Dhara mengangkat keranjang kosong yang baru saja diambilnya di dekat bagian pintu masuk swalayan. Kakinya melangkah mencari rak yang berisikan jajaran tepung diikuti oleh Azel di belakangnya. Ia tidak meminta Azel menemani dirinya, lelaki itu sendiri yang berinisiatif mengantarkannya dengan alasan hari sudah malam dan alasan Azel langsung didukung oleh Maya serta Harun tentunya.
“Kamu cari apa sih, Ra?” tanya Azel yang masih setia mengikuti langkah Dhara menyusuri jajaran rak di swalayan itu.
“Tepung beras ketan. Ah ya, itu di sana,” tunjuk Dhara langsung melangkah menuju jajaran tepung saat sudah menemukannya. Ia mengambil dua kilogram tepung ketan putih dan setengah kilo tepung maizena lalu ia masukkan ke dalam keranjang yang dibawanya.
“Mau buat apa beli tepung begituan?” tanya Azel berdiri tepat di samping Dhara.
Dhara menoleh ke arah Azel. “Kue mochi,” balasnya lalu kembali melangkah menuju rak berisikan susu kental manis dan susu cair.
Azel yang mendengar itu berbinar tertarik. Ia kembali mengikuti Dhara.
“Buatnya kapan? Habis ini?”
“Iya.”
“Nanti Kakak boleh cicipi?”
“Boleh,” jawab dengan dengan tersenyum.
Azel lalu merebut keranjang yang dibawa Dhara. “Biar Kakak aja yang bawa.”
Dhara mengangguk pelan mempersilahkan Azel membawa keranjangnya. Ia lalu mengeluarkan catatan kecil bertuliskan bahan-bahan yang perlu dibelinya. Dirinya ingin membuat mochi karena ia ingin memanfaatkan cokelat yang ia dapat dari Alvan waktu itu masih cukup banyak.
Mereka berdua berbelanja semua kebutuhan yang diperlukan. Sampai saat semuanya dirasa sudah lengkap, Dhara menarik Azel menuju tempat kasir untuk membayar semua belanjaan yang dibelinya.
“Udah nggak ada yang kelupaan?” tanya Azel saat mereka keluar dari swalayan.
“Enggak ada, sudah semua Kak,” jawab Dhara sambil melirik barang belanjaan yang dibawa oleh Azel.
Azel meraih satu tangan Dhara untuk digandengnya. Ia menarik Dhara untuk menyeberang jalan di depan swalayan itu. Setelah menyeberang jalan, Dhara menarik tangannya menjauh dari Azel. Lalu keduanya melangkah beriringan menyusuri jalanan malam menuju rumah mereka.
“Pak Beni, jangan lupa kunci pagar!” seru Azel kepada Pak Beni yang memang menunggu kedatangan mereka.
“Siap Mas,” balas Pak Beni.
Azel melangkah masuk ke dalam rumah bersama Dhara. Ia melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan kurang seperempat malam. Ia meletakkan belanjaan Dhara di atas meja makan yang berdekatan dengan dapur.
“Jadi buat sekarang? Ini udah malam lho Ra,” ujar Azel menatap Dhara yang tengah mencuci tangan di kran wastafel dapur.
“Iya Kak. Kakak kalau mau istirahat, istirahat aja nggapapa. Aku bisa sendiri kok,” jawab Dhara.
Sebenarnya Dhara mendapat ide membuat mochi itu setelah makan malam tadi. Daripada pikirannya terus kalut memikirkan tentang kedua orang tua kandungnya, lebih baik ia mencari pengalihan dari semua itu seperti membuat mochi yang akan ia lakukan saat ini.
“Kakak bantu deh,” ucap Azel.
Dhara tersenyum kecil mendengar itu. Ia mendekat ke arah Azel dan membongkar semua belanjaannya dari dalam kantong plastik.
“Aku ke kamar dulu ya Kak, ambil cokelat bentar.”
“Hem.”
Dhara bergegas menuju kamarnya untuk mengambil cokelat miliknya. Keadaan rumah sudah sepi, pasti Maya dan Harun juga sudah istirahat begitu pun dengan Bi Inah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...