Happy Reading...
Terpaan angin sepoi-sepoi membuat bunga kamboja saling berguguran menjadi objek perhatian Dhara sesaat setelah menginjakkan kakinya di pemakaman. Bahkan bunga yang berguguran itu masih terlihat sempurna dengan jumlah kelopak yang masih lengkap.
“Kamu yakin?” suara Alvan membuat perhatian Dhara teralihkan ke arahnya. Ini kedua kalinya ia mengantarkan Dhara ke pemakaman.
Dhara meremas tali tas ranselnya yang digendongnya. “Iya. Aku ingin memastikannya lagi, Al. Kedua makam itu memang ada di sini atau tidak.”
Alvan terdiam dengan sorot mata yang tidak lepas dari Dhara. Ia sempat mencegah agar Dhara tidak ke pemakaman ini lagi, setidaknya dalam waktu dekat ini mengingat mereka akan ujian akhir semester minggu depan. Ia tidak mau terjadi hal buruk kepada Dhara atau membebani pikiran Dhara dengan hal yang masih sangat kelabu ke depannya.
“Bunda panti bilang mereka di makamkan di sini. Setidaknya aku berusaha sekaligus mencoba mempercayai perkataan Bunda,” kata Dhara mencoba meyakinkan Alvan jika dirinya akan baik-baik saja.
“Dengan penjelasan yang kamu jelasin ke aku tadi, kamu beneran yakin, Ra?”
Dhara sedikit tersinggung mendengar itu. “Aku yakin pasti Bapak penjaga makam ini akan tahu makam yang aku maksud, jika memang makamnya ada di sini. Jangan buat aku ragu, Al!”
“Maaf,” Alvan mendesah pelan. Ia mengulurkan satu tangannya kemudian mengusap lembut puncak kepala Dhara.
“Kita temui penjaga makam itu sekarang,” katanya lalu meraih tangan Dhara untuk digandeng. Mereka melangkah bersama menuju pos penjaga makam.
“Lam! Lo ngapain sih ngikutin mereka?”
Azel menghentikan motornya di dekat Liam. Sebelumnya ia sudah akan pulang ke rumah, tetapi karena menyadari gelagat aneh dari Liam setelah beberapa menit kepergian Alvan dan Dhara ia menjadi berbelok arah mengikuti Liam.
Liam yang semula fokus mengawasi Dhara dan juga Alvan tersentak saat mendengar suara yang sangat ia kenali.
“Lo ngapain di sini, Zel?” tanyanya balik sembari menormalkan raut keterkejutannya.
Azel mengabaikan Liam saat netranya menangkap punggung dua orang yang sangat ia kenali. “Sialan! Alvan kenapa ajak Dhara ke pemakaman ini sih!” gumamnya dan langsung bergegas memarkirkan motornya lalu turun untuk menyusul Dhara dan Alvan.
Liam akan tergerak menyusul Azel, tetapi tidak jadi saat ia teringat dengan perkataan mamanya. Tidak salah lagi, area pemakaman di depannya ini adalah pemakaman yang dimaksud oleh mamanya. Lebih baik ia segera pergi, karena hanya ada dua alasan kenapa Alvan dan Dhara mengunjungi pemakaman itu. Alasan pertama, Ziarah ke makam bundanya Alvan atau dengan alasan kedua yaitu menyangkut tentang masa lalu Dhara.
“Sial! Kalau gue pergi Azel bakal curiga. Gue susul ajalah, sekalian mastiin kenapa mereka ke sini,” monolog Liam setelah berdebat dengan batinnya sendiri. Ia lalu mendorong motornya dan memarkirkannya di sebelah motor Azel. Kemudian berlalu menyusul yang lain.
“Kalau aku bilang ke Kakak, Kakak pasti bakal cegah aku dengan banyak alasan!”
“Dhara! Jangan naikin suara kamu! Kakak cegah kamu juga karena Papa sama Mama enggak kasih izin buat kamu datang ke sini!”
Liam menghentikan langkahnya saat melihat dan mendengar perdebatan Azel dan Dhara di depan sana.
“Kenapa Mama sama Papa enggak kasih izin, Kak? Aku cuma mau datang ke sini, buat cari tahu makam orang tua kandungku Kak! Apa itu salah?” balas Dhara menepis tangan Azel yang mencekal lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Ficção AdolescenteON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...