CHAPTER 29 | TRUTH BELIEF

166 20 0
                                    

“Di luar hujan lebat. Jangan pergi dari rumah!”

Suara tegas Azel menghentikan langkah kaki Dhara yang sudah berada di dekat pintu depan. Tangannya yang sudah terulur ke kenop pintu berakhir menggenggam udara kosong.

Azel yang berdiri di pembatas lantai atas beranjak turun menghampiri Dhara. Hampir saja ia kecolongan dalam mengawasi Dhara. “Sudah Kakak bilang di rumah saja, Dhara!”

Dhara meremas tali tas selempang yang berada di bahunya. “Kak Cakra kecelakaan, aku mau jenguk dia Kak.”

“Besok masih ada waktu, nggak perlu sekarang juga Dhara! Di luar hujan lebat, ini juga sudah malam!”

“Kak,” panggil Dhara menatap memelas ke arah Azel. Pikirannya kalut jika tidak memastikan secara langsung kondisi Cakra. Satu jam yang lalu ia mencoba menelepon Cakra berniat untuk menyapanya, tetapi yang mengangkat bukan Cakra melainkan seorang wanita yang memperkenalkan diri sebagai ibu Cakra. Wanita itu mengatakan jika Cakra tengah dirawat di rumah sakit karena kecelakaan.

Azel menunjuk ke arah lantai atas. “Kembali ke kamarmu, sekarang!”

“Kak. Kak Cakra_”

“Dhara masuk ke kamar sekarang!” perintah Azel menyorot Dhara dengan tajam. Kedua orang tuanya sedang di luar kota, tidak akan ada yang mencegah Dhara pergi kecuali dirinya.

“Kak Azel,”

“Dhara!”

Dhara mengatupkan bibirnya dan menunduk dalam. Lagi-lagi Azel mencegah dirinya agar tetap di rumah. Ia senang Azel peduli dengannya, tetapi semakin ke sini sikap Azel sangat protektif bahkan ia merasa setelah Harun dan Maya tidak ada di rumah. Azel semakin protektif kepadanya, sepulang sekolah ia harus segera pulang ke rumah dan tidak diizinkan pergi ke luar.

Azel mendesah pelan, ia memegang bahu kiri Dhara. “Besok, jika besok tidak hujan Kakak antar kamu ke rumah sakit jenguk Bang Cakra.”

Dhara tersenyum kecut. “Besok? Besok kan kita mau ke makam Azkia. Iya Kan Kak?”

Azel sedikit menegang mendengar nada sindiran dari Dhara. Ia memang mengatakan akan mengantar Dhara ke makam Azkia, tetapi belum ada pembuktian sampai sekarang karena terhalang hujan dan satu alasan lain.

“Di luar hujan, Ra.”

Dhara mendongak menatap Azel. “Hujan bukan alasan Kak. Kakak selalu beralasan hujan. Gerimis sedikit Kakak bilang hujan.”

Ia menepis lengan Azel yang berada di bahunya. “Aku pergi dulu,” lanjutnya beralih membuka pintu rumah.

“Ra__”

Duarr

“Ya Tuhan!” jerit Dhara. Ia langsung refleks menutup kedua telinganya saat melihat kilat petir menyambar di antara derasnya hujan kemudian disusul dengan suara guntur yang bergemuruh.

Azel tergerak menarik Dhara menjauh dari pintu dan menutup cepat pintu depan tersebut. “Dasar keras kepala! Kakak bilang besok ya besok! Sekarang diam aja di rumah, Dhara!”

Dhara mendongak menatap Azel, netranya sedikit berkaca-kaca karena sangat terkejut dengan suara guntur yang terdengar menggelegar. Padahal sedari tadi hanya hujan deras, tetapi kenapa sekarang ditambah kilat dan guntur?

Azel mengunci pintu dan menyimpan kuncinya di saku celana. “Nangis heh? Dasar cengeng!” serunya sedikit terpancing emosi karena sifat keras kepala Dhara. Ia menarik lengan Dhara, pergi menuju kamar Dhara.

Dhara didorong masuk ke dalam kamar oleh Azel. “Kak Azel,” panggilnya dengan nada tercekat.

“Kunci kamar,” pinta Azel kepada Dhara.

Truth BeliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang