Happy Reading...
Dhara menatap kosong halaman buku di hadapannya, ia tidak berminat membaca uraian dari halaman itu dan lebih memilih berkelana dalam pikirannya sendiri. Hujan di luar sana sudah reda, sejak satu jam yang lalu. Kini ia duduk di salah satu sudut perpustakaan seorang diri.
Pikiran Dhara tidak hanya terbebani masalah trauma dan kedua orang tuanya, tetapi juga tentang hari ini yang sedikit membingungkan. Biasanya saat pagi hari turun hujan, dirinya akan selalu dirundung kesedihan dan teringat bayang-bayang kecelakaan kelam itu. Terlebih jika mendengar sirene ambulans, kesedihan dan bayang-bayang itu akan semakin terasa nyata.
Namun hari ini, ia sedikit melupakan semua itu karena sikap Azel, Alvan dan Liam. Setelah mendengar cerita dari Neta yang menceritakan sedikit kebingungannya dengan sikap ketiga lelaki itu. Tidak hanya itu, ada juga keburukan hari ini yaitu tatapan sinis Ayuna yang selalu dilayangkan kepadanya selama kelas berlangsung di tambah tadi juga ada Kaira yang datang ke kelasnya dengan alasan bertemu Ayuna, tentu dengan tatapan sinis menghunus ke arahnya.
“Melamun hem?”
Dhara mengerjap pelan saat mendengar suara berat memasuki pendengarannya. Ia mendongak dan seketika membelalak terkejut karena mendapati sosok Alvan duduk di seberang meja hadapannya. Ia merutuki dirinya sendiri karena lupa jika Alvan juga sering ke perpustakaan dan beberapa kali mereka bersinggungan tetapi hanya diam saja tanpa saling menyapa.
“Mikirin apa?” tanya Alvan menyorot dengan lekat ke arah Dhara yang sepertinya masih terkejut dengan kehadirannya.
Dhara langsung mengalihkan pandangannya dari Alvan dan berdehem pelan. “Enggak ada, kamu kenapa di sini Al?” balasnya.
“Duduk,” jawab Alvan seadanya.
Dhara mengernyitkan dahinya heran. “Oh mau menenangkan diri? Ya sudah aku pindah_”
“Tetap duduk, Ra. Gue mau nemenin lo,” cegah Alvan menahan Dhara yang sudah akan berdiri menjauh darinya.
Dhara tersenyum kikuk, memilih kembali duduk mencoba tetap tenang. Kenapa perkataan Alvan terdengar menggelitik di telinganya dan menimbulkan rasa hangat yang menjalar ke pipinya.
“Nggak baik lho melamun sendirian, nanti kalau kesambet setan siapa yang mau menolong,” ujar Alvan dengan sudut bibir berkedut geli melihat ekspresi Dhara yang sepertinya salah tingkah karena dirinya.
“Aneh kamu, Al.”
Dhara menunduk menatap halaman buku di hadapannya. Tangannya terulur membalikkan lembaran buku. Walau seberapa keras pun dirinya mencoba fokus pada bukunya dan mengabaikan Alvan, tetap saja ia tidak bisa.
“Hai,”
Dhara mendongakkan kepala melihat siapa yang menyapa di dekatnya. Dahinya lagi-lagi mengernyit heran saat mendapati sosok Kaira berdiri di samping meja dengan seulas senyum manisnya dan lengan yang memeluk sebuah buku.
Bukankah Kaira tadi bersama dengan Ayuna?
“Dhara, boleh gue gabung duduk di sini?” tanya Kaira.
“Boleh,” balas Dhara. Tidak ada alasan untuk memberi penolakan kepada Kaira.
Kaira lalu mengambil duduk di dekat Dhara. Ia meletakkan buku yang dibawanya di atas meja lalu melempar pandangan ke arah Alvan. “Alvan, ada tugas merangkum dari Bu Aina ya?”
“Hem,”
“Oh, sama. Lo udah mengerjakan?”
“Belum,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...