CHAPTER 36 | TRUTH BELIEF

183 19 0
                                    

Happy Reading✨

Lapangan SMA Taruna Angkasa terlihat mulai ramai karena para murid berdatangan menuju lapangan untuk mengikuti pelaksanaan upacara bendera. Begitu pun dengan Dhara yang tengah melangkah beriringan dengan Neta menuju barisan kelas mereka.

“Lo beneran ikut upacara Dhar? Badan lo anget lho, wajah lo juga sedikit pucat gitu,” ujar Neta untuk yang ke sekian kalinya mencoba membujuk Dhara yang terlihat sedikit lesu pagi ini.

Dhara mengangguk pelan. “Iya Net, aku sudah sampai sini masa nggak jadi ikut upacara,” jawabnya mengambil barisan di bagian tengah bersisian dengan Neta.

Neta menatap Dhara dengan cemas. Cuaca pagi ini juga sedikit mendung karena semalam hujan deras disertai guntur. Ia menjadi berharap hujan turun lagi sekarang tanpa guntur agar upacara bendera tidak jadi dilaksanakan, sehingga Dhara juga bisa duduk dengan tenang di kelas.

“Kalau ngerasa pusing atau apapun itu langsung bilang ke gue lho ya!”

Dhara menoleh ke arah Neta dan tersenyum tipis. “Iya Neta,” balasnya. Ia merasa beruntung memiliki teman seperhatian Neta.

Tanpa Dhara sadari dari barisan kelas lain, Azel mengawasi Dhara. Kondisi Dhara pagi ini tidak bisa dikatakan baik. Wajah Dhara terlihat sedikit pucat dengan kantong mata yang sedikit menghitam, mungkin karena semalam hujan deras disertai guntur yang membuat Dhara sulit tidur. Ia jadi teringat dengan trauma yang dimiliki Dhara itu.

“Dhara kelihatan pucat,” ujar Alvan yang juga ikut mengamati Dhara. Ia jelas menyadari jika Dhara kurang sehat saat Dhara mengembalikan jaket kepadanya beberapa saat lalu.

Azel menoleh ke arah Alvan yang berdiri di sampingnya. Sedikit terkejut, ternyata Alvan juga menatap ke arah Dhara dalam diam.

“Lo merhatiin adik gue dari tadi?” tanyanya sambil memicingkan mata menatap curiga Alvan.

Alvan berdehem pelan sembari melirik sekilas Azel lalu kembali melempar tatapan ke arah Dhara di sana. Namun sayangnya terhalang oleh murid yang lebih tinggi dari Dhara. Ia lalu mengalihkan pandangan ke depan saat upacara bendera sudah dimulai.

“Masih lama nggak sih selesainya?” kata Liam yang berada di barisan paling belakang bersama dengan Devon.

Devon menoleh ke arah Liam dan berdecap pelan. Rasanya ingin memukul kepala Liam saking kesalnya. Pantas saja Azel dan Alvan memilih barisan depan daripada di belakang bersama Liam.

“Baru juga mulai, Lam.”

Liam mengedikkan bahunya acuh, tangannya terulur membenahi topi upacara yang dipakainya. Akhirnya semua murid diam mengikuti upacara bendera dengan khidmat.

Saat pertengahan upacara, Dhara merasa kepalanya berdenyut nyeri dengan telapak tangan yang mulai berkeringat dingin terutama tangan kanannya yang sedang dalam posisi hormat ke bendera. Tadi pagi ia juga tidak nafsu makan, alhasil hanya sarapan sedikit sampai sempat dinasihati oleh Azel agar menghabiskan sarapannya.

Dhara mengulurkan tangan kirinya menyentuh rok seragam Neta. “Net,” panggilannya dengan lirih. Ia merasa pandangannya mulai berkunang-kunang. Hingga tanpa bisa ditahan lagi tubuhnya terhuyung tidak sadarkan diri.

“Dhara!” seru Neta menangkap tubuh Dhara yang kemudian dibantu oleh dua siswi yang berada di belakangnya.

Dua murid yang bertugas di organisasi kesehatan sekolah dengan sigap mendekat ke arah barisannya Dhara. Salah satu dari keduanya adalah seorang lelaki, lelaki itu hendak mengulurkan tangan mengambil alih tubuh Dhara tetapi sebuah suara lebih dulu menahan gerakannya.

Truth BeliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang