Happy reading...
Dhara melangkah menuruni tangga bersama Evita. Dhara sedikit tidak nyaman dengan pakaian yang dikenakannya sekarang karena menampilkan lengan dan kaki jenjangnya. Setelah berganti pakaian tadi, Evita juga sempat memfotonya. Ia sudah menolak tetapi lagi-lagi dirinya hanya bisa diam menurut. Ia menenteng paperbag yang berisi pakaian yang ia pakai sebelumnya.
Azel yang melihat Dhara langsung berdiri. Ia mengakui jika Dhara terlihat cantik dan juga terlihat anggun saat memakai pakaian seperti itu, tetapi detik berikutnya ia mengenyahkan pikiran anehnya itu. Ia harus ingat jika Dhara adalah adiknya.
Tidak berbeda jauh dari Azel. Liam dan Alvan yang baru saja mengikuti arah pandang Azel langsung terpaku melihat Dhara di sana. Walau hanya berganti pakaian dan tatanan rambut diubah menjadi tergerai, Dhara terlihat sangat berbeda dari sebelumnya.
"Tante, sebelumnya aku minta maaf. Aku sama Dhara harus pulang dulu, soalnya ada urusan lain," ujar Azel saat Dhara dan Evita berhenti di hadapan mereka. Satu yang ada di pikirannya sekarang, membawa Dhara pergi dari rumah Liam. Ia tidak bisa menduga apa yang akan dilakukan oleh Evita setelah ini jika Dhara masih di rumah Liam.
"Kok kalian buru-buru banget sih? Memangnya ada urusan apa?" balas Evita.
Azel menggaruk tengkuknya dan tersenyum kaku. "Oh begini Tante, hari ini ulang tahunnya Bi Inah. Tadi di rumah, Bi Inah sudah sempat bilang mau buat nasi tumpeng buat ngerayain. Jadi kami harus pulang, takutnya nanti Bi Inah sama Pak Beni nungguin."
Evita menatap curiga ke arah Azel. "Bi Inah cuma pembantu, kenapa kalian mau ikut rayain ulang tahunnya? Lagian dia juga sudah tua, masih saja ingat ulang tahun."
Dhara menatap ke arah Azel. Saat tatapan mereka bertubrukan ia menaikkan sebelah alisnya sebagai tanda keheranannya dengan perkataan Azel. Sejak kapan Bi Inah ulang tahu hari ini? Setahunya yang akan berulang tahun dalam waktu dekat ini adalah Neta.
"Ya nggapapa Tante. Bukan begitu Dhara?"
Dhara yang merasa belum cukup paham memilih mengikuti perkataan Azel. "Iya Tante. Jadi maaf, aku sama Kak Azel harus pulang."
Evita mengibaskan tangannya dan memutar bola mata malas. "Ya sudah kalian silakan pulang. Tapi lain waktu Dhara main ke sini lagi ya?"
"Iya Tante. Kalau gitu Dhara sama Kak Azel pamit pulang dulu ya Tante," ucap Dhara sembari mengulurkan tangan menyalami Evita.
"Sekali lagi terima kasih atas pakaiannya Tante," lanjutnya lagi.
Evita tersenyum kecil dengan tangan terulur menyentuh kedua bahu Dhara. Ia menarik tubuh Dhara ke dalam pelukannya dan mengecup pipi Dhara. "Iya sama-sama," balasnya lalu menjauhkan tubuh dari Dhara.
Ia kemudian beralih menatap Alvan yang masih duduk anteng bersama putranya. "Alvan enggak sekalian pulang?"
Liam menyenggol lengan Alvan yang duduk di sebelahnya. Jika tahu akan seperti ini lebih baik tadi tidak mengajak Dhara ke rumahnya. Ia tidak mengira mamanya bersikap seperti sekarang kepada Dhara, ada sedikit rasa tidak enak dihatinya karena sikap Mamanya itu. Sedangkan Alvan yang mendapat pengusiran halus itu memilih segera berdiri dari duduknya.
"Aku juga pamit Tante," ucap Alvan dengan raut wajah datarnya.
Evita mengangguk pelan. Ia kembali menatap Dhara. "Hati-hati di jalan ya," ucapnya lalu sedikit mencondongkan tubuh ke arah Dhara. "Ingat segera hubungi nomor Tante yang tadi Tante kasih ke kamu," lanjutnya berbisik kepada Dhara.
Dhara mengangguk pelan. "Kalau gitu aku permisi ya Tante," ucapnya lalu mendekat ke arah Azel.
"Liam aku duluan ya," pamitnya kepada Liam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...