✨Happy Reading ✨
______________________Dhara menopang kedua lengannya di sisi wastafel. Tatapannya menatap lurus pantulan dirinya yang ada di cermin. Semalam ia sulit tidur karena terus kepikiran tentang kedua orang tua kandungnya, sampai berakhir memimpikan kecelakaan kelam waktu itu. Tangannya terulur mengalirkan air kran dan membasuh wajahnya dengan air.
Dhara menyeka wajahnya dengan tisu yang dibawanya di saku roknya. Ia menarik napas dalam dan mencoba menyemangati dirinya sendiri jika semua ini akan baik-baik saja. Setelahnya ia lantas keluar dari toilet untuk kembali ke dalam kelas.
Dhara yang berjalan sembari menyimpan kembali kemasan kecil tisu di saku roknya menjadi tidak fokus ke jalan. Ia terkesiap saat hampir saja bertubrukan dengan seseorang saat akan berbelok. "Liam," panggilnya sambil mendongak menatap Liam yang berdiri tepat di hadapannya.
Liam terkejut karena hampir menabrak Dhara. Ia melengos dengan satu tangan menutupi area hidungnya. "Maaf Ra, duluan ya" lanjutnya akan melenggang melewati Dhara.
"Tunggu Liam," cegah Dhara dengan mata memicing ke arah Liam. "Itu darah, kamu-"
"Minggir!" sentak Liam lalu berlari masuk ke dalam toilet.
Dhara mengerjap pelan. Ia tidak mungkin salah lihat. Ada darah yang hampir menetes di dagu Liam. Ia memilih berbalik menyusul Liam.
"Liam,"
Tubuh Liam menegang saat mendengar suara yang sangat ia hafal itu. Ia lantas membungkukkan tubuhnya dan mempercepat membasuh area hidungnya. Ia lalu memejamkan matanya sejenak. Kenapa harus bertemu Dhara di saat seperti ini sih? Jika tahu ada Dhara di toilet lantai atas, lebih baik ia di toilet lantai bawah saja tadi.
"Kamu mimisan Liam," ucap Dhara sambil menatap khawatir Liam yang terus saja membasuh hidungnya dengan air, sampai air yang mengalir di wastafel itu pun ikut berwarna kemerahan.
"Lo ngapain di sini? Sana pergi!" usir Liam tanpa menatap Dhara.
Dhara tidak bergeming di tempatnya. Ia mengabaikan usiran Liam yang terdengar dingin di pendengarannya. Tangannya terulur mengambil tisu miliknya saat Liam sudah mematikan kran air. "Duduk Liam, biar mimisannya reda."
Liam duduk di lantai dekat dinding tidak jauh dari wastafel. Ia duduk tegak dengan sedikit menundukkan kepalanya.
"Hadap sini dulu," kata Dhara yang sudah berjongkok di dekat Liam dan mengulurkan tangannya untuk membersihkan area hidung Liam dengan tisu. Masih ada darah yang mengalir keluar dari lubang hidung kiri Liam. "Kenapa sampai mimisan kaya gini sih?"
Liam yang sempat terpaku ke arah Dhara langsung melengos membuang pandangan. Tapi hanya sebentar karena dagunya langsung ditarik oleh Dhara agar kembali menatap ke arah Dhara. "Gue bisa sendiri," katanya langsung merebut tisu dari tangan Dhara dan menepis pelan tangan Dhara dari wajahnya.
Dhara membiarkan Liam mengambil alih tisu yang dibawanya. Ia juga bisa melihat keringat yang membasahi tubuh Liam yang terbalut seragam olahraga.
Hampir sepuluh menit Dhara menunggu Liam dengan tatapan tidak lepas ke arah Liam yang mimisannya sudah mulai mereda. "Sakit enggak Liam?"
Liam berdiri dari duduknya dan membuang semua tisu yang dipakainya ke tempat sampah. Ia menoleh sekilas ke arah Dhara yang sudah berdiri di dekatnya. "Enggak. Ngapain masih di sini? Sana kembali ke kelas," balasnya lalu mencuci tangan dan membasuh mukanya di wastafel.
"Eh sepupu! Olahraganya ngapain sampai keringatan gitu?"
Dhara dan Liam mengalihkan pandangannya ke arah luar toilet. Mereka jelas mengenali siapa pemilik suara itu, yang tidak lain adalah milik Yoneta. Liam memilih menyingkir dengan masuk ke dalam bilik toilet. Ia sudah bisa menebak Neta berbicara kepada siapa di luar sana. Hanya satu yang dipanggil sepupu oleh Neta di sekolah ini, yaitu Alvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...