“Mbak Dhara, Mas Azel kenapa dari tadi enggak keluar dari kamarnya ya? Bibi jadi khawatir, tadi aja sempat lihat wajahnya Mas Azel kaya babak belur, seperti habis dipukul orang,” ujar Bi Inah yang tengah memasak makanan untuk makan malam.
Dhara yang sedang mengupas apel untuk camilan pengganjal lapar sebelum makan malam menjadi menghentikan gerakan pisaunya dan menoleh ke arah Bi Inah. “Iya Bi, nanti coba aku lihat ke kamarnya ya, sekalian ajak makan malam,” balas Dhara.
“Iya Mbak. Ini makanannya sebentar lagi juga sudah siap.”
Dhara kembali mengupas apel di tangannya, pikirannya menerka-nerka kenapa Azel tidak keluar dari kamar semenjak sepulang sekolah tadi. Padahal biasanya Azel suka rusuh, selalu menyuruhnya untuk melakukan banyak hal, seperti menyuruhnya membeli camilan di swalayan depan walau hari sudah beranjak malam, itu sudah menjadi hal biasa untuknya.
Helaan napas pelan terdengar darinya, sampai sekarang ucapan Azel yang mengatainya anak pungut masih terngiang di benaknya.
Dhara menjadi teringat Alvan, kenapa Alvan harus memukul Azel hingga menimbulkan lebam di sudut bibir Azel? Walau ia tidak melihat secara langsung kejadiannya, tetapi dirinya sudah menerka jika keduanya sempat adu mulut hingga sampai melampaui batas kesabaran mereka. Jika Alvan mengejar Azel, lalu kenapa Liam masih di sekolah dan menyempatkan diri mengajaknya ke tempat Alvan dan Azel? Ia menggelengkan kepala untuk menepis semua praduganya di dalam benaknya.
“Bi, aku ke atas dulu ya. Nanti makanannya jangan lupa ditutup kalau Bibi tinggal pergi,” ujar Dhara berdiri sembari meletakkan kupasan apelnya di piring buah di atas meja makan.
“Iya Mbak Dhara,” jawab Bi Inah menoleh ke arah Dhara.
Dhara mengangguk dan tersenyum tipis ke arah Bi Inah, lalu melangkah keluar dari dapur. Ia harus memastikan keadaan Azel setelah sudut bibirnya lebam dan sedikit terluka karena pukulan Alvan tadi.
Dhara menghentikan langkah saat sampai di depan pintu kamar Azel. Tangannya terulur mengetuk pintu yang tertutup rapat itu. “Kak, Kak Azel ini Dhara Kak,” ucapnya berharap Azel mendengar suaranya dari dalam kamar.
Tidak ada sahutan dari dalam kamar, membuat rasa penasaran dan juga kekhawatiran Dhara terhadap Azel semakin menguat. Dhara kembali mengetuk pintu itu lalu terdiam sejenak mendengarkan apakah ada jawaban dari Azel atau tidak dan kenyataannya tidak ada sahutan sama sekali dari dalam kamar.
Dhara mencoba membuka pintu itu yang tidak dikunci oleh Azel. “Kak, Dhara masuk ya,” ucapnya. Sebenarnya ia sedikit takut jika masuk ke dalam kamar Azel, takut Azel akan marah kepadanya dan mengomelinya panjang lebar, tetapi jika ia tidak masuk dirinya tidak bisa melihat keadaan Azel. Hingga ia memutuskan untuk tetap masuk ke dalam kamar Azel.
Dhara membuka lebar pintu kamar Azel, terlebih saat mendapati kamar Azel cukup gelap sepertinya lampu kamar belum di nyalakan oleh Azel. “Kak Azel,” panggilnya sembari meneliti di mana tepat letak sakelar lampu yang berada di dinding dekat pintu kamar. Setelah menemukan sakelar lampu itu, ia segera menyalakan lampu kamar Azel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...