Happy Reading...
Suasana kelas hari ini mendadak riuh saat wali kelas sekaligus guru bahasa Indonesia mengingatkan jika minggu depan akan dilaksanakan ujian akhir semester, yang berarti akan berakhirnya semester lima. Sebagian siswa ada yang mengeluh karena itu artinya semester depan mereka akan disibukkan dengan kompetisi ujian yang tidak akan ada habisnya sebagai syarat kelulusan. Terlebih lagi untuk mereka yang berniat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, pastilah akan disibukkan dengan persiapan seleksi ujian masuk perguruan tinggi impian.
“Kok cepat banget sih? Perasaan baru kemarin deh gue masuk terus ribut sama Kak Kolak,” celetuk Neta dengan tatapan menerawang jauh.
Dhara yang tengah membereskan bukunya terhenti dan refleks menoleh ke arah Neta. Setahunya hanya satu orang yang Neta sebut sebagai Kak Kolak, yaitu Nikolas kakak kelas mereka sewaktu mereka kelas sepuluh.
“Kamu masih ingat sama Kak Niko, Net?”
Neta yang mendengar itu melotot kecil ke arah Dhara. “Eh lo dengar apa yang barusan gue bilang ya?” tanyanya sembari melirik ke sekitar yang mulai sepi karena sebagian sudah keluar dari kelas untuk beristirahat ke kantin.
Dhara mengangguk pelan, ia kembali melanjutkan membereskan bukunya dan berucap lagi kepada Neta. “Iya. Lagian siapa lagi yang kamu sebut Kak Ko__ em!”
Neta membekap bibir Dhara tiba-tiba dan menggeleng tegas saat Dhara melotot kecil ke arahnya. “Dia masa lalu gue. Please deh Dhar enggak usah disebut lagi.”
Dhara menyingkirkan tangan Neta lalu mengusap bibirnya sekilas seakan membersihkan jejak tangan Neta dari sana.
“Kamu kan yang sebut dia duluan Net,” katanya sedikit menatap kesal ke arah Neta karena sembarangan membekap bibirnya.
Neta mengusap pelipisnya dan menyengir ke arah Dhara. “Iya deh iya. Gue juga enggak sadar sebut dia tadi.”
Tatapan Dhara melembut, tidak bisa dipungkiri jika dulu beredar rumor jika Nikolas menyukai Neta begitu pun sebaliknya. Walau saat mereka berdua bertemu lebih mirip kucing dan tikus, karena selalu terjadi keributan di antara mereka berdua.
“Kamu beneran enggak suka sama dia?”
Neta menghela napas pelan. “Kalau pertanyaan lo merujuk ke rumor dulu, gue akui kalau gue itu hanya sebatas suka enggak lebih!”
Tatapan Neta kembali menerawang jauh. “Lagian kalau mau lebih, akhirnya juga udah jelas Dhar. Jadi daripada sad ending mending mundur teratur kan?”
Dhara hanya tersenyum tipis. Semua juga tahu jika agama Neta dan Nikolas berbeda. Lalu, jawaban yang Neta berikan saat dirinya sering bertanya tentang rasa suka Neta kepada Nikolas, selalu sama seperti yang barusan Neta katakan. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan Neta yang sebenarnya terhadap Nikolas.
“Dia udah jauh di negeri orang, Dhar. Enggak nyangka gue dia beneran lanjut kuliah di Amerika. Padahal gue kira cuma bualan dia aja biar kelihatan keren,” kata Neta disusul kekehan ringannya.
“Dia memang keren karena berhasil membuktikan ucapannya.”
“Iya keren tapi tetap aja kelihatan menyebalkan,” sungut Neta dengan satu tangan memukul gemas meja di dekatnya. Hanya beberapa detik saja karena setelahnya ia teringat sesuatu.
“Eh iya Dhar! Kemarin malam, Kak Cakra datang ke rumah gue. Segala bawa martabak lagi. Kalau kata nyokap gue, dia itu udah cocok jadi kandidat calon mantu,” lanjutnya sedikit bergidik geli. Namun mendadak membekap bibirnya sendiri karena keceplosan membicarakan Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Ficção AdolescenteON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...