Happy Reading...
Dhara melangkah beriringan dengan Azel di koridor rumah sakit Cahaya Medika dengan membawa parsel buah. Sepulang sekolah, Azel menyetujui ajakan Dhara untuk menjenguk Cakra di rumah sakit. Walau ada sedikit perdebatan di antara mereka sebelum Azel menyetujui ajakan Dhara itu.
“VIP B nomor 5,” gumam Dhara menghentikan langkahnya di depan ruang rawat Cakra. Ia melirik ke arah Azel yang berdiri di sampingnya.
Azel yang menyadari Dhara melirik ke arahnya langsung menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. Ia menggerakkan dagunya ke arah pintu mengisyaratkan kepada Dhara agar segera mengetuk pintunya.
Dhara mengulurkan satu tangannya untuk mengetuk pintu di hadapannya, lalu mendorong dengan pelan pintu tersebut agar terbuka. “Permisi,” ucapnya menyapa orang yang ada di dalam ruangan.
“Dhara,” panggil Cakra sambil tersenyum simpul saat melihat kedatangan Dhara dan Azel.
Dhara tersenyum kaku ke arah Cakra dan seorang wanita berumur di dekat Cakra. Ia mendekat ke arah wanita itu dan menyalaminya. Begitu pun dengan Azel yang menyalami wanita itu.
“Kenalin Ma, mereka Dhara sama Azel,” ujar Cakra kepada Lani, Mamanya.
“Oh, Dhara yang telepon kemarin ya?” tanya Lina.
“Iya Tante. Em, ini ada bingkisan untuk Kak Cakra Tante,” ujar Dhara menyerahkan parsel buah yang dibawanya kepada Lina.
“Wah terima kasih ya,” balas Lina menerima pemberian Dhara. “Mari silakan duduk,” lanjutnya mempersilahkan Dhara dan Azel duduk di sofa yang ada di dalam ruangan. Ia membimbing mereka untuk duduk di sofa dan meletakkan parsel buah ke atas meja di dekat sofa.
Cakra sendiri membenahi posisi berbaringnya. Ia tidak bisa menoleh langsung ke arah Lina dan yang lainnya karena lehernya mengalami cedera membuat pergerakan lehernya terbatas. Akan terasa nyeri jika ia menoleh secara spontan ke samping.
“Bagaimana kondisi Kak Cakra, Tante? Maaf saya baru tahu kemarin,” ujar Dhara.
Lina mengulum senyum. “Jangan kaku, biasa saja. Tante enggak galak kok,” balasnya menatap Dhara dengan ramah. Ia membenahi posisi duduknya lalu menjawab pertanyaan Dhara.
“Kondisi Cakra sedang dalam masa pemulihan. Perkembangannya hari ini sudah meningkat, hanya saja cedera di lehernya masih sakit. Tuh lihat aja masih pakai penyangga leher.”
Dhara dan Azel menoleh ke arah Cakra yang berbaring di atas ranjang rumah sakit. Mendengar Lina kembali berucap mereka kembali mengalihkan pandangan ke arah Lina.
“Tante khawatir sekali waktu dengar kabar Cakra kecelakaan. Beruntung saja tidak parah dan langsung dilarikan ke rumah sakit,” jelas Lina. Ia lalu melirik ke arah Azel. “Kalian pacaran ya?”
Dhara terkesiap dan langsung menggeleng pelan. “Enggak Tante. Ini Kakak aku, Kak Azel.”
“Mereka kakak beradik Ma,” sahut Cakra.
Lina mengangguk ragu. Kedua remaja di depannya ini usianya terlihat sama menurut tebakannya. “Oh begitu ya. Kalian baru pulang sekolah kan? Sekolah di mana kalau Tante boleh tahu?”
“Iya Tante. SMA Taruna Angkasa,” jawab Dhara.
Mendengar nama sekolah itu Lina menatap tertarik Dhara. “Putra Tante juga ada yang sekolah di sana. Itu adiknya Cakra, namanya Langit.”
Dhara dan Azel yang mendengar itu saling lirik sekilas. Azel berdehem pelan dan kembali menatap ke arah Lina. “Langit anak kelas XI IPS yang ikut basket bukan Tante?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...