CHAPTER 39 | TRUTH BELIEF

174 18 0
                                    

Happy Reading...

Hiruk pikuk kendaraan mewarnai kondisi jalanan sore hari ini. Dhara duduk terdiam di boncengan motor Alvan dengan pandangan menatap ke arah lalu lalang kendaraan di sekitarnya. Ia jadi teringat dengan perkataan Neta saat masih di kelas tadi.

"Kalian mau kencan?" tebak Neta menatap Dhara dengan geli.

Dhara menyimpan ponselnya setelah membalas pesan dari Alvan. "Bukan kencan. Kami cuma mau ke toko buku kok," balasnya dengan seulas senyum kaku di bibirnya.

"Kencan berkedok ke toko buku ya gini. Sepupu gue kaku amat deh," gumam Neta.

Dhara menaikkan sebelah alisnya heran. "Kamu bicara apa Net?" tanyanya karena sedikit mendengar gumaman dari Neta. Ia hanya ingin memperjelas saja apa yang dikatakan oleh Neta barusan.

"Oh, enggak Dhar," jawab Neta dengan cepat.

"Kalau gitu gue duluan ya Dhar. Jangan lupa nanti malam."

"Iya," balas Dhara menatap kepergian Neta. Telinganya tidak mungkin salah dengar, Neta tadi menggumamkan tentang Alvan.

Dhara menunduk menatap kedua tangannya yang berpegangan pada sisi jaket yang dipakai Alvan. Jaket yang baru saja ia kembalikan tadi pagi kepada Alvan. Ia masih penasaran dengan arti kencan dari yang disebutkan Neta. Memangnya berduaan seperti sekarang ini bisa disebut kencan?

"Sekarang aja kita jalan-jalan bersama atau mungkin kita sedang kencan sekarang."

Dhara mengerjap pelan saat perkataan Cakra terngiang di pikirannya. Itu perkataan Cakra saat mereka akan jalan-jalan ke mall waktu itu. Ia mendesah pelan, sepertinya setelah ini ia harus mencari tahu apa itu definisi dari kencan.

"Sudah sampai, Ra."

Dhara tersadar dari pikirannya sendiri. Ia lalu mengedarkan pandangan, ternyata motor Alvan sudah berhenti di depan distro. Ia merasa sedikit bersalah karena berbohong kepada Neta jika dirinya akan ke toko buku bersama Alvan. Padahal kenyataannya ia pergi ke distro untuk mencari hadiah ulang tahunnya Neta yang akan diadakan nanti malam.

"Ah iya," balas Dhara bergegas turun dari atas motor. Tangannya mencoba membuka pengait helm yang tiba-tiba saja macet. Dalam hati ia terus merutuki helm yang tidak bisa diajak kompromi dalam situasi saat ini.

"Coba sini,"

Dhara memundurkan tubuhnya saat Alvan mengulurkan tangan ke arahnya. "Aku bisa sendiri kok," tolaknya lalu tidak menunggu lama pengait helm itu berhasil terlepas.

Alvan mengulum senyum tipis. Ia menyadari kegugupan yang Dhara rasakan. Tangannya kembali terulur ke arah Dhara, merapikan anak rambut Dhara yang sedikit berantakan. Dhara gugup karenanya dan dirinya menyukai kegugupan Dhara itu.

"Makasih," ucap Dhara tersenyum canggung kepada Alvan sembari menepis pelan tangan Alvan.

Alvan mengangguk pelan. "Kita masuk sekarang," katanya lalu melangkah masuk ke dalam distro diikuti oleh Dhara. Ia ingin menggenggam tangan Dhara, tetapi mengingat kegugupan yang dirasakan Dhara membuatnya mengurungkan niatnya itu. Ia suka, tapi takut jika membuat Dhara kurang nyaman dengannya.

"Van,"

Dhara menghentikan langkahnya saat seorang lelaki menyapa Alvan. Terlihat lelaki itu cukup akrab dengan Alvan walau menurut perkiraannya lebih dewasa dari Alvan.

"Tumben bawa cewek. Cewek lo ya?" tanya Hara sembari melirik Dhara. Tetapi saat menyadari tatapan dingin dari Alvan, ia langsung berdehem pelan dan mengalihkan pandangannya dari Dhara. "Pilih-pilih dulu sana, mau beli yang mana."

Truth BeliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang