CHAPTER 22 | TRUTH BELIEF

237 23 0
                                    

Happy Reading

Dhara duduk dengan tenang sembari melahap makan malamnya. Bibirnya terus saja tersenyum tipis mengingat percakapannya dengan Alvan tadi siang setelah pertandingan basket sekolahnya. Ia tadi pulang sore bersama dengan Azel, setelah menonton pertandingan basket putri sekolahnya dengan Yoneta sebagai kapten tim.

Senyum Dhara surut, ia menjadi ingat dengan sikap Liam yang sedikit berbeda saat menonton pertandingan basket putri. Tidak ada teriakan semangat yang keluar dari bibir Liam, hanya sekali dua kali selebihnya Liam banyak diam menonton. Sikap Liam juga sedikit aneh, seakan ada yang dikhawatirkan oleh Liam.

“Tadi gimana pertandingan basketnya, lancar kan?” tanya Maya di sela aktivitas makannya.

“Lancar Ma, tim aku juga menang,” jawab Azel.

Maya beralih menatap Dhara. “Dhara tadi gimana waktu lihat pertandingan basketnya?”

“Seru Ma,” jawab Dhara singkat.

“Serulah! Dhara tadi juga teriak-teriak menyemangati aku Ma. Kak Azel semangat Kak Azel!” seru Azel mempraktikkan teriakan Dhara.

Dhara mendelik ke arah Azel yang heboh di sebelahnya.

“Terus juga, Alvan semangat Alvan!”

“Kak, apaan sih!” kesal Dhara menunduk malu dengan tangan mencengkeram erat sendok dan garpunya.

Maya yang melihat kelakuan putranya langsung tertawa renyah, sembari melirik Dhara yang menunduk malu di hadapannya. “Sudah, adik kamu malu sama kelakuan kamu, Azel,” ujarnya meminta Azel agar berhenti menggoda Dhara.

Harun tersenyum kecil dan menggelengkan kepala pelan. “Habiskan makanan kalian, nggak baik bercanda saat makan,” nasehatnya.

“Kalau Azel nggak main udah aku video Pa, tadi_ uhuk uhuk.”

“Papa tadi udah bilang jangan bercanda, tersedak kan sekarang,” ujar Harun menyorot tajam Azel yang sedang meneguk air putih dengan rakus di hadapannya.

“Iya maaf Pa,” ucap Azel setelah kerongkongannya terasa lebih baik.

Hening tidak ada pembicaraan kembali, mereka sibuk menghabiskan makanan masing-masing. Hingga kegiatan makan malam telah usai. Dhara membantu Maya membereskan peralatan makan sebelum kembali ke dalam kamarnya.

Dhara melangkah menuju meja belajarnya, sudut bibirnya tertarik ke atas saat melihat tumpukan berjajar cokelat dan susu kotak pemberian Alvan dan juga Liam serta Azel secara tidak langsung. Tidak ada lagi catatan kecil yang tertempel, karena Alvan sudah membuang semua kertas catatan itu.

Dhara menggeleng pelan, tidak mungkin ia menghabiskan semua itu sendirian. Ia ingin berbagi ke temannya, tetapi masalahnya apa ia mempunyai teman? Yoneta saja sudah dapat, tidak mungkin ia memberikan lagi kepada Yoneta. Tadi ia juga sudah mempersilahkan Azel mengambil dan Azel hanya mengambil dua kotak susu rasa cokelat dan stroberi.

“Kalau saja aku punya saudara,” gumam Dhara tersenyum kecut menatap tumpukan cokelat yang menggugah selera itu.

Dhara membuka laci meja dan mengambil sebuah kotak kecil berisikan kalung perak dengan bandul kecil berbentuk huruf ‘Aa’.

Sampai detik ini ia tidak tahu maksud inisial ‘Aa’ di kalung itu. Namanya memang berawal dari huruf A, yaitu Adhara Caliana Pandhita. Akan tetapi kenapa harus ada dua huruf di kalung itu.

Dulu Dhara pernah bertanya kepada Sekar tentang kalung itu dan Sekar menjawab tidak tahu karena kalung itu ada pada Dhara sejak kecil. Lalu ia bertanya kenapa namanya panjang dan bagus, Sekar hanya diam tidak menjawab. Setelahnya ia bertanya lagi, di mana makam kedua orang tuanya dan yang didapatnya sebuah gelengan kepala serta kata maaf dari Sekar.

Truth BeliefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang