Pagi harinya hujan kembali mengguyur kota ini. Dhara merasa bahwa bulan ini dan bulan selanjutnya akan sering hujan karena memang sudah memasuki musim hujan.
Ia sedang berdiri di teras rumah. Pagi ini ia akan berangkat bersama Azel dengan menebeng di mobil miliknya Alvan. Sebenarnya ia akan menolak, tetapi mengingat ia juga akan memberikan kue mochi kepada Alvan jadilah ia mengiyakan saja ajakan Azel.
"Kalian pakai payung lipat yang Mama beli ke__ oh sudah kalian ambil ternyata," ujar Maya melihat putranya sudah membawa payung yang baru dibelinya kemarin. Ia menoleh ke arah Dhara.
"Dhara mana payungnya?"
"Itu Ma," tunjuk Dhara mengarah ke kursi teras.
"Oh ya sudah. Mama masuk lagi ya," ucap Maya kembali masuk ke dalam rumah. Ia hanya mengecek kedua anaknya itu membawa payung yang baru dibelikannya kemarin atau tidak.
"Iya Ma," balas Dhara tersenyum tipis melihat kepergian Maya yang kembali masuk ke dalam rumah. Maya pasti kembali mengemasi barang untuk dibawa keluar kota bersama Harun hari ini untuk seminggu ke depan mengurusi cabang usaha yang ada sedikit kendala.
"Alvan mana sih nggak datang-datang!" seru Azel berjongkok di teras rumah dengan memegang payung yang sudah ia lebarkan.
Dhara menggelengkan kepala pelan melihat tubuh Azel hampir tertutup payung jika dilihat dari belakang. Ia mendongak melihat ke arah pagar saat mendengar bunyi klakson mobil dari sana.
"Akhirnya datang juga. Ayo Ra!" ajak Azel berdiri dari posisinya.
Dhara mengambil payung yang sebelumnya ia letakkan di atas kursi teras, lalu melebarkan payung itu dan melangkah menyusul Azel. Ia mengambil duduk di bagian jok belakang mobil Alvan, sedangkan Azel duduk di bagian depan sampingnya Alvan.
"Gue kira lo lupa jemput kita Van," ujar Azel memberikan payungnya kepada Dhara yang duduk di belakang. "Ayo buruan berangkat!"
Alvan berdehem pelan dan mulai melajukan mobilnya kembali menuju sekolah. Ia sesekali melirik Dhara yang duduk di bagian belakang dari kaca spion depan. Sedangkan Dhara sendiri sibuk melihat isi kantong kain bawaannya yang ia gunakan untuk membawa mochi.
"Gimana kabar si Liam?" tanya Azel menoleh sekilas ke arah Alvan.
"Sudah baikkan. Hari ini juga tetap berangkat."
Dhara yang mendengar percakapan itu mendongak menatap Alvan dan Azel yang duduk di depannya. "Memangnya Liam kenapa Kak?" tanyanya ingin tahu.
"Waktu ke toko buku kemarin Liam pulang duluan, katanya sakit perut Ra," jawab Azel.
"Diare atau apa Kak?"
"Ya enggak tahu, bilangnya cuma sakit perut terus buru-buru pulang."
"Oh gitu," ucap Dhara. Ia menjadi mengingat saat dulu dirinya bertemu dengan Liam di rumah sakit yang katanya hanya sakit perut tetapi Liam berjalan dari arah spesialis penyakit dalam.
"Magnya kambuh," ujar Alvan memberi tahu. "Liam bilang gitu kemarin malam." Ia tahu karena kepikiran dengan keadaan kawannya itu yang sedikit aneh, jadilah dirinya bertanya kenapa kepada Liam dan Liam menjawab magnya kambuh. Satu hal yang ia herankan, sejak kapan Liam memiliki mag?
"Si Liam punya mag?" tanya Azel heran. Selama ini kondisi tubuh Liam selalu terlihat bugar bahkan dulu saat bermain basket, ia yang paling semangat.
"Mungkin iya," balas Alvan seakan ragu dengan jawabannya sendiri.
Hening kembali, mereka sibuk dalam pikirannya masing-masing. Hingga tanpa terasa mobil Alvan sudah sampai di sekolah.
"Alvan," panggil Dhara sebelum lelaki itu keluar dari dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...