung olahraga. Saat sampai di depan, ia mengedarkan pandangan untuk mencari sosok Cakra. Akan tetapi hingga saat ini, dirinya belum menemukan keberadaan Cakra. Sepertinya Cakra belum tiba dan masih dalam perjalanan. Ia lalu memilih berteduh di halte sekolah untuk menunggu Cakra.

Dhara cukup senang saat Cakra mengajaknya jalan-jalan bersama setelah kemarin ajakannya sempat ia tolak. Saat ia bertanya ke mana tujuan jalan-jalan mereka, Cakra hanya menjawab mungkin ke kafe atau mall. Ia mengiyakan saja ajakan Cakra itu.

Tin-tin!!!

Dhara mengedarkan pandangannya saat mendengar klakson mobil itu. Seketika bibirnya tersenyum manis saat melihat Cakra melambaikan tangan ke arahnya dari dalam mobil. Ia langsung melangkah mendekat ke arah mobil Cakra, kemudian masuk ke dalam dan duduk di samping kursi kemudi.

“Mau jalan-jalan ke mana dulu nih?” tanya Cakra menatap Dhara yang tengah memakai sabuk pengaman di sebelahnya.

Dhara menoleh ke arah Cakra. “Terserah Kakak, aku ikut aja mau ke mana.”

“Ya jangan terserah dong! Jawab aja misalnya ke mall, ke kafe atau ke mana gitu?”

Dhara terdiam sejenak, ia menunduk lalu kembali menatap Cakra dengan seulas senyum canggung. “Aku bingung, terserah Kakak aja,” balasnya.

Jujur, Dhara memang jarang keluar rumah. Kesehariannya saja hanya seputar sekolah, rumah, bahkan untuk jalan-jalan sekaligus bermain keluar saja bisa dihitung pakai jari.

Cakra menghela napas dan menggelengkan kepala pelan. “Kita ke mall aja kalau gitu. Udah pernah ke mall belum? Jangan-jangan belum ya?”

Dhara meringis pelan mendengar tuduhan Cakra. “Sekali dua kali pernah sih sama Mama, Kak.”

Cakra berdehem pelan. “Kakak kira belum pernah sama sekali," ucapnya lalu mulai melajukan mobilnya meninggalkan gedung olahraga menuju mall.

Dhara membuang pandangan ke arah luar jendela. Menatap kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Ia melirik Cakra saat mobilnya berhenti dikarenakan lampu merah.

“Aku udah ke psikiater lagi, Kak,” ujar Dhara tiba-tiba dan bermaksud untuk memberi tahu Cakra.

Cakra menoleh ke arah Dhara. Raut wajahnya terlihat senang dan lega mendengar kabar itu. “Kamu jadi lebih tenang kan setelahnya?”

Dhara mengangguk pelan. “Iya Kak.”

“Ditemani siapa?”

“Kak Azel.”

Cakra yang mendengar jawaban Dhara sedikit tersentak. Bukankah kakak angkat Dhara itu sedang marah atau mungkin kecewa karena masalah trauma Dhara kemarin?

“Azel? Kalian udah baikkan ya?” tanyanya memastikan.

“Sudah, Kak. Tadi aku ke GOR juga diajak Kak Azel,” jawab Dhara tersenyum tipis mengingat hubungannya dengan Azel menjadi lebih baik setelah ia bercerita tentang keadaan dirinya yang sebenarnya kepada Azel.

Cakra tersenyum lega, ia ikut senang mendengar hubungan Dhara dan Azel membaik. Ia juga merasa Dhara sedikit lebih ceria hari ini, tidak seperti biasanya yang hanya diam sesekali melamun.

Dhara mengalihkan pandangan dari Cakra saat mobil Cakra kembali melaju. “Maaf Kak, waktu itu aku menolak ajakan Kak Cakra,” ucap Dhara merasa bersalah.

Cakra melirik ke arah Dhara dengan pandangan tetap fokus ke jalanan. “Nggak perlu minta maaf, Ra. Sekarang aja kita jadi jalan-jalan bersama atau mungkin kita sedang kencan sekarang.”

Truth BeliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang