✨Happy Reading ✨
Kalau ada typo, bilang ya...
____________________________Dhara menatap lurus layar ponselnya yang menampilkan balasan pesan dari Azel. Ia baru saja izin kepada Azel jika akan pergi sebentar bersama Cakra sepulang sekolah.
"Eh Dhar, semalam gue buka kado dari Kak Cakra. Coba tebak deh apa isinya," ujar Neta sembari memasukkan barang miliknya ke dalam tas.
Dhara menyimpan ponselnya lalu menoleh sekilas ke arah Neta sembari melanjutkan mengemasi bukunya ke dalam tasnya. "Enggak tahu. Memangnya apa, Net?"
Neta mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Dhara. "Dia kasih dress, warna peach lagi. Sumpah deh gue nggak mau pakai. Geli sendiri bayangin gue pakai begituan."
Dhara tersenyum geli. "Kapan-kapan dipakailah, Net. Pasti cocok."
Neta menjauhkan tubuhnya dan berdecap pelan. "Cocok apanya? Kesannya bukannya imut-imut malah jadi amit-amit kalau gue yang pakai."
Dhara menggelengkan kepala pelan dengan seulas senyum geli di bibirnya. Terkesan lucu karena Cakra memberikan dress warna peach untuk Neta. Cakra tidak tahu saja jika Neta itu termasuk gadis yang tomboi.
"Eh tapi itu masih mending lho, daripada si Liam. Dia kasih gue dua kado. Satunya jam tangan, masih lumrah lah. Lah satunya coba tebak apa, Dhar."
"Apa?" balas Dhara menaikkan sebelah alisnya menatap Neta.
"Sepaket make up, Dhar. Pakai ada note segala yang serasa bikin gue naik darah lagi," kata Neta dengan menggebu-gebu. Bahkan satu tangannya sudah terkepal dan memukul geram meja di depannya.
Dhara terkekeh pelan. Ia tidak menanggapi atau bertanya lebih. Semua hadiah itu adalah privasi Neta, jika Neta mau bercerita ia akan mendengarkan dengan senang hati.
"Net, aku duluan ya," pamit Dhara setelah dirasa Neta tidak ingin bercerita lagi.
"Eh iya, lo langsung pulang kan? Sama Azel atau Alvan?" balas Neta menaik turunkan alisnya.
Dhara tersenyum kikuk. Neta belum tahu saja jika dirinya dan Alvan sudah lebih dari teman. "Enggak sama mereka. Aku ada urusan sendiri. Duluan ya Net," jawabnya lalu bergegas keluar dari dalam kelas.
Neta menatap Dhara dengan heran yang buru-buru pergi. "Kayanya beneran terjadi sesuatu deh semalam. Haiss, kenapa gue enggak ikutin Dhara waktu ditarik sama Alvan sih. Bikin kepo aja," rutuknya lalu berdiri, menyampirkan tas di bahunya dan melangkah keluar kelas.
Di sisi lain, Dhara melangkah menuju gerbang depan sekolah. Ia mengedarkan pandangan mencari sosok Cakra. Saat menemukan apa yang dicarinya ia berlari kecil ke sana. "Maaf Kak, udah sampai dari tadi ya?"
Cakra menegakkan tubuhnya dari posisi bersandar di mobilnya. "Belum kok. Mau berangkat sekarang juga?"
Dhara mengangguk pelan. "Iya Kak."
Cakra membuka pintu mobil untuk Dhara dan mengkode Dhara dengan dagunya agar segera masuk. "Pelan-pelan," ucapnya menjaga puncak kepala Dhara yang hampir terkena sisi atas mobil.
Tanpa keduanya sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka berdua dengan tajamnya, terutama ke arah Dhara. Alvan mengeraskan rahangnya. Tadi ia akan ke kelas Dhara, berniat menjemput Dhara agar pulang bersama. Namun saat di koridor ia melihat Dhara melangkah dengan terburu-buru di koridor membuat langkahnya berbelok mengikuti Dhara.
"Alvan," sapa Keyra saat melihat sosok Alvan yang berdiri di dekat gerbang sekolah.
Alvan memutuskan pandangan dari mobil Cakra yang mulai melaju pergi dari sana. Ia lalu melirik sekilas Keyra sebelum melengos pergi dengan sorot dinginnya. Kenapa Dhara tidak bilang kepadanya jika akan pergi bersama laki-laki lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...