Dhara terbangun dari tidurnya, ia sudah menerka jika dirinya akan sulit tidur semalam dan benar saja ia tidak bisa kunjung terlelap tidur karena gangguan kecemasannya itu.
Sehingga membuat kepalanya sedikit pusing pagi ini, bahkan telapak tangannya terus saja berkeringat dingin, kelopak matanya juga terasa berair seakan ingin menangis terus-menerus, dan jantungnya juga berdebar-debar tidak karuhan.
Setelah selesai urusan mandi lalu berpakaian dan menata rambutnya di pagi ini, Dhara bergegas keluar dari kamar. Akhir pekan ini, Maya dan Harun akan kembali lagi ke rumah setelah urusan pekerjaan di luar kota mereka sudah selesai. Bisnis kuliner merupakan bisnis keluarga Fernando, Harun memiliki kafe, toko kue, dan restoran yang sudah tersebar di beberapa daerah.
“Kenapa jalannya begitu? Kaya zombi, Ra!”
Dhara yang berjalan pelan dengan satu tangan memijat pelan pelipisnya menghentikan langkah saat mendengar seruan itu. Ia mendongak menatap Azel yang melangkah mendahuluinya menuruni tangga.
“Mama sama Papa sebentar lagi pulang. Sikapnya biasa saja,” ujar Azel menoleh sekilas ke arah Dhara sebelum lanjut turun ke lantai bawah. “Lo emang sakit atau cuma pura-pura kelihatan sakit?” lanjutnya menghentikan langkah di pertengahan anak tangga dan menatap ke atas ke arah Dhara.
“Aku sehat kok Kak,” jawab Dhara mencoba menahan rasa pusing di kepalanya yang membuatnya sesekali memejamkan mata berusaha menghalau rasa pusing itu. Ia tetap melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga secara perlahan.
Azel mendengus, sudah kelihatan wajahnya sedikit pucat kaya gitu masih saja mengelak kalau kondisinya sehat.
“Kalau jalan itu, matanya lihat jalan jangan merem!” serunya saat menangkap kelopak mata Dhara yang terlihat ingin terpejam.
Dhara diam, satu tangannya berpegangan pada pembatas besi sepanjang anak tangga yang ia lewati. Napasnya terasa mulai memburu dan pandangannya terlihat berkunang-kunang.
Azel yang sedari tadi memperhatikan Dhara langsung melangkah naik mendekat ke arah Dhara saat melihat tubuh Dhara akan terhuyung jatuh.
“Dhara!” panik Azel yang langsung menopang tubuh Dhara agar tidak terjatuh.
“Kita ke kamar! Udah tahu kalau sakit bukannya istirahat malah berlagak sehat walafiat!” seru Azel.
Dhara memejamkan matanya sejenak dengan kedua tangan yang berpegangan pada lengan Azel yang sedang membantu menopang tubuhnya. “Maaf,” lirihnya kepada Azel.
“Jangan pingsan! Gue nggak mau gendong lo ya,” ujar Azel memperingati Dhara. Ia panik sekaligus khawatir sekarang dengan kondisi Dhara. Bahkan ia bisa merasakan kalau tangan Dhara sudah berkeringat dingin.
“Iya Kak. Ini cuma sedikit pusing aja Kak,” ucap Dhara.
Azel diam, ia fokus menuntun Dhara menaiki anak tangga lalu melangkah menuju kamar Dhara. Ia menyuruh Dhara berbaring di atas kasur. “Jangan bangun! Udah tiduran aja, Ra. Awas aja kalau bangun!” peringat Azel menyorot tajam Dhara yang menurutnya cukup keras kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
أدب المراهقينON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...