“Ayo masuk Ra,” ajak Liam. Ia menoleh ke arah Dhara setelah mengalungkan botol minum dan handuk kecil milik Dhara pada setang sepedanya.
Dhara yang semula menatap rumah megah di hadapannya beralih menatap Liam di sana. Ia benar-benar di bawa ke rumah Liam.
“Aku mau pulang aja Liam,” ucapnya menatap tidak enak ke arah Liam. Ia sangat canggung sekarang karena berada di tempat yang asing baginya.
Liam mendekat ke arah Dhara dan meraih satu lengan Dhara. “Pulangnya nanti, ayo masuk dulu,” ajaknya langsung menarik Dhara masuk ke dalam rumahnya.
Seorang wanita yang tengah melintas di ruang tamu refleks menghentikan langkahnya saat melihat putranya sudah kembali dengan membawa serta seorang gadis. Wanita itu adalah Evita, Mamanya Liam.
“Liam, kamu udah selesai sepedaannya?” tanya Evita mendekat ke arah Liam. Seulas senyum lega terbit di bibirnya ketika melihat putranya kembali dengan keadaan baik.
“Sudah Ma.”
Dhara menatap Evita dengan canggung. Mendengar Liam menyebut Mama berarti wanita di hadapannya itu adalah Mama Liam. Ia menarik lepas tangannya dari Liam dan beralih menyalami Evita.
Evita menatap sekaligus menilai Dhara, tetapi saat netranya bertubrukan dengan Dhara ia langsung tersenyum kecil.
“Temannya Liam ya?” tanyanya.
Dhara mengangguk pelan. “Iya Tante. Saya Dhara teman sekolahnya Liam.”
“Ini Dhara adik angkatnya Azel, Ma,” ujar Liam memberi tahu siapa Dhara. Mamanya pasti akan bertanya status Dhara dan itu membuatnya sedikit risi sebenarnya karena Mamanya terkesan sangat selektif dalam hal pertemanan dirinya.
Evita sedikit terkejut mendengar penuturan putranya. “Nama lengkap kamu siapa Dhara?”
“Ma,” peringat Liam agar Mamanya jangan menambah kecanggungan.
“Mama Cuma bertanya kok. Dhara nya aja enggak protes kok kamu yang protes.”
Dhara melirik ke arah Liam dan Evita, merasa sangat canggung. “Maaf Tante. Nama saya Adhara Caliana Pandhita.”
Evita yang tadi saling melempar tatapan tajam dengan putranya, kini beralih menatap Dhara. “Pandhita,” gumamnya mengulang nama terakhir Dhara dan menatap Dhara dengan rumit.
“Wah nama yang cantik secantik orangnya ya. Mari duduk sini,” lanjutnya mempersilahkan Dhara duduk di sofa ruang tamu.
Dhara tersenyum canggung mendengar pujian Evita. Ia menatap Liam sejenak, melihat Liam menyuruh dirinya agar mengikuti Evita ia mengangguk pelan dan mengikuti Evita untuk duduk di sofa disusul Liam.
“Sebentar ya Dhara,” kata Evita lalu tanpa diduga oleh semua orang yang ada di ruang tamu, ia langsung berteriak memanggil pembantunya.
“Bibi! Cepat ke sini!”
Liam yang mengambil duduk di dekat Dhara hanya bisa menghela napas pelan melihat kelakuan Mamanya. Dhara hanya mengerjapkan matanya melihat ke arah Evita. Tidak menunggu lama seorang wanita paruh baya datang ke arah ruang tamu.
“Iya Nyonya. Ada yang bisa saya bantu Nyonya?”
“Bibi tolong buatkan minum sama bawakan camilan ke sini ya.”
“Baik Nyonya."
Dhara menatap dalam diam interaksi antara Evita dan pembantu yang ia tebak seusia Bi Inah itu. Interaksi mereka sangat jauh berbeda dari interaksi Maya dan Bi Inah. Ia menatap sedikit iba kepada kepergian bibi pembantu itu setelah mendengar perintah dari Evita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Belief
Teen FictionON GOING Dhara tidak pernah mengira kehidupannya akan berubah dalam sekejap. Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak adopsi dari panti asuhan seperti dirinya? Ia tahu dimanapun tempatnya berada, akan ada seseorang yang enggan menerimanya. Ia menc...