✨Happy reading ✨
Dhara duduk termenung di dalam ruang rawat inap Liam. Sepulang sekolah dirinya langsung dijemput oleh orang suruhan dari orang tua Liam. Dirinya diminta datang ke rumah sakit untuk menemani Liam yang baru saja siuman beberapa jam yang lalu.
“Dhara,” panggil Liam yang mampu membuyarkan lamunan Dhara. “Kamu lagi mikirin apa, Ra?” lanjutnya.
Dhara mengulum senyumnya dan menggeleng pelan, tatapannya melirik ke arah satu tangannya yang terus saja digenggam oleh Liam. “Liam, kalau semisalnya aku pergi jauh bagaimana?” katanya tiba-tiba.
Liam menyorot Dhara dengan pandangan yang rumit diartikan. “Emang jauhnya seberapa, Ra?”
“Sangat jauh mungkin?”
Liam meremas pelan tangan Dhara yang digenggamnya, enggan untuk dilepaskan. “Aku akan nyusul kamu Ra, seberapa jauh pun kamu pergi nanti, aku tetap akan nyusul kamu, Ra.”
Dhara tersentak kaget mendengarnya. “Kenapa?”
“Ra, Kamu itu udah jadi semangat hidupku saat ini.”
“Liam, nggak seharusnya kamu bilang kaya gitu. Masih ada kedua orang tua kamu yang jauh lebih pantas diposisi itu,” ujar Dhara sambil menarik pelan tangannya dari genggaman tangannya Liam.
Liam mengunci tatapan Dhara dan tersenyum lemah. “Mereka memang mengkhawatirkan aku Ra, tapi mereka selalu mikirin bisnis terus. Mereka nggak pernah mikirin kebahagiaan aku Ra. Apa yang aku inginkan. Mereka hanya berharap akan kesehatan ku Ra, berharap agar aku bisa cepat sembuh agar aku bisa melanjutkan bisnis mereka, Ra.”
“Iya itu tandanya mereka masih peduli sama kamu, Liam.”
“Peduli ya?” ulang Liam mengalihkan tatapannya ke atas. “Bahkan jika saja aku enggak sakit seperti ini pun, mereka pasti atur semua hidup aku, Ra. Mamaku dulu orangnya sosialita banget, bahkan selalu menuntutku menjadi pribadi yang lebih baik dari anak-anak lainnya, Ra. Karena apa? Karena mereka ingin agar aku bisa menjadi anak yang selalu bisa dibanggakan kemana-mana.”
“Liam,”
Liam kembali menatap Dhara. “Kamu tahu Ra? Alvan sejak dulu selalu lebih unggul dari anak-anak lainnya, Ra. Dan itu jadi salah satu alasan Mamaku enggak suka sama Alvan, Ra.”
“Tapi kan kamu dan Alvan bersahabat,” ungkap Dhara. Ia merasa aneh jika Alvan dan Liam saling bersahabat tetapi Mamanya Liam tidak suka dengan Alvan.
“Iya, dulu aku anggap Alvan sainganku, Ra. Tapi entah kenapa, setiap aku berusaha merebut posisinya, dia seperti sengaja mengalah, Ra. Mungkin kamu juga bisa tebak kalau kuasa orang tuaku itu yang mengendalikannya,” jelas Liam dengan seulas senyum kecut di bibirnya.
Dhara menyorot Liam dengan tatapan rumitnya. “Lalu perihal tentang perjodohan itu?”
Liam mengulum senyumnya. “Kita memang sudah dijodohkan sejak kecil, Ra.”
“Kalau kaya gitu berarti kamu tahu siapa orang tua kandung ku, Liam?” tanya Dhara penasaran.
Bibir Liam terkatup rapat mendengar pertanyaan dari Dhara. Ia seolah tidak ingi Dhara mengetahuinya sekarang. Ia tidak mengira Dhara akan menanyakan hal seperti itu. “Dhara,” panggil Liam saat Dhara beranjak berdiri dari duduknya.
Dhara menyorot Liam dengan tatapan kecewa. “Aku memang baru dekat sama kamu itu belum lama ini Liam, tapi kamu tahu kan kalau selama ini aku selalu ingin cari kebenaran tentang orang tua kandungku? Kenapa kamu enggak pernah bilang, Liam?”
Liam menarik napas pelan. “Aku juga baru tahu belum lama ini, Ra.”
Dhara menatap bola mata Liam, mencari kebohongan di sana tetapi ia tidak menemukan kebohongan itu. “Sejak kapan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...