CHAPTER 52 | TRUTH BELIEF

169 16 4
                                    

Happy Reading ✨

Dhara mematutkan diri di depan cermin, matanya sedikit lelah karena kurang tidur. Beban pikirannya menjadi bertambah karena berurusan dengan keluarga Liam. Rasanya campur aduk antara senang, sedih dan tidak enak hati.

Ceklek

Dhara langsung berbalik menatap pintu kamarnya yang baru saja terbuka. Di sana berdiri Azel dengan raut wajah datarnya. Salah satu alasan dirinya tidak enak hati, yaitu meninggalkan Azel untuk sementara waktu.

"Jemputan kamu udah ada di depan," ucap Azel memberi tahu Dhara.

Dhara mengangguk dan beralih meraih kopernya, lalu menyeretnya keluar ke arah Azel.

Azel sedikit bergeser memberi jalan untuk Dhara yang melewati pintu. "Kakak nggak ikut kamu ke depan. Sana pergi!" usirnya mendahului Dhara yang akan berucap sesuatu.

Binar mata Dhara meredup mendengar nada ketus dari Azel. "Aku pergi dulu ya Kak," pamitnya sambil menutup pintu kamar lalu menyeret kembali kopernya pergi dari sana.

Azel bersedekap dada dengan menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu kamar Dhara. "Jangan terlalu naif, Ra. Kakak emang nggak tahu alasan sebenarnya kamu mengiyakan mereka, tentu bukan hanya sebatas liburan. Karena cukup aneh untuk seukuran keluarga terpandang seperti mereka mengajak anak yang belum jelas asal usulnya seperti kamu."

Dhara menghentikan langkahnya, hatinya sedikit berdenyut nyeri mendengar kalimat terakhir yang Azel ucapkan.

Brakk

Baiklah, sekarang Dhara dibuat terkejut dengan tingkah Azel yang masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kasar. Tangannya mencengkeram tarikan kopernya, disusul senyum kecut di bibirnya.

"Permisi Mbak Dhara," ujar Bi Inah yang berhenti di tengah anak tangga. "Itu di depan ada Mas Liam, katanya mau jemput Mbak Dhara."

Dhara mengalihkan perhatian kepada Bi Inah. "Iya Bi. Aku akan ke sana. Sekalian pamit ya, Bi," katanya tersenyum kecil ke arah Bi Inah.

Bi Inah yang memang sudah tahu tentang kepergian Dhara langsung mengangguk sopan. "Iya Mbak. Bibi bantu bawa kopernya ya Mbak."

Dhara yang mendengar itu dengan cepat mencegah. "Enggak perlu, Bi. Aku bisa sendiri kok, permisi ya Bi."

Bi Inah memberi Dhara jalan untuk turun. Bibirnya tersenyum kecil menatap punggung Dhara yang mulai menjauh di sana.

"Jadi heran, Mbak Dhara bukannya dekat sama Mas Alvan? Tapi ini kok perginya sama Mas Liam?" gumamnya sembari menggelengkan kepalanya saking herannya.

Di luar, Dhara dihadang oleh Liam yang ternyata sudah menunggunya di teras depan. Mereka bertukar sapa sebentar sebelum Liam mengajak Dhara untuk masuk ke dalam mobil. Liam mengambil alih koper Dhara untuk disimpan di bagasi belakang.

"Dhara, sini buruan masuk!" seru Evita dari dalam mobil.

"Masuk aja Ra," kata Liam setelah menutup pintu bagasi dan mendekat ke arah Dhara.

Dhara mengangguk pelan, dengan ragu ia masuk ke dalam mobil dan duduk di dekat Evita. "Pagi, Tante," sapanya tidak lupa menyalami Evita. "Pagi, Om," lanjutnya saat melihat sosok Ghali di kursi depan.

Dhara menatap ke arah orang yang duduk di kursi kemudi, sepertinya seusia dengan Papanya Liam. Jika dia seorang sopir, lantas kenapa harus memakai jas kantoran seperti itu?

"Sudah siap semua," ucap Liam yang kini sudah masuk ke dalam mobil dan duduk di dekat Dhara. Membuat Dhara terimpit antara dirinya dan juga Mamanya.

Ghali berdehem pelan. "Langsung ke bandara, Ris."

Truth BeliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang