Dhara duduk termenung di taman belakang sekolah. Ditemani sekotak mochi, sebotol air mineral dan sebuah ponsel di tangannya. Jemarinya bergerak lincah di atas layar ponsel. Ia juga terlihat serius mengetikkan sesuatu. Ia menggulir layar ponsel berpindah ke sebuah situs pencarian di internet dan mengetikkan sebuah nama di situs pencarian itu, yaitu Aruni Pandhita.
Saat ia menekan tombol cari, tidak ada yang muncul tentang sosok Aruni Pandhita. Padahal ia berharap menemukan media sosial atau situs apa pun yang memuat berita tentang sosok itu. Bukankah saat sebelum kelahirannya, sudah ada internet atau mungkin masih belum secanggih sekarang?
Dhara menghapus kata kunci pencarian sebelumnya dan diganti menjadi 'kecelakaan maut dua belas tahun silam'. Ia lalu menekan tombol cari dan muncul beberapa berita tentang kecelakaan. Ia mendesah pelan, tidak ada berita yang sesuai. Semua berita kecelakaan yang muncul di situs pencarian itu berita kecelakaan terbaru. Sepertinya ia salah jika mengandalkan pencarian di internet. Ia akhirnya menyudahi aktivitas pencariannya yang tidak membuahkan hasil apa pun.
Huuff
Tubuh Dhara menegang setelah merasakan daun telinganya di tiup dari arah belakang. Bulu kuduknya langsung meremang. Ia sendirian sekarang karena memang sengaja mencari tempat untuk menyendiri.
"Kak,"
Dhara langsung menoleh mendengar panggilan dari suara yang terdengar tidak asing di telinganya. "Ya ampun Langit! Kamu kenapa sih bisa ada di belakangku gini?!"
Langit menegakkan tubuhnya dan cengengesan kepada Dhara. "Hehehe, takut ya Kak?"
Dhara mendengus pelan, ia tidak mengira akan bertemu dengan Langit. Ia sudah berpikir negatif tentang hantu tadi, ternyata ulah Langit bukan hantu.
"Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanyanya melihat penampilan Langit yang terlihat seperti siswa badung dengan kancing seragam yang terbuka menampilkan kaos putih yang dikenakannya. Belum lagi rambut bagian poninya hampir mengenai alis. Benar-benar bad memang.
Langit mengambil duduk di dekat Dhara, sedikit terhalang dengan kotak mochi dan botol minum milik Dhara. "Seharusnya gue yang tanya, Kak. Kakak kenapa, tumben di sini?"
Dhara menunjuk Langit. "Kamu tuh beneran Langit kan?" tanyanya merasa penampilan Langit tidak seperti biasanya yang ia lihat.
Langit tersenyum simpul. "Iyalah. Gue Langit yang tadi pagi Kakak kasih ini," tunjuknya mengarah ke kue mochi milik Dhara.
"Sebentar deh sebentar," lanjutnya beralih merapikan penampilannya. Ia mengancingkan semua kancing seragamnya dan menyugar rambutnya ke belakang. Sepertinya kakak kelasnya ini memang ragu dengan dirinya karena penampilannya yang berbeda dengan tadi pagi.
Dhara menahan napas dan langsung mengalihkan pandangan melihat tingkah laku Langit yang dengan santainya membenahi penampilan di hadapannya.
"Sudah tampan belum nih Kak?"
Dhara menoleh menatap Langit kembali. "Lebih baik dari sebelumnya."
Langit menaikkan sebelah alisnya menatap Dhara, detik berikutnya ia tertawa pelan. Sepertinya salah jika ia menebar pesona kepada kakak kelasnya yang satu ini. Padahal ia mengira Dhara akan tersipu karena tingkahnya, ternyata masih saja menampilkan ekspresi tenangnya.
Langit lantas berdehem pelan menormalkan ekspresinya, tetapi kilatan tertarik di matanya tidak bisa ia tutupi.
"Kenapa duduk di sini sendirian sih Kak?"
"Sekarang kan ada kamu, jadi aku enggak sendirian lagi. Kamu sendiri kenapa tiba-tiba bisa ada di sini?"
Langit sedikit menyunggingkan senyumnya. Ia tidak menduga Dhara akan dengan cepat melemparkan tanya membalas dirinya. "Dari tadi gue udah di sini ya Kak. Gue dulu kali daripada Kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
TienerfictieON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...