Happy Reading...
Dhara melangkah di depan Liam menuju bangku penonton, tentu dengan petunjuk arahan dari Liam. Ini adalah kali pertamanya ia berada di kerumunan pendukung tim basket dari sekolahnya. Ia lagi-lagi selalu menunduk saat melewati beberapa siswa siswi SMA Taruna Angkasa, sekolahnya.
Dhara hampir saja terjengkang ke depan karena tersandung kaki seseorang yang sepertinya sengaja menghalangi langkahnya. Beruntung saja ada Liam yang dengan sigap menahan bobot tubuhnya karena mendengar suara mengaduhnya.
“Aduh maaf,” ucap Ayuna menarik kakinya memberi jalan untuk Liam setelah menjegal Dhara.
Liam menyorot Ayuna dengan tajam. Ia dengan sengaja memukulkan gulungan kertas yang dibawanya ke puncak kepala Ayuna. "Aduh maaf sengaja,” ujarnya kepada Ayuna.
Liam menggenggam tangan Dhara dan menuntun Dhara menuju tempat duduk yang masih kosong di barisan paling depan. Ia sebelumnya sudah memesan tempat duduk kepada Devon, teman sekelasnya agar menyisakan tempat duduk untuk dua orang di barisan depan.
“Lam,” panggil Devon menurunkan kakinya yang sedari tadi ia selonjorkan agar dua tempat duduk di sampingnya tidak ada yang menduduki.
Liam menepuk bahu Devon dan memberikan kertas yang dibawanya kepada Devon. “Biar ramai, pertandingan terakhir sebelum lulus.”
“Yoi,” balas Devon. Ia menatap perempuan yang datang bersama Liam, wajahnya tidak asing baginya.
“Lo sama siapa?” tanyanya dengan menunjuk Dhara menggunakan dagunya.
“Adhara,” jawab Liam mengambil duduk di sebelah Devon. “Duduk sini, Ra,” lanjutnya mempersilahkan Dhara duduk di sebelahnya.
“Oh anak IPA ya? Adiknya Azel, kan?” tanya Devon memastikan yang kemudian mendapat deheman dari Liam. Ia berinisiatif mengulurkan tangan ke arah Dhara bermaksud ingin berkenalan.
“Dhara, Devon. Sudah kenalannya," sela Liam menyambut uluran tangan Devon lalu menepis tangan itu dari hadapannya.
Devon menatap protes Liam, belum sempat ia menyapa Dhara malah sudah lebih dulu diserobot oleh Liam. “Kampret lo, Lam!” kesalnya.
Liam mengedikkan bahunya acuh. Sedangkan Dhara hanya menghela napas pelan, ada-ada saja tingkah konyolnya Liam.
Dhara menoleh ke sebelah kirinya yang ternyata diduduki oleh Kaira, yang merupakan siswi populer disekolahnya.
Bagaimana bisa ia bisa duduk di sebelah siswi populer ini? Jika di rumpun IPA saja ada Ayuna, maka dari rumpun IPS ada Kaira yang menjadi primadona sekolah.
“Hai,” sapa Kaira tersenyum ramah kepada Dhara.
Dhara tersenyum canggung. “Hai,” balasnya kaku. Ia langsung membuang pandangan menghadap ke lapangan basket di depan sana.
“Ra, lo mau pegang ini nggak?” tanya Liam menyodorkan satu kertas tulisan kepada Dhara.
Dhara menoleh ke arah Liam kemudian menatap sejenak kertas ditangan Liam dan memilih menggeleng pelan. “Enggak deh,” balasnya. Ia merasa canggung sekarang, takut melakukan kecerobohan yang berujung membuat dirinya malu.
“Gue aja Lam yang bawa ini,” sela Kaira sembari mengambil kertas yang tadi di tangan Liam.
“Hmm,” gumam Liam membiarkan kertas itu diambil oleh Kaira.
Ia menyorot lekat ke arah Dhara. “Rileks dong Ra, jangan tegang,” gurau Liam menepuk pelan bahu Dhara. “Kita sekertas berdua aja gimana?” lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
أدب المراهقينON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...